Setiap hari Kamis malam tepatnya malam Jumat dilingkungan tempat kami tinggal selalu diadakan perwiritan atau pengajian khusus bapak-bapak. Seperti biasanya perwiritan ini diadakan dari rumah ke rumah warga dilingkungan kami. Berhubung dengan merebaknya wabah, pengajian terpaksa dihentikan sejenak sampai nanti keadaan membaik.
Tapi kemarin sore karena ada tetangga yang meninggal terpaksa kami berkumpul untuk melayat. Tak seperti biasanya orang orang yang datang hanya mengucapkan salam tanpa bersalaman biasanya bagi yang belakangan salamannya bisa  panjang karena harus menyalami anggota wirid yang duluan datang tapi kali ini tidak.
Posisi duduk pun kursinya diatur sedemikian rupa agar  tidak terlalu rapat satu dengan yang lainnya dan berada diluar ruangan khusus untuk kaum bapak.
Hampir semua pelayat terutama ibu ibunya mengenakan masker wajah karena mereka para ibu-ibu tempatnya didalam rumah ahli musibah tempat  dimana jenazah disemayamkan dan duduknya pun masih rapat rapat seperti biasa diatas tikar mungkin dikarenakan keterbatasan tempat.
Sementara kaum bapaknya ada yang pakai masker tapi dipelorotkan sampai kebawah dagu karena merokok.
Ada beberapa orang tamu yang belakangan datang masih mengulurkan tangannya untuk bersalaman, ada yang menyambut tapi banyak juga yang menolaknya secara halus.
Biasanya sebelum ada Covid-19 setiap ada orang meninggal malamnya selalu diadakan tahlilan tapi kemarin malam itu semuanya menjadi berubah tak ada tahlilan yang ada para pelayat saling berbicara mengikut kelompoknya masing-masing.
Topiknya pun hampir sama yaitu tentang Corona. Dan diantara yang berbicara selalu ada yang dominan bagaikan pakar ada yang hanya diam mendengar tapi hampir tidak ada yang sampai berdebat. Karena semua menganggap virus yang sedang dibicarakan adalah musuh bersama.
Tapi tetap saja ada yang menyampaikan teori teori konspirasi karena ingin lebih menonjol dan beda dari yang lain. Ada juga yang main cocoklogi semua dicocok cocokkan walaupun tak cocok.
Banyak sekali memang perubahan-perubahan perilaku yang terjadi sejak wabah Corona ini. Sejak mulai dapat kabar ada tetangga yang meninggal saja, pikiran langsung membuat praduga yang macam macam.
"Jangan jangan?"
"Aduh gimana nanti mau salaman sama ahli bait sama para pelayat? Diam diam "kupergoki" seorang yang duduk disebelah kananku mengeluarkan botol ukuran kecil sembunyi sembunyi agar tidak ketahuan mengolesi tangannya dengan gel hand sanitizer yang dipegangnya setelah bersalaman dengan tuan rumah.
Waktu mau pergi melayat pun suami istri saling mengingatkan untuk menghindarkan jabat tangan. Kupikir aku saja yang begitu ternyata yang disebelah sebelahku pun sama juga.
Bahkan waktu hendak meninggalkan tempat aku sempat melihat beberapa orang anak muda sedang jongkok dibelakang mobil yang pintu bagasinya terbuka sambil memegang cairan putih dalam botol, semula aku mengira mereka sedang minum minum tuak, tak taunya lagi cuci tangan pakai cairan disinfektan.
Belum lagi kesulitan yang dialami keluarga ahli musibah yang datang dari daerah yang jauh sejak Covid-19 merebak semua desa melakukan lockdown tak boleh ada orang asing masuk sembarangan walau dalam situasi Berduka sekalipun dan untuk melayat orangnya pun jumlahnya harus dibatasi. Begitu juga untuk keluarga yang status kota tempat tinggalnya masuk Zona merah pun tak boleh datang melayat karena dilarang meninggalkan kota.
Tapi syukurnya waktu menghantar ke penguburan masih ramai juga yang ikut. Sampai di rumah lagi lagi isteri mengingatkan untuk ke belakang dulu cuci tangan 30 detik pakai sabun dan ganti semua pakaian yang dikenakan supaya langsung direndam pake deterjen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H