Sesuatu yang besar diawali dari yang kecil. Aksi teror Selasa (25/10/2022) di Istana, pelaku hanya seorang wanita bawa pistol rakitan. Ini jelas jaringan..bukan sekedar teror biasa atau lone wolf...Â
Perencana (handler) tahu efek beritanya akan besar, bisa membuat was-was yang mau hadir di Bali dlm G20 awal November 2022. Teror juga bertujuan menurunkan citra dan kepercayaan publik terhadap pemerintah.Â
Pelaku jelas disuruh, tetapi tidak terlatih. Penanganan anggota Polri dan Paspampres bagus tidak dieksekusi, sehingga pelaku tidak tidak menjadi martir.
Manusia tidak suka dengan sesuatu yang tidak jelas dan teror sebagai sarana intelijen penggalangan umumnya beroperasi di wilayah abu-abu dan hitam.Â
Teringat kasus Bom Bali-1 di Sari Club dua dekade yang lalu (Tanggal: 12 Oktober 2002) targetnya Barat, pelaku Al Qaeda dan Jamaah Islamiyah.
Nah, perhelatan G20 Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, 15-16 November 2022.
Terutama yang akan hadir para pemimpin negara-negara Barat yang kita ketahui sedang konflik keras dengan Rusia dalam perang di Ukraina. Ini titik rawan yang bisa menimbulkan pelbagai spekulasi, tugas berat Indonesia dan Pak Jokowi sebagai presidensi G20.
UUK intelijen, apakah ada infiltrasi teroris luar yang menyusup ke dalam negeri? Mengapa mendadak tak terduga ada wanita membawa pistol ke Istana Merdeka?
Jangan sepelekan indikasi dan fakta aksi teror sekecil apapun. Teror di masa lalu kita kesusupan dua teroris asal Malaysia, Dr Azhari dan Noordin M Top.Â
Gaung ini bisa besar dan juga merupakan upaya menunjukkan eksistensi dikalangan mereka tetap ada, selain memunculkan rasa takut yang spesifik.