Mohon tunggu...
Pipit Agustin
Pipit Agustin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seniman Tepung

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Demo Buruh Berjilid-Jilid, Namun Upah Tak Kunjung Naik

31 Oktober 2023   17:15 Diperbarui: 31 Oktober 2023   17:28 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi by: Pipit Agustin, sumber foto: cnbcindonesia

Konflik buruh sering dipicu persoalan upah. Hal ini seolah menjadi problem abadi perburuhan di seluruh negeri. Kalau kita perhatikan, penggunaan tolok ukur dalam pemberian upah buruh  hari ini tidak tepat. Patokan living cost atau biaya hidup terendah yang lantas kita kenal dengan istilah upah minimun sungguh mengganggu nurani dan akal sehat. 

Maknanya, upah yang buruh dapatkan 'hanya' sekadar untuk mempertahankan hidup alias pas-pasan. Upah mereka habis untuk memenuhi kebutuhan dasar yang kadang-kadang juga masih kurang. Kebutuhan pangan, rumah atau tempat tinggal, dan pakaian yang layak. Juga kebutuhan pendidikan, Kesehatan, serta keamanan. Seluruh kebutuhan dasar itu menjadi beban pundak individu per individu. Kalau begini caranya, kapan mereka sejahtera?

Butuh Alternatif

 

Realitas bobrok dalam kapitalisme ini harus dipahami oleh kaum buruh, lalu diubah menjadi realitas yang lebih baik dengan sistem alternatif. Terlebih, mayoritas buruh di negeri ini adalah kaum muslim. Sudah selayaknya mereka mengembalikan segala persoalan kepada Islam.

Islam memiliki perspektif yang khas mengenai konsep perburuhan dan tata Kelola ekonomi. Ini bukan taraf wacana, melainkan pernah terbukti penerapan Islam dalam mengatur keduanya dengan pengaturan yang sahih dan terbukti menyejahterakan selama periode yang berbilang abad lamanya.

Perlu diketahui, dalam khazanah Islam, kesejahteraan buruh adalah tanggung jawab negara, sebagai kesejahteraan rakyat lainnya. Menyejahterakan buruh juga bukan tugas pengusaha atau perusahaan dimana buruh bekerja, bukan. Pengusaha juga rakyat. Kedudukannya sama di mata Islam. Mereka juga dijamin kesejahteraannya. Perspektif ini mungkin janggal bagi penganut kapitalisme, namun begitulah Islam memandang.

Negara dalam perspektif Islam memiliki tanggung jawab menyejahterakan rakyat melalui jaminan pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan tempat tinggal, serta kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Negara memiliki kekuasaan dan wewenang untuk mengatur melalui berbagai regulasi, dan mengurus rakyat melalui mekanisme sesuai hukum syarak. Bukti-bukti implementasinya dapat dibaca melalui sejarah. Sekaligus membuka mata bahwa Islam memang layak dijadikan alternatif  bagi siapa saja yang masih meragukannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun