Mohon tunggu...
Prayudi Newoto
Prayudi Newoto Mohon Tunggu... Administrasi - Senior Consultant

Business and Management Strategist. Senior Consultant at Organization Transformation International (OTI)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Digital Transformation: Monetisasi Digital Engagement

4 Desember 2017   17:09 Diperbarui: 4 Desember 2017   17:31 1316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah beberapa hari ini Jakarta diterjang angin kencang yang menderu-deru dan cuaca mendung, siang ini matahari sedikit berani menampakkan diri. Segelas (ya, segelas, bukan secangkir) kopi hitam Kapal Api Special menemani break selepas sesi consulting saya di paro pertama hari ini. Setelah makan siang minus buah pepaya dan nanas (karena kondisi perut yang sedang tidak memungkinkan), "sesi consulting informal" saya siang ini dmulai dengan sebuah pertanyaan dari pihak klien: "Yud, kalau lu sendiri, gimana lu memandang digital transformation? Coba lu jelasin ke gua."

Pertanyaan (mungkin permintaan afirmasi?) tersebut datang dari seorang eksekutif paruh baya sebuah perusahaan multinasional terkemuka yang menjadi klien saya. Pria paruh baya itu juga ditemani oleh segelas (ya, segelas, bukan secangkir) kopi hitam. Hanya saja, kopinya encer dari jenis yang tidak berampas dengan rasa yang kembali dirusak oleh pemanis buatan. Saya tertegun memikirkan jawaban pertanyaannya sambil memperhatikannya menyesap kopi. Kopi encer itu sedikit membasahi bakal janggutnya yang memutih kala terbetik di benak saya dari mana saya harus memulai: CX alias customer experience!

Era digital telah benar-benar memberdayakan pelanggan. Beragam teknologi digital anyar telah banyak mengubah perilaku pelanggan, mulai dari bagaimana mereka menerima informasi, mengevaluasi pilihan, sampai kepada membeli yang mereka pilih. Di era ini, pelanggan bukan hanya memiliki pemahaman (informasi?) yang lebih baik, namun mereka juga menjadi lebih percaya diri dalam mengambil keputusan. 

Mereka pun lebih terhubung, baik dengan sesama mereka maupun dengan perusahaan. Karena itulah end-user interface menjadi sangat krusial bagi perusahaan di zaman ini. Digital transformation telah sangat mempengaruhi customer relationships dan juga proses-proses yang sudah terbangun lama, dan karena itulah perusahaan mutlak mesti berfokus pada customer needs serta customer experience.

Saya sesap kopi kental saya tanpa mengotori dagu sebelum melanjutkan. Jadi, yang dikejar dalam digital transformation bukanlah sekadar perbaikan efisiensi "ecek-ecek," melainkan customer experience yang menyeluruh dan memuaskan. Hanya dengan begitulah perusahaan akan mampu memenangi digital competition dengan membangun customer relationships yang kuat dan loyal. Paparan saya disela oleh batuk (mungkin deham?) pria paruh baya itu; batuk yang disusul oleh sebuah pertanyaan lagi: "Memangnya apa sih definisi pasti dari customer experience?" Pasti, saya bergumam dalam hati, sungguh sebuah kata yang sulit mewujud di era penuh turbulensi seperti sekarang ini.

Customer experience adalah pengalaman subjektif yang dirasakan oleh pelanggan setelah melakukan interaksi dengan perusahaan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengalaman ini bersifat personal dan mempengaruhi keterlibatan pelanggan di beberapa level yang berbeda: rasional, emosional, sensori, fisik, atau bahkan spiritual. Nah, salah satu prasyarat untuk membangun sekaligus menjalankan manajemen customer experience yang efektif adalah dengan mendayagunakan customer analytic yang komprehensif. 

Peran customer analytic sangatlah krusial dalam membantu perusahaan mendapatkan customer insight, sehingga perusahaan bisa memahami kebutuhan-kebutuhan pelanggan secara tepat. Dengan demikian, perusahaan akan mampu menciptakan value pada setiap "act of engagement" serta memonetisasi digital engagement, baik di pasar B2C maupun di pasar B2B. 

Perusahaan mesti memanfaatkan data pelanggan yang didapat sepanjang customer journey melalui beragam digital touch point, misalnya transaksi mobile. Kuantitas serta variasi data yang semakin banyak dapat menjadi basis bagi perusahaan dalam mendapatkan pemahaman mengenai perubahan mindset, mood, motivasi, dorongan keinginan dan aspirasi yang memicu beragam aksi dan ekspektasi pelanggan. Sudah semestinya pola-pola interaksi digital yang baru mendisrupsi customer interaction dan customer journey jadul alias tradisional.

Saya dikagetkan oleh jentikan ibu jari dan jari tengah klien saya. Tanpa diiringi kata-kata dari mulutnya. Tapi dari binar matanya saya bisa merasakan bahwa jawaban saya cukup memuaskannya. Bukan pada tempatnya jika saya merasa mampu "menguliahi" seorang eksekutif perusahaan besar. Pemaparan saya tadi yang diiringi oleh sesapan kopi hitam tampaknya "sekadar" penegasan kredibilitas kami di matanya. Setidaknya malam ini pria paruh baya itu bisa berharap mendapat rezeki tidur nyenyak karena merasa telah berurusan dengan orang-orang yang tepat.

***

Penulis adalah Senior Consultant di Organization Transformation International (OTI). Email: prayudi@otiinternational.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun