Generasi Milenial kini viral dan menjadi target fokus kedua tim sukses paslon serta tokoh utamanya. Jokowi sebagai petahana dan Prabowo sebagai kompetitor menjelang pilpres 17 April 2019. Istilah tersebut berasal dari millennials yang diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa bukunya.
Pada pilpres 2019, jumlah generasi milenial ini disebut beberapa lembaga survei sebesar 34-40% dari total pemilih yang terdaftar, sumber Metro TV menyebut jumlah DPT sekitar 192.828.520 jiwa. Milenial adalah mereka yang berusia antara 17-35 tahun, sementara generasi X (36-55 tahun) dan generasi Baby Boomers (55 tahun ke atas).
Hasil penelitian Komunikasi Indonesia Indicator (KII) menunjukkan, prosentase generasi milenial yang berusia di bawah 18 tahun (4,6%), usia 18-25 tahun (40,1%), usia 26-35 tahun (40,2%).
Karakter generasi milenial ini umumnya melek informasi. Hidup mereka banyak dicurahkan untuk berselancar di dunia maya. Mereka terkoneksi satu sama lain melalui media sosial, baik Facebook, WhatsApp, Instagram, Twitter dan Line. "They trust each other", kata seorang peneliti.
Ada yang menarik dari penelitian KKI, Rustika Herlambang sebagai Direktur, teman Penulis, menyampaikan data di sebuah stasiun televisi bahwa generasi milenial hingga Januari 2019, yang mendukung Jokowi (15,94%), pendukung Prabowo (15,47%), swing voters (14%) dan silent voters (67,17%). Wow!
Ciri-ciri generasi milenial seperti yang ditulis di TribunNews, di antaranya, mereka lebih percaya konten dan informasi yang dibuat oleh perorangan. Komunikasi dua arah kini tidak lagi harus bertatap muka, interaksi dan komunikasi lewat text messaging atau juga chatting di dunia maya. Mereka tidak suka komunikasi satu arah, seperti iklan.
Mereka lebih suka membaca buku secara online karena tak mau repot atau menghabiskn waktu untuk pergi ke toko buku dan lebih memilih serta melihat sesuatu dengan gambar dan warna yang menarik. TV bukan lagi sebagai media utama, tapi internet yang sangat berperan dalam keberlangsungan hidup.
Google kini dianggap sebagai pusat pertimbangan dan pengambil keputusan mereka, bahkan dianggap keluarga. Mbah Google begitu disebutnya, dinilai sebagai adviser, dianggap mampu membantu mencari solusi.
Prami Rachmiadi, Chief Digital Content Officer dalam acara Global Entertainment and Media Outlook: 2017 -- 2021, menyebutkan, "Kaum millennial tidak akan pernah bisa lepas dari telepon genggam mereka karena perilaku yang terjadi di tengah masyarakat saat ini ialah harus menjadi orang paling ter-up-to-date." Di Indonesia tidak hanya milenial saja, mulai bayi hingga kakek-kakek dan nenek-nenek juga seperti itu, gadget mania.
Kesimpulan
Para konstituen dari generasi milenial masih memiliki potensi besar untuk didulang suaranya. Pendekatan kepada mereka harus dengan cara bagaimana mereka berinteraksi. KII yang menyampaikan silent voters 67,17 % menunjukkan banyak yang belum tersentuh, atau mungkin cara nyentuhnya keliru.
Mungkin yang penulis sampaikan di atas bermanfaat untuk dicermati. Kalau timses satu atau dua mau dukungan mereka, berselancarlah dan jadilah selebriti di dunia maya... be their friend, they will support you, trust me. Penulis bukan milenial, tapi teman-teman banyak yang lintas usia sehingga setuju dengan penelitian di atas.
Sebagai contoh, bukan seperti foto Penulis dengan gaya milenial gimana gitu, tapi berusaha jadi teman mereka dan dipercaya, itu lebih penting. Ingat deh di medsos jangan ngiklanin atau "kompanye" ups maaf maksudnya kampanye satu arah, Bro... mereka tidak suka... (PRAY)
Oleh: Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H