Mohon tunggu...
Prayoga Permana
Prayoga Permana Mohon Tunggu... -

a traveler, a grad student in Korea

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Susahnya Jadi Suspect Flu Babi

1 Maret 2010   15:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:40 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya cuek aja waktu tahu Flu Babi sedang mewabah di Australia tahun lalu, konon sudah ada seribu lebih orang yang meninggal karena flu babi di sana. Gimana nggak, Visa Australia yang syaratnya ribet setengah mati sudah diapprove, tiket sudah di tangan, host sudah dapat, rangkaian acara juga sudah fix saya susun layaknya pejabat yang mau kunjungan kenegaraan. The Show Must Go on !

[caption id="attachment_84029" align="alignleft" width="300" caption="Kena flu babi sih, tapi tetep gaya "][/caption]

Walaupun cuek, sebenarnya saya ketar-ketir juga takut ketularan Flu Babi. Solusinya, sebelum berangkat saya borong masker-masker yang ada di apotik terdekat dari rumah. Mulai dari boarding tampang saya udah kaya Zorro dengan masker itu. Ratusan pasang mata terbelalak melihat tampang saya yang agak lebai karena pakai masker sendirian. Malu sih, eh untungnya ada beberapa penumpang lain yang bergaya seperti saya. Fuuh legaa, jadi nggak malu-malu amat deh.

Di atas pesawat, saya komit dengan masker saya. Hanya pas makan saja masker itu saya lepas. Sampai-sampai pramugari Singapore Airlines yang saya naikin waktu itu agak kesal juga karena setiap bicara saya nggak mau buka masker!

Akhirnya ketika sudah sampai di Australia, komitmen saya jebol juga. Gara-garanya saya hampir nggak melihat orang pakai masker seperti saya di mana-mana. Wah, kalau saya pakai masker sendirian bakal nggak lucu nih. Bisa-bisa malah saya dikira turis yang underestimate sama negara mereka soal penanganan flu babi. Apalagi saya harus menghadiri sebuah forum yang 80% pesertanya orang lokal. Bakal tambah aneh kalau saya kekeh pake masker sendiri.

Nggak lama kemudian bencana dimulai. Teman satu forum dengan saya sentrap-sentrup pas di depan muka saya. Saya sih pertamanya nggak ambil pusing. Saya pikir ah paling flu biasa, kalau dia benar-benar kena flu babi nggak mungkin dong sempet hadir di forum. Saya pun makin terbiasa nggak lagi memusingkan soal flu babi.

Semakin terbiasa ternyata semakin musibah mendekat. Dalam forum saya berkenalan dengan seorang teman baru asal Korea. Walaupun asli Korea, dia sudah lama kuliah di Amerika Serikat. Berhubung saya suka sekali aksennya yang American, kami langsung dekat. Ia juga sangat cerdas, kami banyak berdiskusi soal topik-topik ekonomi dunia dan kami menikmatinya.

Keesokan harinya, saya kaget tidak melihat teman Korea saya itu dalam forum. Saya tanya teman-teman saya dan katanya dia sakit. Karena simpati, saya menemuinya ketika makan dan bertanya soal penyakitnya. Dia cerita dalam perjalanannya ke Ausie dari Korea, ia sempat ditahan di China. Waktu transit ia tidak lolos scan suhu tubuh sehingga harus tertahan selama 1 minggu. Akibatnya ia harus membeli tiket baru ke Australia setelah dianggap sembuh. Sayang sekali ketika sudah sampai di Australia dia merasa kondisinya tidak membaik.

WHAT?! ..........

Dunia otomatis gelap  waktu tahu fakta itu. Entah sugesti atau apa, keesokan harinya saya kena flu juga. Di bawah suhu 5 derajat saya ambruk, muntah-muntah dan batuk nggak kunjung berhenti. Duh rasanya pengen banget dikerokin ibu saya kalau dalam kondisi seperti ini. Lha tapi di negeri orang kaya gini siapa yang mau ngerokin saya coba?

Saya lalu bergegas cari informasi tentang dokter di Australia. Sakitnya, saya menemukan fakta kalau biaya sekali ke dokter di sana sekitar $100, mana tahaaaaaan! Itu pun kalau setelah diperiksa saya ketahuan positif flu babi, saya bakal dikarantina. Astagaaa, hancurlah planing saya buat jalan-jalan kesana kemari. Belum lagi saya harus beli tiket lain untuk pulang ke Indonesia dengan kocek saya sendiri.

Melupakan opsi ke dokter adalah pilihan terbaik. Saya memutuskan bertahan sampai pulang dengan obat-obatan seadanya yang saya bawa. Waktu transit di Singapura, syukurnya saya lolos scanning. Begitupun di bandara Soekarno Hatta.

And Finally I’m Home. Daripada keluarga saya parno ngeliat saya yang suspect flu Babi, pertamanya saya diam-diam nggak bilang kalau saya sakit. Tapi lama-lama saya pikir diam nggak menyelesaikan masalah. Kemudian saya berangkat ke rumah sakit terdekat. Saya ceritakan keluhan saya tentang penyakit flu yang saya idap ke dokter. Sekonyong-konyong sang dokter langsung tanya, ‘kamu dari luar negeri ya?’. Mampus deh saya ketahuan. Si dokter langsung panik, belingsatan buru-buru cari masker dan menyuruh saya mengisolasi diri. Alamakjaaaang !

Oke deh Pak dokter, saya mengisolasi diri. Sekali-kali sok jadi tahanan rumah. Penerima Nobel macam Aung San Suu Kyi aja tahanan rumah, jadi saya nggak perlu malu dong ! Saya ngendon di kamar kira-kira sebulan. Pake masker juga supaya keluarga saya nggak ketularan. Kerjaannya ya istirahat total. Kalau nggak makan, paling online. Pokoknya ragunan banget deh, tinggal nunggu dikasih makan doang. Lumayan juga sih sebenarnya, itung-itung istirahat total habis traveling. Traveling itu capek lho!

Sekedar info, saat itu ketika saya minta tamiflu ke beberapa dokter di Jakarta, mereka kompak bilang kalau tamiflu belum masuk Indonesia. Terus perlukah kita heboh soal wabah seperti Flu Babi waktu traveling? Sebetulnya nggak juga dan tergantung negaranya. Sebulan kemudian di Hong Kong saya menemukan tempat-tempat umum seperti lift dan bus umum yang disemprot semacam desinfektan sebelum digunakan publik. Kalau sudah disemprot, tempat itu diberi tanda. So, kalau anda traveling jangan sampai seheboh dan sesial saya ya!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun