Mohon tunggu...
Emanuel Pratomo
Emanuel Pratomo Mohon Tunggu... Freelancer - .....

........

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Legal Aman Bisnis Nyaman

31 Maret 2019   19:59 Diperbarui: 31 Maret 2019   20:11 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Grace Monika Ramli (Foto:prattemm)

Akhir bulan Januari 2019 lalu, diriku tak sengaja mendengar curhatan seorang blogger dalam sebuah acara perbankan di Jakarta Selatan. Sebut saja namanya Atun, yang dikenal juga sebagai jurnalis onlen. 
Si Atun pernah melakukan kampanye bersama sebuah komunitas blogger. Mereka bertugas untuk menyebarkan citra baik seorang tersangka korupsi yang kasusnya tengah dalam penanganan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2016. 
Kegiatan yang dilakukan dalam masa persidangan sang koruptor, komunitas melaksanakan cuitan via Twitter maupun melalui tulisan di blog. Komunitas blogger tersebut tak hanya melakukan kunjungan menengok sang koruptor di Lapas, namun juga jalan-jalan 'liburan" ke kampung halaman sang koruptor.
Si Atun bercerita mengenai keseruan saat kunjungan ke Lapas. Ada rasa dag-dig-dug saat harus dipelototi oleh para narapidana yang tengah berpuasa akan kenikmatan duniawi. Setelah melewati beberapa blok, mereka tiba di sel istimewa sang koruptor yang berada di bagian belakang.
Ketika mereka berinteraksi dengan sang koruptor, di meja terlihat jejeran gepokan duit kertas yang bikin mata akan semakin hijau royo-royo saja. Si Atun tentu saja telah membayangkan akan kecipratan rezeki gede dadakan. 
Maka mereka pun semakin berkobar-kobar menyalakan api cintanya bagi usaha sang koruptor mendapatkan vonis ringan. Patut disyukuri apabila mendapat vonis tak bersalah. 
Namun setelah bagi-bagi rezeki, Si Atun harus menerima pil pahit cuma diberi rezeki recehan.Tahu bulat dibuat dadakan, tapi rezeki gede dadakan di depan mata bisa saja cuma jadi rezeki recehan. Si Atun sangat kecewa berat dengan kelakuan sang pemimpin komunitas. Tapi rasanya tak mungkin ada sebuah kontrak kerja tertulis yang jelas dalam urusan seperti kampanye seperti itu. 
Ada pernyataan yang menarik dari Si Atun, yakni "Dunia perbloggeran sikut-sikutannya jauh lebih sengit dibandingkan dengan orang kantoran". Eh tapi bisa jadi ini beneran.
Tiba-tiba teringat pula akan sebuah komunitas blogger lainnya yang sempat gegeran ketika mendapatkan kontrak berdurasi satu tahun dari sebuah perusahaan hiburan wisata pada 2017. Sang inisiator komunitas harus terdepak tanpa kabar, ketika ditelikung oleh rekan lainnya yang menandatangani kontrak eksklusif tersebut.
Ya sudahlah, memang harus ada aturan kontrak kerja yang jelas ketika bergotong-royong dalam sebuah komunitas...
Beberapa hari terakhir ini tak sengaja menemukan akun Twitter yang menyematkan dirinya sebagai Pekerja Teks Komersial (PTK). Kalau menurut pengamatanku, yang termasuk pekerjaan freelance sebagai PTK itu antara lain buzzer/influencer, blogger, book writer, scripwiter/copywiter, hingga jurnalis. Entah itu sebagai individu maupun komunitas, sangat diperlukan adanya sebuah kontrak hukum yang transparan.
Ngomong-ngomong yang namanya kontrak hukum, jadi teringat pada beberapa pernyataan dari Grace Monika Ramli (Chief Legal Officer KontrakHukum.com).

Grace Monika Ramli (Foto:prattemm)
Grace Monika Ramli (Foto:prattemm)

"Perlunya kontrak bagi pekerja freelance," ujar Grace dalam acara Kursor Kompasiana beberapa waktu lalu di WuHub CoWorking Space, Gedung Wirausaha Kuningan Jakarta Selatan.
Grace mengatakan bahwa kontrak atau perjanjian kerja bagi seorang freelancer adalah demi untuk keamanan dirinya sendiri. Dalam isi sebuah kontrak, haruslah tercantum hak dan kewajiban dari kedua belah pihak. 
Kemudian tertera ruang lingkup pekerjaan serta nilai kontrak maupun imbalan jasa dan tata cara pembayarannya. Lalu disertakan pula tata cara penyelesaian apabila terjadi masalah pelanggaran maupun perselisihan.
Freelancer memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, meski sang pemberi kerja adalah sebuah perusahaan besar sekalipun. Lazimnya template surat kontrak dari perusahaan besar, seorang freelancer dapat pula menentukan revisi-revisi sesuai kesepakatan.
Ada tiga jenis perjanjian yang telah dikenal, yakni Memorandum of Understanding (MoU), kontrak dibawah tangan, dan Akta Otentik. 
MoU merupakan pendahuluan untuk pengikatan kontrak sebenarnya. Sedangkan kontrak dibawah tangan adalah kesepakatan yang bertanda tangan meterai oleh kedua belah pihak. Sementara Akta Otentik perjanjian yang dibuat kedua belah pihak di hadapan notaris.
Freelancer juga harus dapat mengukur kemampuan dari semua faktor, seperti deadline beberapa pekerjaan dalam rentang waktu yang relatif sama. Selain itu juga harus menghargai kesepakatan kerja apabila tidak diperkenankan untuk industri sejenis maupun perusahaan kompetitor.
Nah, freelancer Pekerja Teks Komersial sudah harus menomorsatukan hukum kontrak. Teruslah tak kenal lelah tuk kepoin hukum. Bersama KontrakHukum.com, Legal Aman Bisnis Nyaman!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun