Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Berbagi Wawasan Intelijen Merebut Suara Santri

28 Oktober 2023   14:14 Diperbarui: 28 Oktober 2023   19:20 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Aktivitas santri. (Foto: KOMPAS/AGUS SUSANTO)

Dari pengalaman Pray yang pernah mendampingi Menhan Bpk Matori Abdul Djalil (Alm) thn 2000, dalam beberapa kunjungan ke pesantren besar seperti Lirboyo, Ploso, Krapyak, Buntet, Kaliwungu, Kempek dan lain-lain.

Pray menyimpulkan sangat besar pengaruh Kiai pesantren terhadap santrinya. Ketidak patuhan santri atau alumnus terhadap Kiai akan terkena hukuman sosial yang ditakutkan, dikucilkan. Seperti juga kata KH Ma'ruf, mereka belajar ilmu Islam dan manut pada sang Kiai. 

Sepengetahuan Pray, terdapat dua macam kiai di NU yaitu kiai Nasab dan Kiai Karir. Kiai Nasab adalah mereka yang merupakan keturunan dari pendiri NU, KH Hasyim Al Asy'ari, pengaruhnya besar, mudah dikenali dengan panggilan Gus (di antaranya Gus Dur, Gus Solah, Gus Ipul). 

Sementara Kiai karir adalah orang biasa yang menimba ilmu tinggi Islam dari kiainya. Mereka yang sukses juga jadi panutan seperti KH Hasyim Muzadi (Alm). 

Walau mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, memang masih menyisakan pertanyaan mengapa parpol berbasis Islam selama ini selalu berada dipinggir, kalah dengan parpol nasionalis? 

Apakah banyaknya Islam abangan? Terlihat kini sibuknya upaya koalisi mengambil tokoh NU sebagai cawapres, bahkan Jenny Wahid pun ditarik untuk menarik Gusdurian mendukung paslon GAMA dan memperkuat pak Mahfud sebagai tokoh yang dekat dengan Gus Dur dan NU.

Apakah kini ada bacaan, kekhawatiran dari kubu nasionalis, dan keyakinan bahwa kaum santri akan bangkit? Karena itu kini dua paslon terlihat berusaha merebut suara santri agar paling tidak lolos ke putaran ke dua. 

Pada pilkada DKI momentumnya yang pas hingga muncul solidaritas Islam hingga Jakarta bergetar. Sebuah pertanyaan intelijen, paslon AMIN yang bersentuhan cukup dalam dengan konstituen Islam, apakah PKS dan PKB sebagai parpol pengusung bisa menyatu? 

Bila julukan moderat, tradisional, konservatif atau radikal dilebur menjadi satu dan dilupakan, yang ada dibenak konstituen hanya Islam, penulis perkirakan AMIN bisa menjadi besar bak bola salju. 

Ini yang sebaiknya diwaspadai oleh paslon Prabowo-Gibran pada putaran pertama, kini tertinggal satu langkah dari dua paslon lainnya dalam merebut suara Santri karena tanpa simbul ketokohan Islam. 

Memang hasil survey elektabilitas AMIN pada awal Oktober masih di bawah dua paslon lainnya, tetapi kini terlihat PKS lebih mendukung Gibran yang tidak punya sentuhan ke Santri menjadi Cawapres, dibandingkan Erick Thohir yang memiliki sentuhan ke Banser. Inilah strategi pernaimainan kartu Santri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun