Mohon tunggu...
Prayitno
Prayitno Mohon Tunggu... Tentara - Blog pribadi

Marsma TNI (Purn) Prayitno.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Digital Substraction Angiography (DSA)

10 Desember 2021   13:45 Diperbarui: 13 Desember 2021   08:03 1516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis bersama Letjen TNI (Purn.) Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K), istri dan keluarga pasca operasi DSA di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.

Digital Substraction Angiography (DSA)

          Terminologi DSA, tulis Wikipedia, memiliki sekitar 150 makna berbeda.  Namun DSA yang akan diungkap disini adalah DSA pada bidang kesehatan yang bermakna Digital Subtraction Angiography yakni pemeriksaan yang memberikan gambar permukaan bagian dalam pembuluh darah, termasuk arteri, vena, dan serambi jantung.  Gambar yang dihasilkan oleh DSA diperoleh menggunakan mesin sinar-X bantuan komputer yang rumit.  DSA memvisualisasikan pembuluh darah dengan struktur radiopak seperti tulang dihilangkan atau dikurangi secara digital dari gambar.  Hal ini menyebabkan kemungkinan penggambaran pembuluh darah yang akurat.

          Berikut adalah pengalaman penulis saat menjalani operasi teknik DSA di suatu Rumah-Sakit militer terbesar di negara kita yang juga dikenal sebagai Rumah-Sakit Kepresidenan. di Jakarta-Pusat.

          Menjelang akhir Mei 2021, penulis mengalami penurunan kekuatan tubuh  saat tidak kuat mengangkat gelas saat akan minum sore hari padahal tidak ada gejala sakit apapun.  Keluarga langsung mengajak ke IGD rumah-sakit tentara di komplek perumahan. Setelah pemeriksaan oleh dokter jaga, seperti pengecekan darah, tensi, dan CT-Scan dsb, malam itu juga diminta untuk dirawat guna pemeriksaan lebih lanjut.   Hasil CT-Scan menunjukan terdapat emboli (penyumbatan) di bagian otak kepala. Keesokan subuhnya  saat terbangun untuk beribadah, penulis kaget karena tangan kiri dan kaki kiri tidak bisa digerakan sama sekali.    Pagi harinya, seorang dokter saraf mengatakan bahwa penulis terkena stroke dan telah melewati the golden period yakni masa 5-6 jam dari awal saat pasien terserang stroke pertama kali.

          Keesokan harinya, dilakukan CT-Scan ulang, cek gula darah, dan sejumlah  pemeriksaan lainnya.  Esok harinya, hari ke-3 dirawat di RS militer komplek, penulis diberitahu harus menjalani pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) atau Pencitraan Resonansi Magnetik.  Malam harinya setelah pertimbangan panjang Tim Medis, penulis dievakuasi ke RS Kepresiden di Jakpus yang memiliki alat MRI dengan didampingi seorang dokter dan seorang perawat senior.  Setelah proses pendaftaran, langsung ditempatkan di HCU (High Care Unit) Lantai 4 Gedung Utama rumkit dengan delapan unit bed hingga operasi teknik DSA selesai dan baru berpindah ke kamar VIP di lantai 3 pada gedung yang sama.

          Penanganan.   Sejak dirawat, secara terjadwal dokter saraf dan dokter spesialis lainnya  datang melakukan pengecekan rutin dengan seksama.   Obat-obatan dan menu gizi serta kadang suntikan tertentu diberikan dengan teratur oleh para perawat terampil.   Dokter gizi dengan baik menjelaskan alasan pilihan menu, sedangkan dokter saraf beserta asisten yang juga seorang dokter selalu memonitor dan mengecek langsung kondisi kaki dan tangan penulis dengan teliti. Dokter fisioterapi juga rutin datang mendorong semangat penulis bahwa stroke dapat diatasi.   Sebagai bagian dari penanganan pasien stroke,  sejumlah para terapis secara bergantian melaksanakan terapi  fisioterapi, terapi tangan dan terapi wajah walau alhamdulillah mulut tidak terkena efek stroke.  Bersyukur pula karena bahu, lengan, tangan dan kaki walau tidak bisa digerakan, namun tidak kebas ataupun kesemutan.

          Setelah menjalani MRI ke-1 dan hasil  MRI ditunjukan, dokter saraf memberikan kejelasan bahwa terdapat pembuluh otak saraf di sebelah kanan yang terlihat tersumbat titik putih kecil. Akibatnya bagian kiri tubuh yang terkena efek, yakni bahu kiri, lengan kiri bagian atas, pergelangan tangan, jari-jari tangan kiri dan kaki kiri tidak berfungsi.  Dikatakan saraf motorik dan saraf sensorik yang terkena efek, sehingga kaki kiri tidak memiliki kekuatan dan tidak dapat menggerakan jari-jari tangan dan kaki. Seminggu setelah MRI ke-1, diinformasikan bahwa medio Juni 2021 penulis akan memperoleh kesempatan DSA, sehingga kesehatan penulis terus diawasi mulai dari tekanan darah, gula darah, echo jantung, paru, hati, serta harus melakukan MRI ke-2.   Penulis melewatinya dengan hasil baik dan kemudian pada Hari-H penulis dibawa ke bagian DSA dan ternyata pasien lain telah banyak menunggu giliran.  Kepala penulis juga sempat diperiksa dengan alat komputer khusus guna mengetahui kondisi bagian otak oleh dokter saraf.   Kemudian penulis dibawa ke ruang tunggu khusus DSA.  Terdapat 6 ruang operasi DSA yang semuanya berdinding kaca serta di baliknya tirai sehingga keluarga yang mendampingi dapat menyaksikan pelaksanaan operasi saat tirai terbuka.   Bahkan keluarga dapat menyaksikan proses pelaksanaan operasi teknik DSA dari layar monitor komputer yang terletak di depan ruang operasi. Sungguh suatu pemandangan menyenangkan mengingat keluarga dapat menyaksikan pelaksanan proses operasi tersebut.      Penulis yang terbaring di bed dorong dan didampingi istri dan dua anak didekati dokter Terawan, yang berpangkat Letjen Purnawirawan, mantan Karumkit RS Kepresidenan dan juga mantan Menteri Kesehatan RI, untuk bersabar sambil menepuk kaki penulis.     Pukul 10.30 Wib penulis dibawa ke ruang operasi dan dilakukan pemindahan dari bed dorong ke meja operasi.

          DSA.    Pukul 11.00 Wib tepat dokter Terawan didampingi 3 dokter lainnya sebagai asisten dokter Tim DSA dibantu 4 perawat memulai operasi Teknik DSA pada tubuh penulis.  Tanpa dibius, penulis dapat berdoa dan berbincang dengan dokter Terawan dan asistennya. Terasa terdapat alat yang dimasukan ke pangkal paha.   Saat melakukan DSA, dokter Terawan berbincang-bincang tentang pengalamannya semasa SMA di Yogyakarta dan sering bermain di daerah dekat Tugu Yogyakarta tempat dimana penulis juga tinggal di wilayah tersebut.  Tiba-tiba mulut penulis terasa ada yang menembakan rasa menthol mint  dan itu  terjadi dua kali.  Juga perawat memberitahu bahwa badan akan terasa panas sesaat saat ada yang ditembakan ke dalam tubuh.  Tidak sampai setengah jam, kegiatan pun selesai.  Dokter Terawan meminta penulis untuk melambaikan tangan kiri kepada keluarga yang melihat penulis dari luar kaca, karena tirai telah dibuka. Penulis berkata tangan dan kaki penulis tidak dapat digerakan karena terkena stroke.  Namun dokter Terawan tetap meminta. Ajaib karena saat tangan kiri diangkat, penulis dapat melambai pada keluarga,  Alhamdulillah.  Bekas lubang untuk memasukan alat tertentu pun ditutup dan penulis diminta tidak menggerakan kaki  selama 8 jam ke depan.   Operasi teknik DSA pun selesai dan dengan khas Salam Komando, penulis berterima kasih pada dokter Terawan dan Tim.   Pada paska DSA,  stroke masih berefek pada bagian tubuh kiri seperti sebelumnya dan belum dapat berjalan kecuali ditopang dengan alat walker 4-tongkat.  Penulis rutin cek medis di RS Kepresidenan tersebut, terapi oleh dua terapis berbeda, akupuntur dan totok jari sebagai alternatif.  Pelajaran penting yang dapat dipetik dari penyebab stroke adalah dehidrasi (kurang asupan minum).

----------------------------------------------------------------------

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun