Mohon tunggu...
prayogo samsul ibrahim
prayogo samsul ibrahim Mohon Tunggu... -

just ordinaryman, who use brain as a weapon

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kita (Nusantara Bangsa Adidaya)

29 Maret 2015   18:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:50 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa  hari yang lalu saya setelah jam perkuliahan selesai saya memulai kebiasaan degan bercuap - cuap  bersama rekan di warung kopi sederhana di area kampus. Sambil menghisap sebatang rokok eceran yang kami beli di warkop sebelah dan di temani segelas es teh manis yang  semakin memanjakan kami dalam berdialog. Pembicaraan kami mulai dari sekedar membahas persoalan kampus sampai nglantur ke sejarah peradaban nusantara di masa ke emasanya. Kalau Cuma ngobrol di warkop sederhana ini kami mohon untuk tidak apriori atas keadaan kami, maklum lah keadaan ekonomi kami masih sangat mengenaskan. Waktu itu kalau tidak salah minggu terakhir di bulan maret yang tentunya kantong kami juga sudah mulai seret.

Kebetulan kami juga bukan dilahirkan dari keluarga yang mapan berkecukupan, orang tua kami masih harus puyeng mikirin ongkos kuliah,uang makan dan tagihan kos bulanan. Di sisi lain nilai semester kami yang masih cukup pas- pasan juga menambah beban pikir karena tentu akses scholarship sudah terputus bagi kami berdua. Belum lagi dengan tampang ngenes kami, hampir membuat kami sama sekali tidak memiliki nilai jual dimata rekan dosen dan mahasiswa sendiri. Gak salah kalau hampir sebagian besar mahasiswa di fakultas kami tidak pernah melirik pemuda lusuh berbalut busana rombeng seperti kami.

Ya itu tadi sekedar curhatan saja, tapi paling tidak kami berani mengungkapkan apa yang ada pada diri kami tanpa harus gengsi dihadapan primadona kampus yang  diperebutkan sitampan rupawan. Harapan kami, semoga tidak ada lagi mahasiswa yang lebih mengenaskan daripada kami. Baiklah kita akan sedikit membahas soal apa yang sudah kami bicarakan tempo hari di warkop kumuh itu. Di saat mahasiswa rajin sibuk mengerjakan tugas kuliahnya yang sudah mendekati deadline dan mahasiswa gaul rempong dengan dunia glamornya. Kami justru memilih asik ngobrolin peradaban bangsa dan masa kejayaan kita dimasa lampau untuk kita wujudkan dimasa mendatang, kami rasa itu tidak berlebihan bagi pemuda cemen macam kami ini.

Kita tau di abad ke 12 nusantara sudah menjadi bangsa yang adi kuasa di dataran asia. kurang lebih seperti amerika dan inggris saat ini. jauh sebelum nazi ditakuti atas fasisnya yang di motori oleh Adolf Hitler, jauh sebelum ras kuning langsat bermata sipit keturunan dewa matahari mengeksploitasi asia oleh Kaisar Hiroito dan juga jauh sebelum Franklin D Rosevelt berjaya di perang dunia ke II, bendera merah putih sudah lebih dulu mencakar langit di antero asia oleh Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan maha patih yang mashur Gadjah Mada. Siapa yang tidak bangga dengan kejayaan bangsa kita kala itu? Hampir seluruh asia tenggara menjadi daerah kekuasaan Majapahit. Hanya ada dua kerajaan yang di takuti di asia yaitu kerajaan thiongkok dan tentu majapahit. Sebuah emperor yang Berjaya selama kurang lebih dua abad berpusat di trowulan jawa timur.

Selain itu pasca revolusi 45 kita juga sempat mendapat julukan macan asia, bukan karena kita bangsa yang besar secara kuantitas, tapi juga kualitas. Politik diplomasi dan sikap revolusioner pemimpin kita sudah mampu menggoncangkan sebagian besar keseimbangan dunia, siapa lagi kalau bukan bapak pemimpin tertinggi revolusi kita ir. Soekarno dan jajaran mentri serta staf pembantunya yang utuh mengabdikan seluruh jiwa raga demi manifestasi pancasila untuk kejayaan bangsa. Diplomat ulung, daya juang yang tinggi serta sikap kesatria yang tak lekang digempur imperialisme asing. Membuat Indonesia tak lepas dari julukan macan asia itu. Saat dunia sibuk dengan olimpiade internasional kita juga punya acara sendiri, agenda pesta olah raga bagi Negara berkembang buatan soekarno yaitu games of the new emerging forces (GANEFO) sebagai tandingan dari olimpiade di adakan di jakarta pada akhir tahun 1963 yang di ikuti  oleh 51 Negara sosialis dan Negara dunia ke III. Saat dunia terbelah menjadi dua kubu menjadi Blok Barat dan Blok Timur kita justru mendirikan aliansi gerakan non blok yang tentunya mendapat dukungan lebih banyak ketimbang ke dua blok itu.

Siapa bilang kita bangsa yang kerdil, yang takhluk dihadapan sepucuk senapan? Siapa bilang kita bangsa yang hanya jadi boneka bangsa asing? Kita sudah lebih dulu ditakuti di dataran bumi ini. Maka dari itu siapa yang tidak rindu mengulang kejayaan pendahulu kita dimasa lampau? Siapa yang rela melepas kejayaan masa lalu? Pendahulu kita sudah berbuat banyak, bertaruh nyawa untuk nusantara ini. Seperti kata rekan kami, kita masih berdiri di bumi yang penuh tumpukan daging, amisnya darah dan hangatnya nanah para pejuang. Bagaimana bisa kita tetap tersenyum manja asik menikmati kebodohan dan segala bentuk penyimpanganya?

Belum juga kita menyadari perilaku bangsa kita yang penuh dengan kemunafikan, kebingisan dan kebusukan semakin membuat bangsa ini menjadi badut buta yang jadi bahan tertawaan orang – orang. Semakin bertambahnya usia nusantara ini, semakin kita menjauhkan diri pada harapan untuk mengulang masa ke emasan yang kami sangat rindukan itu. Sabdopalon seorang penasihat prabu brawijaya pernah mengatakan “kebingisan,kemunafikan dan kebusukan ini adalah sifat manusia yang nantinya akan di telan oleh bumi dan akan dimuntahkan sebagai bencana”.

Kita adalah bangsa  yang mewarisi setiap aliran darah pejuang, penguasa jagad asia yang sudah lama nyenyak terninabobokan dalam kekerdilan diri dihadapan uang, kekuasaan dan kemunafikan. Bukankah hanya omong besar jika kita bicara kejayaan bangsa tapi pemudanya linglung dan melupakan sejarah leluhurnya. Bukankah terlalu naif jika kita bicara pengabdian tapi manusianya masih juga krisis akan kesadaran membangun bangsa. Bagaimana bisa bangsa ini jadi bangsa yang adi daya kalau pemuda yang di luluskan di setiap tahunya hanya bisa menjiplak beberapa paragraph dari buku dan memindahkan ke selembar kertas ujian akhir semester demi pengakuan. Bagaimana mungkin kejayaan itu akan terulang kalau mahasiswanya masih latah dengan trend dan fashion. Wajar saja kejayaan itu hilang jika pemudanya berfikir hanya sebatas pagar kampus yang nilainya saja lebih indah daripada isi kepalanya. Ibu pertiwi sudah lama merindukan pemuda tangguh yang tak lekang dihempas gelombang imperialism, pemuda yang haus akan ilmu dan gila akan mimpi mewujudkan kembali nusantara bangsa yang raja diraja di antero bumi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun