Tujuh tahun yang lalu, 8 Juli 2016, Pray memosting quotes dari Jenderal Norman Schwarzkopf, Panglima pasukan AS dalam Perang Teluk 1991. dikatakannya bahwa:
"Kepemimpinan adalah kombinasi antara strategi dan karakter. Jika Anda harus melepaskan salah satunya, tinggalkanlah strategi dan tetaplah dengan karakter."
Quotes tersebut mengacu saat era kepemimpinannya dalam Perang Teluk, yang mana sang Jenderal dihadapkan dengan dinamika pertempuran yang sulit diselesaikan dengan strategi walau didukung oleh intelijen strategis.Â
Perbedaan kondisi medan tempur yang kental dipengaruhi budaya, norma setempat harus diputuskan di luar strategi yang diterapkan oleh para komandan lapangan.Â
Nah, kini di Indonesia, menuju ke pilpres 2024 bulan Februari, yang akan memilih pemimpin nasional. Dari persepsi intelijen, selain menilai karakter capres sebagai kunci, sifatnya juga akan memegang peran utama saat mengambil keputusan dalam memimpin bangsa dan negara dengan jumlah rakyat 273,52 juta ini.Â
Sifat seseorang adalah suatu objek yang tampak dan dapat diamati di antara kebiasaan atau tindakan yang selalu berulang. Sederhananya, sifat merupakan sesuatu yang melekat pada diri manusia sejak lahir (H. A. Muin Ghazali dan Hj. Nurseha Ghazali).Â
Berbeda dengan sifat, karakter adalah suatu hal yang dimiliki manusia dan diperoleh dari beragam faktor yang ada dalam lingkungannya. Karakter merupakan respons langsung yang dilakukan seseorang terhadap setiap stimulus yang datang dalam keadaan sadar (Dr. Indra Jaya, M.Pd).Â
Karakter ini tidak tercipta dalam waktu singkat tetapi tercipta dari suatu cara yang terulang-ulang menjadi sebuah kebiasaan.Â
Kebiasaan terulang menjadi sebuah tabiat dan tabiat yang terulang-ulang menjadi sebuah perilaku yang melahirkan sebuah budaya di mana gambaran budaya itulah yang disebut sebagai karakter.Â
Meskipun berbeda, baik sifat maupun karakter sama-sama termasuk hal yang sulit diubah dari diri seorang manusia.Â
Analisis dan KesimpulanÂ
Kini kita bisa menilai, bagaimana karakter dan sifat para calon pimpinan nasional (capres) Indonesia 2024.Â
Amati histori sifat dan karakternya, mana yang baik dan yang kurang baik. Mana yang kuat dan loyal serta mana yang lemah, sulit dan kurang berani mengambil keputusan.
Keberlangsungan pola serta program kepemimpinan nasional saat ini harus tetap berlangsung dan sebaiknya dilanjutkan.Â
Bila si pemimpin baru nanti tidak sepaham dengan pemimpin terdahulu, tidak melanjutkan program-programnya, kita bisa dan akan kembali ke titik awal, memulai yang baru sesuai dengan sifat, tabiat dan karakternya.Â
Risikonya akan fatal dalam menghadapi perkembangan geopolitik, geostrategi dan geoekonomi serta perebutan ruang hidup di dunia. Bukankah ruang gerak sudah ditata saat ini?
Kita sadar bahwa pilpres adalah sub-sistem dari politik secara utuh, banyak pernik dan kerawanannya, unik serta pragmatis.Â
Kalau kita keliru memilih, maka kita mungkin akan dipimpin orang kuat yang nekat atau orang lemah yang takut-takut dan ragu dalam mengambil keputusan atau orang yang sak maunya karena dipengaruhi lingkungannya.
Indonesia butuh pimpinan nasional yang karakter dan sifatnya baik serta berani. Mencintai bangsa dan negara ini sepenuh hatinya serta dekat dengan rakyatnya.
Semoga kita dapat pemimpin yang diayomi Gusti Allah dalam menuju cita-cita luhur, "gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerta raharja". Aamiin. Salam Pray Old Soldier.
Oleh: Marsda Pur Prayitno Ramelan (Pengamat Intelijen)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H