Warga Jabodetabek serta para pejabat pemerintah sangat terkejut dan terhenyak, tidak sempat berfikir jauh akan datangnya ancaman banjir pada malam tahun baru 2020.
Hujan kategori ekstrem diatas 150 mm mengguyur Jakarta dan sekitarnya di awal hari pertama 2020. Dari peta sebaran hujan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) Selasa, 31 Desember 2019 malam hingga 1 Januari 2020 pukul 07.00 WIB, curah hujan tertinggi di sekitar Bandara HalimPerdanakusuma hingga 377 milimeter per hari.
Banjir tetap mengepung Ibu Kota sampai Kamis, 2 Januari 2020, kemudian surut secara perlahan. Selain curah hujan yg tinggi, sumbangan air bah dari Bogor menambah tingginya banjir.
Demikian banyak daerah yg terendam, bahkan bak tsunami, di kawasan Perumahan Pondok Gede Permai, Bekasi air menyeret mobil dan sepeda motor, bertumpuk dan jelas rusak parah.
Selain Jakarta, banjir juga terjadi di Banten dan Jawa Barat. Jumlah korban banjir dan longsor yang melanda DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat bertambah.
Korban meninggal dunia tercatat per 4 Januari 2020, pukul 10.00 WIB menjadi 57 orang dan 1 orang hilang," kata Agus dari BNPB seperti dilansir dari Kompas.com.
Peran BMKG, BPNP, BUMN, TNI dan POLRI
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan seluruh kementerian/ lembaga melakukan rapat koordinasi (Rakor) terkait kejadian banjir yang menimpa beberapa wilayah di Jabodetabek. Sesuai perintah presiden agar instansi pemerintah dikordinasikan.
BNPB menggandeng kerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), serta aparatur TNI dan Polri guna memberikan bantuan terhadap masyarakat yang terkena dampak banjir.Â
Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto telah mengerahkan pasukan yang utama sesuai instruksi presiden penyelamatan warga, demikian juga aparat Polri.
TNI AU mendukung rekayasa menjatuhkan hujan di Selat Sunda bersama BPPT , hasilnya mulai terasa dua hari terakhir Sabtu dan Minggu (11 dan 12 Januari), walau ramalan ancaman hujan makin meluas.
Hingga tanggal 12 Januari 2020, BPPT serta TNI AU melakukan rekayasa, mengebom atau memecah awan sebelum mengancam Jabodetabek, awan dipecah, hujan dijatuhkan di laut.
Operasinya senyap, tidak terlihat kasat mata, tetapi membuyarkan beberapa ramalan bahwa Jakarta akan dilanda hujan lebat, petir dan banjir besar. Termasuk Kedutaan besar AS juga memberi warning warga negaranya tentang banjir tersebut juga gagal.
Kenyataannya udara dalam dua hari week end, Sabtu dan Minggu (11 dan 12 Januari) kemarin, masyarakat bisa beraktifitas menikmati liburan.
Nah, ini bukti apabila kita bisa melakukan tindakan preventif, maka ancaman bisa ternetralisir.
Kementrian Riset dan Teknologi (Kemenristek) bersama BPPT melalui Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BB-TMC) melaksanakan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sejak Jumat (3/1/2020) pagi.
Pada hari ketujuh penyemaian, petugas menggelontorkan garam melalui dua penerbangan dari pesawat CN-295 Skadron Udara 2, Lanud Halim Perdanakusuma.
Penerbangan pertama berangkat sekitar pukul 08.00 WIB dengan membawa 2,4 ton garam dan disemai di sekitar Selat Sunda.
Setelah mengitari barat Jabodetabek, pesawat kembali ke Lanud sekitar pukul 12.00 WIB. Kemudian CN-295 kembali diterbangkan sekitar pukul 14.39 WIB dengan bobot garam sama dengan penerbangan pertama.
Kadispen TNI AU Marsma TNI Fajar Adrianto menjelaskan, misi penyemaian garam kali ini adalah mencegat awan aktif yang melaju ke arah Jabodetabek.
Penghadangan awan aktif pun dilakukan di sekitar Selat Sunda. "Berdasarkan informasi BMKG tadi pagi, bahwa angin cenderung dari barat, sehingga kita mencegat awan-awan dari Selat Sunda, barat Jabodetabek, maupun dari Banten," ujar di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (9/1/2020).
CN-295 TNI AU sendiri memiliki 8 console atau tabung sebagai penampung garam yang disemai ke awan aktif. Setiap tabung, mampu menampung maksimal sekitar 300 kg garam.
Fajar mengatakan, upaya penyemaian garam yang dilakukan setiap hari diharapkan mampu menurunkan intensitas hujan di Jabodetabek.
"Harapannya ketika selesai dilakukan penyemaian ini, hujan akan jatuh di luar jabodetabek," katanya. Ternyata yang dilakukan itu terbukti berhasil dan sukses besar.
Dalam kasus banjir meneror masyarakat Jabodetabek, BMKG sebenarnya sudah meramal potensi hujan besar yang akan terjadi. Kabid Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Hary Tirto Djatmiko bulan Desember 2017 mengatakan, di awal tahun mendatang (2020) curah hujan akan tinggi.
Dari mulai Januari sampai Maret masih tinggi terutama untuk beberapa wilayah seperti di bagian selatan pulau Sumatera, pulau Jawa hingga NTT, Kalimantan bagian Tengah, Sulawesi dan Papua.
Hanya masyarakat Jabodetabek yang selama ini sudah terbiasa kebanjiran, sehingga mengacuhkan ancaman, ada beberapa daerah langganan kebanjiran.
Tidak sadar bahwa kini telah terjadi perubahan iklim, hujan ekstrem dan banjir besar tidak terkirakan bisa terjadi, meluas tak terkirakan.
Dengan kasus banjir awal Januari 2020, penduduk disadarkan agar mewaspadai teror air bah yang bisa menjadi tsunami mini, tetapi tetap mengerikan.
Banjir Mengontaminasi Politik
Presiden Jokowi mengatakan banjir besar yang terjadi di awal tahun 2020 disebabkan berbagai faktor. "Disebabkan kerusakan ekosistem, kerusakan ekologi yang ada. Tapi juga ada yang memang karena kesalahan kita buang sampah di mana-mana," tegasnya saat berada di Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis 2 Januari 2020.
Menurut Menteri PUPR, Basuki, normalisasi atau naturalisasi Ciliwung sama-sama berguna untuk mengatasi banjir di wilayah Jakarta dan sekitarnya."Yang penting itu buat saya mau naturalisasi, mau normalisasi dikerjakan gitu. Jangan enggak dikerjakan," ujarnya di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (3/1).
Pemerintah pusat, kata Basuki, berkomitmen mengerjakan konstruksi dan pelebaran sungai. Hanya saja, proses tersebut tak bisa dilakukan jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih belum membebaskan lahannya. "Tugas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membebaskan lahannya," katanya.
Sementara Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membantah pernyataan Presiden Joko Widodo, yang menyebut penyebab banjir adalah sampah.
Menurut Anies, penyebab banjir berbeda-beda tergantung wilayah. Anies lantas mencontohkan kawasan Bandara Halim Perdana Kusuma yang sempat tak berfungsi pada hari Rabu (1/1/2020) karena banjir.
Padahal, di bandara itu sampahnya hanya sedikit. Anies juga membantah pernyataan Menteri Basuki bahwa normalisasi tidak berfungsi menghadapi banjir bila tidak ada pengendalian dari daerah di Selatan Jakarta.
Mestinya pernyataan Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC) Bambang Hidayah diperhatikan, yang menjelaskan saat malam tahun baru hujan besar melanda Jakarta, sementara Bogor hujan kecil, banjir malam tahun baru murni karena hujan lebat di Jakarta.
Kondisi ini sekaligus menunjukkan bahwa ada persoalan pada antisipasi banjir di DKI Jakarta. Biang keroknya adalah kapasitas sungai-sungai di Jakarta yang tak lagi mampu menampung hujan lebat.
"Kami fokus pada penyelamatan warga, fokus pada evakuasi warga. Sesudah ini beres, lalu kami duduk kumpulkan data yang lengkap, berbicara objektif. Apa saja faktor berkontribusi," jelas Anies.
Kesimpulan
Rasanya kurang elok dalam kondisi banyak masyarakat yang menderita, kok Anies sebagai Gubernur DKI harus mendebat presiden. Pendapat pemerintah pusat (terutama presiden) sebaiknya disikapi saja dengan bijak, pasti ada benarnya.
Sebagai contoh kecil, penulis saat menjadi ketua RT selama lima tahun di komplek perumahan juga menemukan bahwa penduduk di sekitar kompleks tidak disiplin membuang sampah, karena mereka tidak mempunyai tempat pembuangan sampah. Akibatnya sungai kecil dijadikan pembuangan sampah.
Saat banjir melanda kompleks, setelah penulis teliti, demikian beragamnya sampah yang menyumbat saluran, heran ada kasur 'bodo'l, kursi bekas, kotak-kotak kayu dan terbanyak sampah plastik menyumbat saluran.
Nah, mungkin ini hanya contoh kecil, tetapi demikian adanya. Tentang banjir di Halim, penulis selama sepuluh tahun tinggal di Halim, memang betul di Bandara Halim pesawat tidak bisa take off karena intensitas curah tertinggi tercatat di Halim (hingga 377 milimeter per hari), karena itu landasan terendam.
Memang bukan soal sampah di situ, sayang Pak Gubernur menjawab sektoral, berbeda dengan yang dimaksud presiden, di sinilah dibutuhkan pemimpin yang bijak dan tidak asal menjawab, terlebih lagi Pak Jokowi pernah memimpin Jakarta.
Introspeksi lebih penting saat ini sepertinya, itupun kalau mau. Pemda DKI akan dibantu pusat mengatasi banjir, kan sebaiknya berterima kasih, bebaskan lahan sekitar kali, nanti sisanya pemerintah pusat yang membiayai.
Tanpa disadari debat tak berujung jelas merugikan sang Gubernur, karena banjir di Jakarta adalah tanggung jawabnya sebagai kepala daerah.
Diakui memang berat menjadi Gubernur DKI, tetapi lebih berat lagi kalau tidak jadi Gubernur. Anies menurut prediksi penulis cukup peluangnya untuk maju pada pilpres 2024, tetapi harap hati-hati, kepemimpinan Jakarta menjadi ukuran konstituen masyarakat Indonesia yang kini lebih melek informasi karena kemajuan smart phone.
Ayo pak Gubernur, jangan kalah sama Ahok greget di Jakarta, hanya mungkin butuh menaikkan nyalinya. Kalau pinter dan cerdas kan sudah, tinggal kecerdikan kalau mau maju nanti.
Kini semakin banyak situs di medsos yang menyerang Anies, bahkan muncul petisi di medsos (change.org) "Copot Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta!" sudah 215.400 orang hingga tanggal 4/1/2020 yang menanda tanganinya, ini semua karena sikapnya, memang bukan hanya orang Jakarta saja , itu sepertinya sudah beberapa lama.
Kemarin-kemarin, saat banjir awal tahun, orang yang sedang susah, harta benda rusak, jelas tidak suka kalau pemimpinnya berisik berdebat.
Tidak ada kebenaran yg hakiki kalau berdebat itu. Akhiri deh pak! Mari bersama-sama lebih fokus mengatasi banjir, solusinya sudah ada kok, rekayasa cuaca, selesaikan naturalisasi dan normalisasi sungai, selesaikan dua waduk yang dikatakan presiden (jaman dahulu ada sembilan waduk). Semoga bermanfaat dan lebih berfikir positif. (PRAY)
Penulis : Prayitno Wongsodidjojo Ramelan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H