Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Prabowo Diuntungkan dengan Perusakan Bendera dan Baliho Demokrat

22 Desember 2018   22:05 Diperbarui: 23 Desember 2018   00:46 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera dan Spanduk Demokrat di Pekanbaru Dirusak Orang Tak Dikenal (Kompas .com)

Bendera Partai Demokrat dan baliho bergambar SBY dirusak parah, dirobek dan dibuang ke got di Kota Pekanbaru pada hari Sabtu (15/12/2018). Saat melakukan pengecekan di lapangan, mantan Presiden tersebut dengan suara bergetar, mata berkaca-kaca mengatakan, "Ini bukan perang saya. Yang bertarung itu Pak Jokowi dengan Pak Prabowo," katanya.

Saat kejadian, Pak SBY sedang mengadakan kunjungan ke Pekanbaru, di mana pada hari yang sama Presiden Jokowi juga mengadakan kunjungan ke Pekanbaru. Bendera dan baliho yang dirusak dipasang di antara bendera parpol pendukung petahana, tetapi yang dihancurkan hanya milik Partai Demokrat.

Masalah menjadi besar, karena Partai Demokrat tidak terima dengan perusakan yang disebutkan sistematis. SBY memerintahkan semua bendera dan baliho di Pekanbaru supaya diturunkan.

Menurut AHY saat wawancara di salah satu TV Swasta, perbuatan dilakukan oleh 35 orang dan satu tertangkap, ia mengatakan itu dilakukan oleh lawan politiknya tanpa menyebut partainya. AHY menegaskan Demokrat tetap pada posisi mendukung Prabowo.

Analisis

Dari kejadian tersebut, nampaknya SBY dengan pengurus Partai Demokrat geram dan sakit hati yang amat sangat, terlihat dari perintah menurunkan semua atribut Partai Demokrat di Pekanbaru.

Penjelasan AHY ada kecenderungan pemikiran, karena mereka di kubu Prabowo, masyarakat menerjemahkan yang melakukan pendukung capres nomor satu. Mereka, kata AHY, sudah menangkap, menginvestigasi dan menyerahkannya kepada Polri.

Nah, apa efek berantai dari kasus baliho tersebut? Kini yang beruntung adalah kubu pasangan nomor dua (Prabowo-Sandi). SBY diberitakan menjadi serius merapat ke Prabowo untuk mempersiapkan materi debat dan akan mendukung Prabowo penuh melawan Jokowi pada pilpres.

Selama ini terlihat SBY hanya mengarahkan kadernya dalam peraihan suara parpolnya. Tidak terlihat greget memberikan dukungan kepada Prabowo pada pilpres setelah AHY tidak menjadi cawapresnya. Perkembangan sikap SBY ini jangan dipandang ringan oleh kubu petahana. Soliditas Gerindra, PKS dan PAN kini makin kuat dengan tambahan energi Partai Demokrat.

SBY itu mantan presiden selama dua periode, dia paham bagaimana mengelola konstituen dan mengerti soal kondisi negara. Terlepas bagaimana penilaian orang terhadapnya, SBY sudah memutuskan dua ketum parpol makin solid bersatu.

Dari sudut pandang intelijen strategis, keduanya adalah patron yang mampu merebut gerbong para pemilih dengan pendekatan sembilan komponen intelstrat. SBY paham sekali mengelola hal ini.

PKN harus berhitung dengan jeli, memang kini suksesnya kinerja pak Jokowi masih mampu mempertahankan elektabilitasnya. Tapi masih ada waktu cukup, cipta kondisi dan rangkaian debat. SBY sangat paham di mana Prabowo harus menyerang titik rawan JKW.

Pertanyaannya, mampukah pasangan capres nomor satu bertahan dengan jawaban yang harusnya tiga kali lebih akurat dan mumpuni? Tahun 2004, SBY dengan elektabilitas yang jauh dibawah Megawati mampu mengelola psikologis konstituen dan akhirnya menumbangkan Mega.

Kesimpulannya, penulis melihat ancaman besar terhadap kredibilitas dan kapabilitas capres nomor satu, diawali bila gagal saat debat. Peta politik dalam beberapa waktu terakhir menunjukkan elektabilitas nomor satu masih di atas nomor dua. Kunci dan peta politik akan banyak ditentukan setelah acara debat.

Ada pepatah yang perlu diingat, karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Entah siapa yang menyemplungkan nila tersebut? Menurut penulis bisa berakibat fatal . (PRAY)

Marsda Pur. Prayitno Ramelan (Pengamat Intelijen)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun