Bukan mau ngomongin orang yang kebetulan kenalan sekampungku tapi ini cerita beneran. Cerita dimana seorang yang sudah dua periode duduk sebagai anggota DPRD yang dulunya adalah seorang mandor bus yang juga merangkap sebagai preman pasar.
Yang dulunya bertempat mangkal di warung tepi jalan sambil minum teh susu tapi kadang diganti Tuak atau jenis minuman alkohol lainnya.
Kini berganti tempat di bar  hotel berbintang 3.
Berteman pun dulu dengan security hotel  sekarang sudah naik level dari GM hotel dan naik lagi sampai ke jenjang yang punya hotel.
Dulu pakaian selalu beli di pasar Loak walaupun yang branded punya, tapi ya tetap aja Loak namanya. Di kampung kami dikenal dengan nama Monza. Tapi sejak jadi anggota DPRD 2 priode mulai berganti gaya dan logat bicaranya.
Kalau dulu manggil isteri "mak-e" sekarang manggilnya "Mama" dulu isterinya memanggil bapak sekarang berubah jadi "papi."
"Cultural shock" kata orang orang.
Suatu hari kedapatan dia sedang berteleponan dengan isterinya, Â
"Papi lagi ada acara nih sama pak Rudi yang punya hotel."
Dari jauh isterinya menjawab dengan nada tinggi dan ngomongnya agak kasar karena jengkel mungkin sudah dua malam suaminya tak pulang.
"Mami ngomongnya kok kaya gitu?"
"Apa kau bilang?!"
" Mami?!" Sergah isterinya.
"Aku ini isterimu, dasar..!
"kau bilang pula aku Mamimu!"
"bukan Mamimu aku,"
"tau kau !!!"
"Pulang kau sekarang juga..!"
Suara keras isterinya sempat terdengar keluar karena speaker hpnya masih diaktifkan.
(Mami dalam bahasa daerah kami berarti mertua perempuan atau isteri dari Mama atau mertua laki laki.)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H