Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dua Wanita Hebat Amerika

27 November 2024   12:40 Diperbarui: 27 November 2024   12:41 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pelantikan Presiden di Amerika Serikat. (Sumber: AP PHOTO/PATRICK SEMANSKY via kompas.com)

Presiden terpilih AS, Donald Trump menyatakan memilih Letkol Tulsi Gabbard sebagai calon Direktur Intelijen Nasional pada era pemerintahannya 2025-2029. 

Kini muncul pelbagai tanggapan sinis, karena Gabbard dinilai terlalu junior untuk memimpin kantor intelijen nasional. Ini jabatan mati hidupnya AS, kira-kira itu cara berpikir yang kontra.

Besarnya Kewenangan DNI

Director of National Intelligence adalah pejabat senior pemerintah AS di kabinet, oleh UU Reformasi Intelijen dan Pencegahan Terorisme 2004 menjabat sebagai kepala eksekutif Komunitas Intelijen AS (IC), bertugas mengarahkan dan mengawasi Program Intelijen Nasional. Ke-18 badan intelijen komuniti AS, termasuk  CIA, Defense Intelligence Agency (DIA), dan NSA wajib melapor langsung ke DNI.

DNI bertugas memberikan laporan/brief tiap hari kepada Presiden, disamping itu memberi nasihat srlain ke presiden, Dewan Keamanan Nasional, dan Dewan Keamanan Dalam Negeri mengenai masalah intelijen. 

Demikian luas dan berat tugas sang direktur, dinilai merupakan tulang punggung Presiden AS dalam pengambilan keputusan.

Haines dan Gabbard, Wanita Hebat AS

Direktur Intelijen Nasional Avril Haines di Capitol Hill di Washington, DC, 10 Mei 2022. (AFP/SAUL LOEB via kompas.com)
Direktur Intelijen Nasional Avril Haines di Capitol Hill di Washington, DC, 10 Mei 2022. (AFP/SAUL LOEB via kompas.com)

Pada era Presiden Joe Biden, sejak Januari 2021, DNI dijabat oleh Avril Danica Haines (lahir 29/8/1969), pengacara, pernah menjabat sebagai Wakil Penasehat Keamanan Nasional Gedung Putih pada pemerintahan Barack Obama. 

Ia sebelumnya menjabat sebagai Wakil Direktur Badan Intelijen Pusat, menjadikannya wanita pertama yang memegang jabatan tersebut. Sejak Februari 2021 Haines menjabat sebagai Direktur Intelijen Nasional AS, dia yang akan digantikan eh Tulsi Gabbard.

Trump kini memilih Tulsi Gabbard, sebagai calon DNI. Letkol AD, veteran perang Irak, mantan anggota Kongres dari Partai Demokrat yang bergabung dengan Partai Republik untuk mendukung Donald Trump. Pada tanggal 13 November 2024 dipilih oleh presiden terpilih sebagai calon DNI.

Dengan peran jabatan yang luas, pencalonan tersebut menimbulkan konflik berupa pertanyaan tentang kurangnya pengalaman Gabbard di bidang intelijen serta tuduhan bahwa ia di masa lalu telah memperkuat propaganda Rusia, Suriah, dan Iran. 

Tekanan politik dan psikologis demikian kuat dan beratnya. Dia baru akan menduduki jabatan DNI bila konfirmasi Senat menyetujuinya. 

Itulah dua wanita hebat Amerika pada posisi poros yang kini banyak diperdebatkan di AS, karena intelijen dinilai merupakan kekaisaran tersendiri. 

Indonesia sebaiknya mencermati program intelijen, yang mana Trump akan mengurangi konflik AS di LN dan akan memperkuat ekonomi AS. 

Dampak terhadap geopolitik, geostrategi, dan geoekonomi mungkin berimbas juga ke kawasan Asia Pasifik juga ke Indonesia, terutama pada komponen intelstrat ekonomi. 

Rupiah bisa ambruk dan fatal. Butuh kepiawaian diplomasi dan analisis intelijen kita dalam mengelola isu Indopac dan OBOR. 

Bagi penulis, masih menjadi pertanyaan memang, waspadai teori stick & carrot. Tapi yang jelas ada reason yang kuat dari Mr Trump memilih Tulsi dangan back ground militer. Semoga bermanfaat, Pray Old Soldier.

By. Prayitno Ramelan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun