Beberapa hari terakhir, penulis mendapat message dari beberapa teman tentang adanya psychological operation, berita yang dinilai sebagai disinformasi kegiatan Presiden Jokowi dalam menangani Covid-19.Â
Penulis kemudian memelajari kasus tersebut, karena Psy Ops adalah sarana conditioning intelijen untuk tujuan cipta kondisi.
Media arus utama yang ada dimanapun hidup dari kepercayaan publik terhadap berita yang ditayangkan, branding yang terbentuk harus dijaga sebagai nilai yang paling mahal.Â
Masyarakat kini makin pintar, netizen tidak akan percaya sosmed begitu saja. Publik makin paham informasi di WAG bisa digelincirkan, dimanfaatkan untuk kepentingam pribadi, kelompok atau politik. Ada juga yang sengaja bikin kisruh, melempar hoaks.
Media arus utama (mainstream) terbagi menjadi kelompok-kelompok sesuai kepentingan masing-masing. Nah, yang kini muncul dan disanggah adalah berita kegiatan presiden ke Bekasi seakan dipelesetkan judulnya. Media tersebut kemudian melakukan koreksi tetapi berita sudah kadung menyebar di masyarakat. Muncul counter berupa meme-mene yang menyerang media tersebut.
Apa risikonya? Citra dan kepercayaan masyarakat akan menurun terhadap pembuat berita. Kasus yang penulis pelajari menyentuh media Detik yang branding-nya selama ini baik, dipercaya publik di tanah air untuk mencari berita.Â
Saat kejadian, Detik memberitakan kegiatan Presiden Jokowi yang bersama Panglima TNI dengan Kapolri serta Gubernur DKI meninjau kesiapan arus balik mudik, serta persiapan New Normal.
Detik.com memberitakan: Jokowi Pimpin Pembukaan Sejumlah Mal di Bekasi Siang Ini di Tengah Pandemi.Â
Setelah diprotes judulnya dikoreksi menjadi: Pemkot: Jokowi Siang Ini ke Bekasi dalam Rangka Pembukaan Mal.
Berita tersebut diluruskan oleh Pemkot Bekasi: Pemkot Bekasi Luruskan Soal Kunjungan Jokowi Cek Persiapan New Normal.
Sebetulnya kasus bisa saja terjadi karena kurang tajamnya akurasi pencari berita, yang berakibat munculnya tuduhan ini dan itu.Â