Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pemerintah Perlu Mewaspadai Kasus Tolikara

22 Juli 2015   05:42 Diperbarui: 22 Juli 2015   05:42 8369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Analisis

Dari fakta-fakta tersebut diatas, nampaknya ada sebuah kepekaan yang terasa kurang tajam dikalangan aparat keamanan dan intelijen. Masalah penyerangan kegiatan ibadah umat muslim adalah masalah prinsip yang bisa mengundang reaksi keras dan berbahaya dari umat muslim lainnya. Sejak dahulu, intelijen selalu mewaspadai apabila muncul indikasi SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan). Terlebih kini kasus menyentuh kegiatan puncak ibadah bulan Ramadhan yaitu sholat Ied. Para kaum muslim di belahan lain bergembira dan berbahagia, saling memaaf-maafkan, kini justru terjadi penyerangan jamaah saat shalat Ied dan ditambah dibakarnya Mushola (banyak diberitakan mesjid) yang dipercayai sebagai rumah suci (Allah).

Disini dibutuhkan segera langkah cepat aparat keamanan serta intelijen untuk menetralisir rasa kebencian antara agama. Di dunia internasional beberapa kasus seperti penembakan Charlie Hebdo di Perancis, penembakan di Texas dan kasus di Lindt Cafe terkait dengan agama, yaitu penghinaan Nabi Muhammad. Penulis melihat apabila pemerintah tidak segera melakukan langkah penenteraman dan mengambil sikap tegas terhadap para pelaku, maka bisa dimungkinkan muncul aksi pembalasan di daerah lain.

Masyarakat di Indonesia pernah mengalami konflik agama berkepanjangan di Ambon dan Poso misalnya, cukup lama aparat keamanan menyelesaikannya setelah banyaknya korban jatuh. Selain itu kini terdapat beberapa kelompok garis keras Islam yang menghujat pembakaran mesjid Karubaga tersebut. Sebagai contoh FPI sudah menyebarkan seruan menuntut agar pemerintah bertindak tegas, para pelaku segera ditangkap. Imam besarnya Habib Rizieq mengisyaratkan Laskar FPI Siaga-I untuk membalas dendam ke Tolikara.

Penyelesaian kasus tidak cukup dengan komentar dan tanggapan pejabat pemerintah dengan santai agar meningkatkan toleransi beragama, tetapi langkah yang lebih konkrit dibutuhkan. Perlu diingat bahwa kelompok teroris, JAT ataupun ISIS misalnya bisa memanfaatkan momentum seperti ini, karena aksi mereka bisa saja di dukung umat Islam lain yang merasakan dendam. Pemerintah supaya berhati-hati terhadap kemungkinan aksi lone wolf, yaitu mereka yang tidak terkait dengan teroris tetapi mau melakukan aksi teror perorangan karena meradikalisasi dirinya sendiri. Hal ini telah terjadi dalam kasus teror di Amerika, Perancis, Tunisia, Kuwait dan Australia. Beberapa kasus di Timur Tengah antara Islam Sunni dengan Syiah saja sudah menyebabkan jatuhnya korban sangat banyak, terlebih ini kasus antar umat agama lain jelas jauh lebih berbahaya.

Kesimpulannya, sudah cukup para pejabat bersantai, berlibur dan bersilaturahmi. Kini ada sebuah percikan berbahaya dari Papua yang harus segera ditangani. Jelas dalam penerapan Pancasila dan berdemokrasi masyarakat kalangan bawah belum memahaminya dengan betul. Mereka hanya bersikukuh dengan apa yang dipercayainya dari tokoh-tokoh agamanya masing-masing. Ini adalah tugas pemerintah beserta partai politik. Tanpa adanya pendidikan dan pemahaman politik terhadap perkembangan jaman, maka kita akan terbelit dengan konflik-konflik pada tingkat grass root. Format damai dalam kehidupan beragama perlu kembali diterapkan.

Perlu langkah cepat, antisipatif mengingat pada akhir tahun 2015 kita akan melaksanakan pilkada serentak. Papua menurut penulis adalah wilayah atau trouble spot yang perlu di "inteli" dengan ketat. Artinya dimonitor karena mudahnya mereka diprovokasi. Rendahnya pendidikan di sebuah daerah akan sangat mudah memicu militansi radikal yang tidak peduli dan mau melakukan aksi kekerasan. Kasus ini bisa saja disebut sebagai keteledoran dan kurang peduli terhadap informasi, kalau informasi intelijen rasanya juga belum.

Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Analis Intelijen www.ramalanintelijen.net

Artikel Terkait :

-Pilkada Papua Selalu Kisruh, Perlu Ditemukan Solusinya, http://ramalanintelijen.net/?p=4599

-Saling Bunuh Di Papua, 17 Tewas, http://ramalanintelijen.net/?p=3264

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun