Mohon tunggu...
Pipit Agustin
Pipit Agustin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seniman Tepung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kapitalisme adalah Penyebab Sadisme pada Anak

28 Mei 2023   05:25 Diperbarui: 28 Mei 2023   06:38 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gmbar: hukumonline.com

Berbicara masalah pendidikan dan pengasuhan  di zaman sekarang tidak bisa lepas dari pembahasan tentang ideologi kapitalisme yang menjadi atmosfer kehidupan. Debu-debu kapitalisme menerobos ke segala arah, menembus dinding rumah  dan 'terhirup' oleh anak-anak kita. Ruang pendidikan dan pengasuhan  kita berada di bawah payungnya.

Berita harian kita tidak pernah absen dari aksi-aksi kekerasan yang pelaku dan korbannya adalah anak-anak. Bahkan makin ke sini, kekerasan itu makin sadis levelnya. Di antaranya, MHD (9) pelajar kelas dua SD di Sukabumi tewas dikeroyok kakak kelasnya. Sang kakek mengatakan bahwa cucunya meninggal pada Sabtu (20-5-2023) setelah dirawat selama tiga hari di rumah sakit. Ia juga mengatakan bahwa hasil visum sang cucu sangat memprihatinkan. Terdapat luka pecah pembuluh darah, dada retak, dan tulang punggung retak.

Pertanyaannya, apa yang telah merasuki hati dan pikiran anak-anak seusia SD itu sehingga tega berbuat sadis kepada adik kelasnya di tempat mereka menuntut ilmu? Padahal, rumah maupun sekolah tidak mendidik mereka menjadi seperti itu. Orang tua dan guru tidak mendidik anak-anak agar menjadi pelaku kekerasan apalagi sampai menyebabkan hilangnya nyawa. Lantas, siapa yang mendidik mereka menjadi seperti itu? Kekuatan apa yang menyebabkan pribadi anak-anak makin rusak dan menyalahi fitrahnya?

Di sinilah keterlibatan ideologi kapitalisme sekuler dalam membentuk atmosfer kehidupan.  Kapitalisme adalah ideologi berasaskan pemisahan agama dari kehidupan (sekuler) dan berorientasi totalitas pada kepentingan kapital (modal atau materi). Karenanya, agama hanyalah 'pemain pinggiran' dalam kancah kehidupan publik. Religiusitas hilang digantikan materialistis yang gersang. Kekuatan kapitalisme sekuler sebagai pemain utama dalam kehidupan sangat memengaruhi pembentukan kepribadian anak-anak kita.

Terlebih di era serba digital seperti sekarang. Anak-anak lebih banyak berinteraksi dengan gadget daripada orang tua dan keluarga. Mereka akrab dengan internet, film, game, dan berbagai tayangan yang bebas mereka pilih sesuai keinginan. Parahnya, kapitalisme yang mengagungkan kebebasan (liberalisme) tidak memiliki filter moral; baik buruk, terpuji tercela, pantas dan tidak pantas atas konten yang beredar. Tak ayal, konten-konten pornografi dan pornoaksi pun tak luput dari jangkauan anak-anak. Juga konten-konten kekerasan yang ada pada game yang mereka mainkan.

Selayaknya ungkapan, 'anak adalah apa yang mereka lihat'. Jika mereka terbiasa melihat hal-hal yang berbau kekerasan, baik melalui gadget, televisi, maupun dalam kehidupan nyata seperti  konflik rumah tangga, maka hal itu akan menjadi memori, terekam, dan dinaturalisasi oleh otak anak-anak kita. Maka kekerasan akan menjadi hal biasa saja.

Asas sekuler dalam ideologi kapitalisme membuat masyarakatnya jauh lebih menghargai materi, gengsi, eksistensi serta popularitas serta mengejar kepuasan fisik dari pada konstruksi keluarga dan masyarakatnya. Hal ini juga menimpa anak-anak kita. Mereka terlahir mejadi inhuman generations (generasi yang tidak manusiawi). Anak-anak itu terobsesi pada kepuasan diri dan merasa lebih kuat, lebih jagoan ketika bisa mengalahkan 'lawan'. Mereka kehilangan fitrah kepolosan, kehilangan rasa saling menyayangi sesama teman, dan sifat-sifat fitrah anak lainnya.

Kondisi ini diperparah oleh hilangnya sosok ibu atau ayah sebagai sekolah pertama di rumah. Kedua orang tua yang semestinya hadir di hati mereka, harus berjibaku mempertahankan alran finansial dengan menjadi pekerja di negeri orang. Atau  menjadi pekerja serabutan yang harus bekerja sepanjang waktu sehingga tidak sempat bercengkerama dengan anak-anak mereka. Beginilah realitas hidup di tengan impitan sistem kapitalisme. Di era ini, banyak anak yang tidak mendapatkan perhatian. Di era ini, banyak keluarga yang berantakan. Di era ini, masyarakat berkubang dalam kemaksiatan. Mereka 'dimiskinkan' dengan berbagai kebijakan, sehingga harus banting tulang mati-matian untuk memenuhi kebutuhan dasar yang seringnya hanya pas-pasan. Miskin harta, miskin pula jiwanya dari aspek agama.

Inilah era kegagalan yang telah diciptakan oleh paham sesat kapitalisme buatan manusia yang lemah dan terbatas. Cukup sudah kiranya kenyataaan ini kita saksikan. Kita harus mencari format ideologi yang sesuai dengan fitrah anak-anak kita, fitrah insaniah. Dan ideologi itu adalah islam. Era ini membutuhkan pola pendidikan dan pengasuhan yang tidak hanya berorientasi pada pembentukan sukses pribadi anak-anak. Lebih jauh, pendidikan dan pengasuhan itu harus ditujukan pada upaya mencetak generasi rabbani yang berkontribusi dalam proyek peradaban. Proyek besar itu adalah mengubah tata kehidupan kapitalisme menuju kehidupan islam yang berasaskan akidah yang sahih.

Ini hanya bisa dilakukan dengan kembali kepada islam. Keberhasilan islam dalam mengubah peradaban Arab Jahiliah adalah bukti kesahihah ideologi ini dan sesuai fitrah insaniah. Karenanya, janganlah kita berdiam diri atau bahkan menutup diri terhadap seruan yang mengajak kembali kepada islam secara kaffah dalam kehidupan. Marilah kita bersama-sama mewujudkan peradaban yang luhur dan mulia dengan apa-apa yang telah dibawa oleh Rasu kita, yakni risalah islam. Wallahua'lam.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun