Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Awasi Kemungkinan Sabotase Pesawat Pengangkut Chan dan Sukumaran

1 Maret 2015   15:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:19 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Ilustrasi Pesawat Terbakar (foto : youtube.com)

Keputusan bulat Pemerintah Indonesia yang akan melakukan eksekusi mati terhadap gembong narkoba, walau sempat ditunda, tetap akan dilaksanakan. Alasan penundaan disebutkan hanya karena masalah teknis di Nusakambangan. Kesepuluh orang tadi akan dipindahkan menjadi satu ke Lapas Nusakambangan. Jaksa Agung Prasetyo menegaskan di Istana, Rabu (25/2/2015), bahwa  sepuluh narapidana akan dihukum mati di Nusakambangan.

Pemberitaan eksekusi mati itu kini memang agak tertutup dengan berita maraknya begal dan berita perseteruan antara Gubernur DKI Jakarta Ahok (Basuki Tjahaya Purnama) dengan DPRD DKI Jakarta soal APBD 2015. Soal eksekusi mati ini harus tetap diwaspadai, karena mempunyai dampak internasional yang mengganggu.

Dari 10 calon yang akan ditembak mati, terdapat 9 orang berasal dari negara lain. Daftar tunggu ditembak tersebut adalah; Mary Jane Fiesta Veloso (WN Filipina), Myuran Sukumaran alias Mark (WN Australia), Serge Areski Atlaoui (WN Perancis), Martin Anderson alias Belo (WN Ghana), Zainal Abidin (WN Indonesia), Raheem Agbaje Salami (WN Spanyol), Rodrigo Gularte (WN Brasil), Andrew Chan (WN Australia), Silvester Obiekwe Nwolise (WN Nigeria) dan Okwudili Oyatanze (WN Nigeria).

Kasus ini kalau diukur sebenarnya sederhana, ada penyelundup (gembong narkoba) tertangkap di wilayah Indonesia, terkena hukum Indonesia dan divonis  mati. Seharusnya selesai hingga disitu. Tetapi mengapa dua negara sahabat Indonesia kini memperjuangkan keselamatan gembong narkoba tadi mati-matian? Maksudnya agar tidak dihukum mati? Negara yang "ngeyel" dengan segala cara atau usahanya  tadi hanyalah Australia dan Brasil.

Dari sembilan WN asing yang berasal  dari tujuh negara, enam diantaranya kini sudah berada di Lapas Nusakambangan, dua berada di Bojonegoro dan dua masih berada di Lapas Kerobokan Bali. Nampaknya eksekusi akan dilakukan pasti terhadap sembilan terpidana mati, karena Rodrigo Gularte (Brasil) batal dihukum mati disebabkan mengalami gangguan jiwa. Kasus ini oleh Brasil dinilai penting, dimana  Presiden Brasil Dilma Rousseff mengambil resiko, bisa  terganggunya hubungan diplomatik dan dagangnya dengan Indonesia.

Rousseff menunda acara penyerahan surat kepercayaan yang akan diserahkan oleh Dubes Indonesia, Marsdya TNI (Pur) Toto Riyanto beberapa waktu lalu. Indonesia yang marah dan terhina, kemudian menarik Toto. Hubungan militer dan dagang Indonesia-Brasil sangat besar, dimana Indonesia  membeli dari Brasil, satu skadron (16 pesawat) pesawat tempur taktis Super Tucano untuk TNI AU, penulis pernah mengulasnya (baca; "Mengenal Super Tucano pengganti OV-10 Bronco TNI AU", http://ramalanintelijen.net/?p=5074), pesawat baru datang delapan buah.  Indonesia juga membeli membeli 36 (9 Baterai) Astros II (baca; "Mengapa Pengadaan Roket MLRS Astros II Untuk TNI AD Diributkan?" , http://ramalanintelijen.net/?p=9385. Rousseff tidak peduli dan tetap menolak Toto Riyanto.

Australia terus berusaha dalam operasi penyelamatan hukuman mati dengan pelbagai cara, mulai dari langkah diplomatik, ancaman boikot turis dan bahkan PM Tony Abbott menyinggung bantuan saat terjadinya bencana Tsunami di Aceh yang membuat rakyat Indonesia tersinggung dan marah. Dia terus menelpon Presiden Jokowi memohon agar Chan dan Sukumaran jangan dihukum mati. Setelah menolak grasi, Presiden RI menyatakan bahwa ini adalah hukum di Indonesia, dan menyatakan Indonesia sudah darurat narkoba.

Tapi tetap saja Australia berusaha keras. Nah, dua terpidana mati asal Australia itu hingga  kini masih di Kerobokan, belum digeser ke Nusakambangan. Masih bisa ditemui sanak keluarga dan pengacaranya. Rencananya mereka akan dipindahkan dengan menggunakan pesawat charter.

Melihat aksi nekat Presiden Brasil Rousseff dan upaya keras PM Australia Tony Abbott, jelas ada sesuatu yang sangat penting dan prinsip dari kedua negara tersebut. Masalah Brasil mungkin akan mereda karena calon tereksekusi (Rodrigo Gularte) dibatalkan/ditunda berhubung jiwanya terganggu. Kemungkinan mereka akan menerima Toto kembali. Ini sebuah solusi bagi Brasil, terlepas mau gila atau apalah, yang penting tidak jadi dieksekusi mati. Jadi dalam hal ini citra Presiden Rousseff dalam membela warganya dalam pandangan hukum yang berbeda dengan Indonesia, warganya terselamatkan. Disinilah nilai kepentingan nasional Brasil nampaknya yang dipertaruhkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun