Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Hilangnya Air Asia QZ 8501 dari Sudut Pandang Intelijen

30 Desember 2014   18:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:10 2828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada saat kejadian yang menimpa pesawat Malaysia Airlines MH370 yang masih raib hingga kini serta MH17 yang hencur berkeping-keping akbibat ditembak misile di wilayah konflik di Ukraina, penulis melihatnya sebagai dua kasus yang terindikasi sebagai sebuah serangan. Serangan teror dua kasus tersebut bisa ditujukan kepada operator (MAS atau Malaysia sebagai sebuah negara) atau bisa juga terhadap pabrik Boeing serta AS sebagai negara asal. Pada awal penulis mengulas kemungkinan ancaman Al-Qaeda dengan dasar fatwa Al-Zawahiri untuk menyerang AS.

MH370 hingga ini belum ditemukan, dari beberapa analisis yang penulis buat, dan bahkan sejak awal kejadian, terjadi tindakan penguasaan pesawat dengan tujuan menghilangkan MH370 ke suatu tempat di Samudera Hindia. Intinya pelaku (kemungkinan besar captain Pilotnya sendiri) bisa melakukannya sebagai 'lone wolf' atau merupakan agent action yang dibina sebuah jaringan intelijen untuk aksi teror. Saat itu penulis menyimpulkan bahwa itu bisa merupakan sebuah serangan  awal.

Empat bulan berselang, terjadi misteri ditembaknya dengan misil terhadap  pesawat serupa,  Boeing777-200ER Malaysia Airlines di wilayah Ukraina. Makin kental bau aksi serangan teror berupa tekanan psikologis terhadap MAS sebagai operator. Tidak ada analisis bahwa dua kasus tersebut mempengaruhi pabrik Boeing, yang terbaca dalam analisis intelijen adalah Malaysia sebagai target utama terpilih (Penulis menulis analisis beberapa kasus terkait serangan yang terjadi, periksa artikel terkait).

Kini terjadi kasus hilangnya kembali pesawat Air Asia Indonesia QZ8501 dalam penerbangan Juanda-Changi. Apakah kasus ini terkait dengan dua peristiwa MH370 dan MH17? Jarak kecelakaan kasus MH370 dengan MH17 empat bulan, dan jarak kasus MH17 dengan QZ8501 sekitar lima bulan. Mari kita bahas kemungkinan-kemungkinannya.

Kasus QZ8501 apabila dicermati, crusial point-nya terjadi hanya dalam dua menit, antara pukul 06.16 s/d 06.18 WIB. Saat pesawat menghilang dari radar, kejadiannya sangat pendek dan mendadak. Apakah pesawat secanggih Air Bus 320-200 yang relatif muda dan baru, diterbangkan oleh Captain Pilot Iriyanto (pilot senior dengan total jam terbang 20.357 jam) akan langsung menyerah dan runtuh menghadapi bad weather, CB sekalipun. Iriyanto  menurut penulis jelas  tidak akan mengambil resiko sekecilpun dalam menghadapi CB yang selalu disebut sebagai penyebab bencana, dia pasti faham bagaimana harus bertindak dan memutuskan.

Sebelum terbang dalam membuat flight plan, jelas pilot telah mendapat briefing weather on route, jadi dia faham kondisi yang dihadapi. Oleh karena itu penulis menyarankan dilakukan penelusuran dari sisi tehnis baik yang menyangkut khususnya serangan teror. Memang sesuai aturan sebuah kecelakaan harus dilihat dari masalah tehnis, cuaca dan human error.


Contoh Human Error terkait Bad Weather

Kasus human error dalam menghadapi bad weather (Intertropical Convergence Zone) pernah terjadi dalam penerbangan Air France Flight AF-447 yang jatuh di Samudera Atlantik pada bulan Juli 2009 dalam penerbangan dari Rio de Janeiro ke Paris menyebabkan 228 penumpang meninggal dunia. Lima hari setelah kecelakaan, tim Rescue menemukan debris baik mayat manusia maupun pecahan pesawat.  Dari rekaman black box yang ditemukan dua tahun kemudian, terungkap penyebab utama kecelakaan.

BEA (Biro d'Enquêtes et d'Analisis), atau otoritas keselamatan penerbangan Perancis, telah merilis sebuah laporan setebal 365-halaman penyelidikan yudisial bahwa 'kapten telah gagal dalam tugasnya dan tidak mampu mengarahkan co pilot dalam bertindak tepat'. Hakim Prancis kemudian memulai penyelidikan kriminal Air France dan Airbus untuk dugaan pembunuhan. Pesawat saat menghadapi badai, menurut data black box diterbangkan oleh Co-pilot Pierre-Cedric Bonin  (2.900 jam terbang) dan David Robert (6.500 jam terbang), sementara captain pilot Marc  Dubois (58 th) ini (11.000 jam terbang) sebelumnya menyatakan mengantuk dan kemudian tidur

Menjelang terjadinya kecelakaan,  Captain Dubois dibangunkan, tetapi Copilot Bonin dan Robert yang panik tidak mampu menjelaskan masalah. Sebuah analisis rinci dari dua perekam di black box  pesawat, menjelaskan bahwa sensor kecepatan udara tidak berfungsi mungkin karena   membeku. Dubois yang kemudian mencoba mengendalikan pesawat tidak mampu mengatasi kondisi emergency pesawat yang stall menukik ke laut dan akhirnya hancur setelah menghantam laut. Resiko yang harus dipikul oleh Air France jelas akan sangat besar dalam membayar kompensasi tersebut, terlebih apabila pengadilan memutuskan kasus sebagai sebuah pembunuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun