Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

"Conditioning Operation" terhadap Golkar

11 Desember 2014   14:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:32 1281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_340654" align="aligncenter" width="560" caption="Agung Laksono dan Aburizal Bakrie (foto : kupang.tribunnews.com)"][/caption]

Analis intelijen selalu mempunyai tugas dari user atau principle agent untuk menjawab pertanyaan dari informasi yang sudah diolah menjadi bahan yang bernama intelijen. Yang harus dijawab adalah kata 'me' singkatan dari 'mengapa'. Ini bagian paling sulit, karena sebuah informasi tentang siapa, apa, bilamana, di mana dan bagaimana itu merupakan informasi mentah yang dalam setiap kejadian bisa dikumpulkan dari sumber terbuka atau ditambah tertutup.

Nah, dalam waktu yang singkat, karena nilai informasi akan turun setiap hari sekitar 20 persen, maka si analis harus mendapatkan informasi, mengonfirmasi, mengolah, menilai sumber serta isi, sehingga bisa didapatkan arah yang tepat dan tidak terjadi bias. Dalam lima hari sebuah informasi bisa tidak ada artinya bila tidak dijawab.

Dalam peristiwa politik beberapa waktu terakhir ini, peristiwa yang menonjol adalah pecahnya Partai Golkar, antara kubu Ketua Umum Golkar, ARB (Aburizal Bakrie) dengan kubu Wakil Ketua Umum Golkar, Agung Laksono. Timbul pertanyaan, mengapa parpol yang paling senior, besar dan mapan ini bisa pecah justru disebabkan ulah dua pimpinan puncak? Tidak main-main, dalam Munas kubu ARB yang didukung DPD lengkap  dalam Munas di Bali antara 30 November-4 Desember 2014  pesertanya sekitar 2.000 orang. Secara aklamasi ARB dipilih kembali menjadi ketua umum Golkar hingga 2019.

Dalam sambutannya, ARB menjelaskan posisinya serta posisi politik dari kubu Agung. ARB  meminta Agung Laksono Cs untuk kembali bergabung ke Partai Golkar. Dikatakannya, “Saya minta mereka kembali ke bawah beringin yang teduh. Itu adalah sebuah kudeta yang bersifat inkonstitusional. Itu tidak berpijak pada aturan partai. Kebijakan partai tidak bisa dilakukan dengan segelintir orang dengan unsur intimdasi, premanisme, dan kekerasan."

Ia juga menyesalkan sikap Mantan Ketua AMPG, Yorrys Raweyai yang menunjukkan sikap destruktif sehingga menimbulkan kerugian besar bagi partai. ARB juga menegaskan bahwa Golkar akan tetap bergabung dengan Koalisi Merah Putih bersama-sama kubu Prabowo Subianto. Menyikapi hasil Munas kubu ARB, Agung Laksono kemudian memajukan Munas tandingan yang rencana awalnya akan dilaksanakan pada Januari 2015. Munas dilaksanakan sejak 6 Desember 2014 di Hotel Mercure Ancol, Jakarta. Yorris Raweyai dipercaya sebagai ketua pelaksana. Yorrys  mengklaim Munas di Ancol memenuhi syarat kuorum karena diikuti oleh 384 peserta pemegang suara sah.

Munas di Hotel Mercure dibuka tepat pukul 21.09 WIB oleh Ketua Presidium Penyelamat Partai Golkar, Agung Laksono. Hadir di lokasi Munas, tokoh-tokoh Golkar dari lintas generasi, di antaranya Fahmi Idris, Andi Matalatta, Agung Laksono, Agus Gumiwang Kartasasmita, Agun Gunandjar, Yorrys Raweyai, Laurence Siburian, Zainudin Amali dan Priyo Budi Santoso. Agenda Munas di Ancol adalah pemilihan ketua umum Golkar, dan penyusunan program kerja lima tahun ke depan. Munas berlangsung sampai Minggu (7/12/2014).

Agung Laksono seperti diperkirakan kemudian terpilih menjadi ketua umum dari versi Presidium Penyelamat Golkar, mengalahkan Priyo serta Agus Gumiwang. Analisis Beberapa pihak menyatakan heran, mengapa setelah pemilu dan pilpres, justru Golkar kemudian pecah? Yang jelas mudah menyimpulkan bahwa langkah kubu Agung Laksono menggelar Munas tandingan di Ancol adalah sebagai bentuk perlawanan sejumlah kader Golkar terhadap ARB. Mengapa mereka berontak? Itulah pertanyaannya.

Dalam sebuah partai politik, yang penulis tahu dan pelajari dari Almarhum Matori Abdul Djalil, tidak ada yang namanya kesetiaan penuh terhadap seorang pemimpin partai. Bagi mereka yang bergelut di parpol harus terus waspada, karena kepentingan seseorang atau kelompok biasanya jauh lebih besar dibandingkan kepentingan parpol itu sendiri. Mereka bisa tetap bersatu selama kepentingannya sama, tetapi begitu kepentingan agak berbeda sedikit saja, mereka bisa menjadi lawan dan bahkan menjadi musuh yang berseteru. Nah, inilah yang kini terjadi di Golkar.

Apabila kita pelajari, sebenarnya konflik yang terjadi bukan antara ARB dan Agung belaka. Di belakang itu yang jauh lebih luas antara KIH dengan KMP, antara eksekutif dengan legislatif, ada juga yang mengatakan antara ARB dengan Surya Paloh. Tetapi nampaknya dari beberapa pernyataan Agung Laksono, kubunya tidak suka Golkar tetap bergabung dengan KMP, dia serta kader Presidium Penyelamat Golkar akan membawa suara Golkar bergabung dengan KIH mendukung pemerintah. Pertanyaannya, apakah ini ide murni Agung Cs? Nampaknya juga tidak.

Dari beberapa kejadian atau prosesi politik, nampak sekali aliran dukungan beberapa pejabat pemerintah yang lebih pro ke kubu Agung. Suara Golkar yang 91 kursi sangat diperlukan oleh KIH untuk mengamankan pemerintah agar tercapai mayoritas di DPR. Tanpa itu, maka pemerintah akan sulit bergerak bebas. Presiden Jokowi walaupun demikian bersemangat kerja, tetap saja terkunci dengan sistem yang terbentuk di DPR. Sikap politik kubu Agung CS sangat jelas. Agus Gumiwang Kartasasmita calon Ketua Umum yang kalah mengatakan, salah satu keputusan Munas Ancol adalah membubarkan Koalisi Merah Putih (KMP). Golkar, kata dia, mendukung pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. "Hasil Munas ini salah satu keputusannya membubarkan KMP. Karena jika Golkar keluar, maka sudah tidak ada lagi kekuatan dari KMP. Munas ini akan mendukung rencana pemerintah," kata Agus Gumiwang di Ancol, Sabtu (7/12/2014), seperti dikutip Antara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun