Sasaranya adalah kredibilitas. Bagaimana dengan langkah terorisme di Indonesia? Dari beberapa serangan teror baik pengeboman maupun penembakan, yang terbaca, target serangan telah mengalami beberapa perubahan.Â
Dari semua serangan, ada yang mereka hindari, yaitu target publik/masyarakat. Tempat berkumpulnya masyarakat (mall misalnya) mereka hindari, itulah faktanya.Â
Mereka selama ini hanya menyerang target spesifik, seperti bom Bali, disimpulkan targetnya orang asing (AS, Australia dan lainnya), JW Marriott juga target simbol AS, Kedubes Australia jelas khas.Â
Kemudian Pengeboman masjid Polres Cirebon adalah targetnya polisi, Gereja Bethel Solo adalah khas gereja, beberapa pos polisi dan anggota yang mereka bunuh jelas target spesifik polisi.Â
Jadi kelompok teroris ini menghindari konflik langsung dengan masyarakat, menghindari dijadikan musuh bersama oleh masyarakat. Wilayah medan tempur mereka hanya dengan polisi. Entah karena dendam ataupun memang dirancang, mereka menyasar polisi, menurunkan kredibilitasnya dan kini lebih menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap polisi, itulah yang bisa disimpulkan.Â
Gangguan keamanan terjadi, tetapi mereka masih bisa bersembunyi di ruang masyarakat. Kalau polisi sebagai pengayom dan pelindung masyarakat sendiri sudah khawatir terhadap keamanan dirinya, bagaimana dengan keamanan masyarakat? Jadi efek taktisnya adalah menimbulkan rasa takut dikalangan polisi.Â
Turunnya kredibilitas polisi akan bisa berakibat dan mempunyai efek strategis yang lebih luas di era kebebasan masa kini. Yaitu klrisis kepercayaan. Jadi sebaiknya langkah teror tidak perlu disikapi dengan secara berlebihan.Â
Tingkat kesulitan aparat jelas lebih tinggi. Polisi terbuka dan tersebar, mudah dikenali, sementara pelaku teror tertutup/tersamar. Yang jelas karena terorisme adalah bagian ilmu dari salah satu fungsi intelijen, maka intelijen aparatlah yang benar-benar harus diperkuat.Â
Alkisah, dalam sebuah operasi masa lalu di Gunung Matabian, Timtim, satu batalyon pasukan TNI dijepit Fretilin disebuah lembah. Dalam kontak senjata, korban terus berjatuhan, semua komandan terus menyemangati anak buahnya, "jangan takut, hajar terus."Â
Dengan penguatan mental, ketegaran para komandan, akhirnya musuh dipukul mundur. Rahasianya suksesnya adalah bagaimana Dan Yon dan para Dan Kie mampu mempertahankan mental anak buahnya.Â
Begitu mental jatuh, rasa takut menghebat, maka dipastikan korban dikalangan TNI akan semakin banyak. Menembakpun mereka tidak akan mampu, hanya gemetar dan bersembunyi.Â