Dari database Study of Terrorism and Responses to Terrorism, saat ini aliran pejuang dari luar ke Suriah dan Irak terur mengalir. Sejak 2011 hingga kini diperkirakan telah bergabung ke ISIS antara 25.000-30.000 pejuang dari 100 negara berbeda di Irak dan Suriah. Aliran asing pejuang masih tinggi dengan perkiraan menunjukkan bahwa lebih dari 7.000 anggota baru tiba di paruh pertama 2015. Data ini membuktikan bahwa daya tarik dari kelompok-kelompok jihad masih kuat.
Dari dua kasus serangan di negara besar sebelumnya apabila di teliti, orang awam akan mengatakan intelijen kecolongan, karena serangan besar terjadi dengan korban cukup banyak. Secara khusus, dari pengamatan intelijen, terjadinya serangan di Paris menurut penulis disebabkan karena aparat Perancis teledor. Yang dimaksud, mereka tidak memperkirakan dan tidak siap menghadapi serangan kejutan teror. Aparat dinilai lambat mengantisipasi sehingga korban jatuh cukup banyak. Dikatakan karena terkait dengan hambatan sistem hukum yang berlaku di Perancis. Untuk lengkapnya penulis membuat artikel dengan judul "Suksesnya Serangan Teror Mematikan di Paris Karena Perancis Teledor", (www.ramalanintelijen.net/?p=10123).
Demikian juga dengan serangan teror Bernardino AS, sepertinya aparat intelijen AS yang demikian canggih gagal mendeteksi dan gagal mengantisipasi sehingga pelaku bebas melakukan serangan. Penulis menyusun analisis terkait teror California, baca, "Intelijen AS Tidak Mampu Membaca Serangan Lone Wolf, Teror Bernardino Bukti Nyata" (www.ramalanintelijen.net/?=10215). Dengan demikian maka dari dua kasus teror tersebut, menunjukkan bahwa memang serangan teror, khususnya serigala tunggal yang terencana dengan matang mampu mengecoh deteksi aparat kontra intelijen. Kelebihan aksi teror, karena mereka memegang inisiatif dan siap mati dengan keyakinan berjihad dan mati syahid.
Nah, khusus untuk teror di Thamrin itu, penulis melihatnya lebih kepada pembuktian kemampuan sel ISIS dalam menyampaikan pesan eksistensinya di Indonesia. Motif aksi di Thamrin selain menyampaikan pesan eksistensi, juga menurut istilah pelaku teror sebagai bentuk amaliah jihad, dgn tujuan sebagai bentuk Irhab (membuat suasana teror / menebar rasa takut bagi mereka yang dianggap musuh).
[caption caption="Dalam Rapat terbatas membahas revisi UU Nomor:15/2015 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Presiden Jokowi menekankan perkuat sinergi instansi intel dan hilangkan egosentrisme (Foto : beritasatu)"]
Â
Presiden Jokowi rupanya faham bahwa ada yang perlu disempurnakan dalam penanganan ancaman terorisme, khususnya mengenai Undang-Undang pemberantasan Terorisme Nomor : 15/2003 yang kini sedang dipelajari beberapa instansi terkait dan akan dilakukan revisi. Selain itu, presiden juga melihat nampaknya kontra intel dalam menangani teror kurang terkordinasi. Oleh karena itu Presiden Jokowi menegaskan perlunya di perkuat sinergi diantara institusi intelijen. Bahkan, ditekankannya agar egosentrisme dihilangkan. Inilah celah rawan yang ada di institusi counter terrorism Indonesia. Maka disitulah mereka memanfaatkan celah tersebut.
Terkait dengan serangan di Thamrin, media ISIS menyatakan serangan di kafe Starbucks dan pos polisi di Jakarta Pusat, dilakukan oleh apa yang mereka sebut 'tentara Khalifah'. Mereka juga mengatakan menempatkan sejumlah bahan peledak, yang rencananya akan diledakkan bersamaan dengan empat milisi yang membawa senjata ringan dan rompi bom. ISIS mengatakan sasaran mereka adalah 'warga koalisi negara-negara yang memerangi' mereka. Dengan demikian jelas bahwa Barat kini kembali akan menjadi target teror di Indonesia, baik simbol-simbolnya, instansi maupun warganya.
[caption caption="Ingat, seseorang tanpa pendidikan yang berarti dapat melakukan aksi teror spektakuler dan bahkan menyebabkan goyahnya stabilitas keamanan sebuah negara (Foto : beritasatu)"]
Â