Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menghadapi Aksi Teror ISIS, Intelijen Kecolongan?

23 Januari 2016   06:50 Diperbarui: 23 Januari 2016   10:00 1016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Analisis

 

Dari tiga kasus serangan, terlihat peta serangan dengan tenggang waktu satu bulan, 13 November 2015 di Paris, Perancis, 2 Desember 2015 di California AS, dan 14 Januari 2016 di Jakarta Indonesia. Dalam ketiga kasus, penulis lebih cenderung mengatakan bahwa aksi teror di tiga negara lebih kepada upaya sebagai sebuah pesan untuk menunjukkan eksistensi ISIS di negara lain, jauh dari pusatnya di Suriah.

[caption caption="Setelah terjadinya teror di Paris saat diundang menjadi Nara Sumber di CNN Indonesia, Penulis menyatakan yang berbahaya dari aksi teror di Paris itu akan menginspirasi dan memotivasi sel teror ISIS di negara lain (Foto : koleksi pribadi)"]

[/caption]

Sebenarnya selain tiga kasus tersebut, terdapat juga aksi teror bom dengan korban cukup banyak, seperti bom bunuh diri di Ibukota Turki Ankara (10/10/2015) yang menewaskan hampir 100 jiwa, serta di Istambul, juga di Irak dan Yaman. Tiga kasus teror di Perancis, AS dan Indonesia menurut penulis mempunyai nilai tersendiri terkait dengan tuduhan intelijen yang kecolongan, disamping modus operandinya mirip.

Nampaknya fatwa dari Amir ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi agar simpatisan ISIS dengan teori musuh jauh mulai terlaksana. Terlepas bahwa serangan adalah sel langsung dibawah kodal (komando dan kendali) dari Suriah ataupun merupakan bentuk serangan lone wolf simpatisannya, Baghdadi mampu membuktikan dia berhasil mengorganisir teror jauh ke garis belakang negara sasaran.

Diketahui bahwa ISIS dalam dua bulan terakhir mengalami tekanan berat baik dari negara koalisi pimpinan AS maupun dari Irak, serta Rusia. Beberapa sumber minyak yang dikuasainya telah dihancurkan oleh serangan udara, pusat kodal dan keuangannya juga diserang. Titik terlemah ISIS adalah tidak memiliki kemampuan pertahanan serta kekuatan udara. Karena itu mereka mudah didikte oleh serangan udara dengan teknologi mutakhir.

[caption caption="Serangan teror muncul dari "Niat, Kesempatan dan Kapabilitas". Menurut penulis, mereka harus tetap di monitor dengan ketat, bisa jadi sarana proxy war yg ngacak-ngacak (Foto: koleksi pribadi)"]

[/caption]

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun