Kedudukan Strategis BIN
Menurut Perpres No. 73 tahun 2020 kedudukan BIN tidak lagi di bawah kordinasi Menko Polhukam, sebelumnya menurut Perpres Nomor 43 tahun 2015, disebutkan Kemenkopolhukam mengordinasi BIN disamping tujuh institusi lainnya.Â
Ini berarti BIN mempunyai direct access ke Presiden terkait pelaksanaan tugas dan pelaporannya. Di satu sisi prinsip single client dalam intelijen terpenuhi, tetapi institusi ini yang informasinya bersifat rahasia ini tidak ada yang mengontrol.
Sejak nomenklatur lembaga Intelijen negara diubah menjadi Badan Intelijen Negara (BIN), lembaga ini dipimpin oleh:
- Letnan Jenderal TNI Arie J. Kumaat (1999 s.d. 2001)
- Jenderal TNI A.M. Hendropriyono (2001 s.d. 2004)
- Mayor Jenderal TNI Syamsir Siregar (8 Desember 2004 s.d. 22 Oktober 2009)
- Jenderal Polisi Sutanto (22 Oktober 2009 s.d. 19 Oktober 2011)
- Letnan Jenderal TNI Marciano Norman (19 Oktober 2011 s.d. 6 Juli 2015)
- Letnan Jenderal TNI Sutiyoso (6 Juli 2015 s.d. 9 September 2016)
- Jenderal Polisi Budi Gunawan (9 September 2016 s.d. sekarang)
Kesimpulan
Intelijen pada prinsipnya single client, semua produk terutama analisis intelijen hanya disampaikan kepada end user.Â
Tetapi di AS, US Director of National Intelligence, yang saat ini dijabat Avril Haines (sejak 21 Januari 2021) adalah pimpinan di komunitas intelijen AS, yang setiap pagi bertugas memberikan briefing intel kepada Presiden AS, Joe Biden di antaranya dari sumber laporan komunitas.Â
Oleh karena saat ini posisi BIN langsung di bawah Presiden RI maka pimpinan BIN yang akan datang bila akan di-reshuffle disarankan dipilih Perwira Tinggi dengan latar belakang intelijen strategis, serta memenuhi kriteria esensial dan tambahan, pemikirannya karena tidak ada lagi kontrol lembaga lain hasil produk intelijen BIN.
Tanpa back ground intelstrat, Kepala BIN yang dipilih akan memiliki keterbatasan, wawasan berpikir dan kesimpulan strategis dalam memberikan petunjuk intelijen kepada presiden sebagai end user.
Mungkin sebaiknya perlu dilakukan fit and propper test tertutup bagi para calon oleh beberapa pakar intelijen agar didapat calon yang kompeten dan mumpuni yang bisa berperan menjadi mata, telinga dan hidung pimpinan nasional secara tepat.Â
Si calon sudah dikenal presiden dan jelas rekam jejaknya serta benar-benar mumpuni dalam ilmu profesinya sebagai insan intelijen.Â