Kompor meleduk ini lagunya Bang Benyamin Sueb Alm, seorang penyanyi dan aktor asli Betawi. Alm. dengan Pray sama-sama anak Kemayoran, dahulu tinggalnya di sekitaran Bendungan Jago. Bang Ben lahir 5 Maret 1939, dan meninggal 5 September 1995 (umur 56).
Beliau dulu bersekolah di Sekolah Rakyat Bendungan Jago Jakarta (1946-1951). Babnya Pray, Alm.Ran Ramelan yang juga turunan Betawi (Ibu Jawa), tinggal di Bendungan Jago, sehingga Pray juga sama-sama pernah sekolah di SR yang sama (1954-1960).Â
Engkong Bang Ben ini Haji Ung, yang dahulu kenalan baik ayah Pray dan pernah sama-sama memprakarsai dan membuat jembatan sederhana untuk menyeberang kali item dinamakan hingga kini "Jembatan Jiung".
Kita mengenal Benjamin ini sosok yang unik dan Nyentrik. Dia rela membuat perumpamaan untuk dirinya sendiri, tergambar dari salah satu celetukannya yang populer, 'Muke kampung, rejeki kota'. Gaya gokil, cuek dan seadanya.
Benyamin mampu membuat analogi kekacauan seperti terjadinya kebakaran akibat Kompor Meleduk. Syair lagu yang dibuat:
"Jakarta kebanjiran, di Bogor angin ngamuk.
Rumeh ane kebakaran, Gara-gara kompor meleduk,
Ane jadi gemeteran. Wara-wiri keserimpet.
Rumah ane kebanjiran. Gara-gara got mampet
Ati-ati kompor mleduk
Ati ane jadi dagdigdug jatuh duduk.
Ayo-ayo bersihin got
Jangan takut badan blepot.Â
Coba elu jangan ribut Jangan pade kalang kabut."
Kompor Meleduk dan Current Affairs
Kalau mengingat syair lagu Bang Ben itu, kompor masa lalu itu dengan bahan bakar minyak tanah, pakai sumbu kain. Kadang kompor itu bisa meledak kalau perawatannya tidak baik.
Istilah kompor juga populer dalam bahasa anak Betawi, "ngomporin", "di komporin" yang punya arti memanas- manasi. Kalau orang terus dikomporin terlebih oleh mereka yang ahli, jago ngomporin ya lama-lama pikiran meleduk, bisa melakukan anarkis, ngerusak. Inilah yang disampaikan.
Apa current affair yang menonjol saat ini? Jelas yang paling utama masalah Covid19, ancaman virus SARS-CoV-2 saat ini masih sulit diatasi. Kebijakan terus dibuat, pelaksana diperkuat, diperbaharui.Â
Nah, tanggal 29 September, data kematian di dunia akibat Covid19 telah mencapai satu juta jiwa. Dari satu juta korban jiwa itu, 20,4 persen berasal dari Amerika Serikat (lebih dari 205.000 kematian). Selain AS dua negara dengan jumlah kematian ter banyak ialah Brasil dan India. Di Brasil mencapai hampir 143.000 jiwa (14.2 persen dari total kematian di dunia).Â
Total kematian akibat Covid-19 di India mencapai 97.500 jiwa (9,7 persen).
Namun, jika dilihat dari rasio kasus kematian (Case Fatality Rate/CFR), terdapat delapan negara yang memiliki CFR lebih dari rata-rata dunia C30). Case fatality rate merupakan rasio jumlah kematian akibat Covid-19 dibandingkan dengan kasus terkonfirmasi Covid-19.Â
Delapan negara ranking CFR itu ialah Meksiko (10,4 persen), Iran (5,7 persen). Pe rancis (5,5 persen), Spanyol (4,2 per sen). Peru (4 persen), Romania (3,8 persen). Indonesia (3,8 persen), dan Kolombia (3,1 persen).
Demo Omnibus Law dan Distorsi Informasi
Disahkannya Omnibus Law, Undang-Undang Cipta Kerja oleh DPR pada Senin 5 Oktober 2020 lalu, memicu penolakan dan kemudian terjadi aksi demo di berbagai daerah di Indonesia, hingga terjadi aksi anarIisme pada Kamis (8/10/2020).Â
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memang menyerukan anggotanya agar melakukan mogok nasional dan menggelar unjuk rasa menolak UU Ciptaker selama 5-8 Oktober 2020.
Massa buruh, mahasiswa, dan aktivis dari berbagai organisasi masyarakat sipil menggelar demonstrasi di sejumlah kota. Demonstrasi di jalanan maupun suara penolakan terhadap UU Ciptaker di media sosial sudah merebak sejak Senin, 5 Oktober lalu.Â
Di sini terlihat besarnya peran dan pengaruh medsos, distorsi informasi beredar di WA, terbentuklah luapan rasa jenuh, kesal dan rasa senasib kalangan grass root.
Aksi demo terjadi di beberapa kota diantaranya Semarang, Bandung, Banten, Malang, Surabaya, Bekasi, Yogya, Bengkulu, Medan, Kendari, Jember, Pekanbaru dan Jakarta. Sebagian aksi massa demonstran penolak UU Ciptaker berujung ricuh dan bentrok dengan aparat kepolisian.
Ada yang membakar dan merusak mobil polisi, fasilitas umum, merobohkan gerbang kantor pemerintahan dan melakukan penjarahan (Kantor ESDM).Â
Untuk membubarkan massa, polisi menggunakan gas air mata, water cannon dan sebagainya. Pasukan TNI diterjunkan membantu pengamanan. Kepolisian menangkap sejumlah perusuh yang diduga menyusup ke dalam gelombang aksi unjuk rasa. Para perusuh tersebut diduga berasal dari kelompok anarko.
"Hampir seribu yang kita amankan. Itu adalah anarko-anarko yang memang menungggangi teman-teman buruh melakukan unjuk rasa," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis, (8/10/2020).Â
Anarko-Sindikalis yang disebut Yusri itu dari data yang ada, memandang serikat buruh berpotensi sebagai kekuatan revolusioner untuk perubahan sosial, mengganti sistem Kapitalisme dan negara dengan sebuah masyarakat baru yang dikelola secara demokratis oleh kaum pekerja.
Sikap Tegas Pemerintah
Pada Kamis malam pemerintah yang diwakili Menkopolhukam Mahfud MD mengeluarkan pernyataan sikap menanggapi aksi-aksi demo anti UU Cipta Kerja. Turut mendampingi Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis, Kepala BIN Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan.
Menko Polhukam, Mahfud Md meminta semua elemen masyarakat untuk menjaga ketertiban dan keamanan. Sikap tegas pemerintah terlihat di antara 7 point (nomor 5...demi ketertiban dan keamanan maka pemerintah akan bersikap tegas atas aksi-aksi anarkis yang justru bertujuan untuk menciptakan kondisi rusuh dan ketakutan di dalam masyarakat).Â
Pada nomor tujuh ditekankan bahwa "Sekali lagi, pemerintah akan bersikap tegas dan melakukan proses hukum terhadap semua pelaku dan aktor yang menunggangi atas aksi-aksi anarkis yang sudah berbentuk tindakan .
Analisis
Pada saat ini, bangsa Indonesia masih berjuang menghadapi ancaman Covid19 yang belum dapat tertanggulangi. Secara banyaknya jumlah yang terinfeksi, Indonesia berada di peringkat 23 dunia, tetapi Case Fatality Rate Indonesia berada di peringkat enam. Angka-angka tesebut hingga awal Oktober masih terus bertambah.
Banyak negara yang gagal menjalankan langkah- langkah pengendalian. Ini memang bergantung pada sumber daya, kepemimpinan, dan kemauan politik yang membuat hampir semua orang menanggapi ancaman dengan serius.Â
Kondisi ini bakal lebih sulit dicapai ketika penyakit dipolitisasi, ketika pejabat pemerintah bereaksi lambat atau tidak konsisten (Presiden Jokowi pernah marah saat sidang kabibet).
Sementara, negara-negara yang sukses mengendalikan pandemi ini tidak hanya menjalankan satu atau dua strategi kunci. "Itu semua adalah satu ekosistem. Semuanya harus berjalan bersama" (Martha Nelson, US National Institutes of Health, New York Times, 28 September 2020).
Kondisi yang berlaku pada saat ini, seperti yang dikatakan Melissa Finucane, ilmuwan perilaku dan sosial senior di lembaga Rand Corpo ration, menjelaskan, manusia ber fokus pada ancaman terhadap dirinya sendiri atau kelompok terkecilnya.
Sementara saat pandemi berlangsung jumlah korban Covid-19 sangat banyak dan tersebar di seluruh dunia. Manusia yang pada dasarnya bukan analis statistik atau epidemiologis tak dapat menen tukan penilaian dan tindakan atas situasi yang sangat kompleks serta global seperti pandemi ini.Â
Ketidakpedulian dan kurangnya simpati yang berakibat pada ketidaktaatan akan bertambah apabila seseorang belum pernah mengalami secara langsung ke jadian yang sama atau hampir sama (Kompas).
Nah, kini yang menjadi masalah dan harus diselesaikan, dibutuhkan ketegasan maupun sosialisasi yang lebih tajam, mencari jalan keluar kesulitan ekonomi dan terlaksananya program politik (pilkada).Â
Omnibus Law Cipta Kerja, merupakan strategi penyelamatan perekonomian, dan pilkada adalah terlaksananya sistim demokrasi politik. Di sinilah dibutuhkan kepiawaian pemegang amanah dan aparat keamanan dalam menetralisir ancaman covid-19 dalam terciptanya klaster-klaster baru terkait dua hal pokok tadi.
"Way out" yang perlu dikerjakan adalah bagaimana masing-masing kementerian membuat protokol kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya. Tidak seperti saat ini protokol dibuat secara umum, pelaksanaannya diserahlan kepada para pelaksana di bawah.
Kesimpulan dan Saran
Demo penolakan UU Cipta Kerja tenggang waktunya selesai, KSPI menetapkan demo dan aksi mogok sntara tanggal 5-8 Oktober 2020. Demo yang puncaknya tanggal 8 kemarin berakhir agak ricuh di daerah dan ricuh berat di Jakarta, jelas dimainkan oleh handler (intelijen; pengendali) memainkan para anarko.Â
Para pelajar dan pengangguran yang dimainkan terbukti tidak mengerti tujuan berdemo. Kegiatan nampak jelas terstruktur, tujuannya memanfaatkan momentum psikologis penolakan Omnibus law, ujungnya menyerang presiden.
Dalam teori "Riot" yang merupakan konsep ilmu intelijen penggalangan, tujuannya melakukan pressure, menurunkan citra pemerintah dan mengganggu stabilitas. Badan Intelijen Negara dan Polri serta TNI nampaknya tidak akan terlalu sulit menemukan penyandang dana dan konseptor, karena residu tetap membekas.Â
Dari kasus kerusuhan tahun 2019, siapapun bisa diciduk, karena memainkan anarko mudah dibaca dan langsung lumpuh tidak terpengaruh pangkatnya setinggi apapun. Perusuh hanya ujung ranting, kalau batang pohon sudah ditangani, selesailah itu.
Penulis menyarankan, pemerintah harus tetap tegas dan berani dalam rangka menyelamatkan bangsa negara dan juga rakyat Indonesia. Keputusan sudah diambil, mohon tetap mewaspadai ancaman Covid19. Paralelkan baik Covid, upaya perbaikan ekonomi dan dinamika politik sesuai dengan pemikiran penulis "gunakan protokol kesehatan khusus", bukan yang umum.
Selamat bertugas Pak Presiden Jokowi, kompor mleduk mudah-mudahan tidak terjadi lagi, biasanya terjadi bila beberapa sumbunya kotor atau miring-miring. Mudah- mudahan tidak ada kompor gas meleduk. Semoga bermanfaat. Pray, Old Soldier.Â
Oleh: Prayitno Wongsodidjojo Ramelan, Pengamat Intelijen
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H