Solusi mengenai masalah sampah perkotaan dan solusi pasokan listrik daerah terpencil adalah dua solusi yang kini tengah terus diimplementasikan. Melalui teknologi sederhana, solusi kedua masalah tersebut kiranya dapat mengubah pola pikir pengelolaan ketenagalistrikan dalam menjawab berbagai permasalahan energi dan lingkungan.
Dominasi energi fosil seperti migas dan batu bara dalam tersedianya tenaga listrik, yang justru semakin menaikkan harga listrik akibat cadangannya yang semakin menipis. Di sisi lain ada alternatif energi terbarukan yang telah disediakan oleh alam seperti air, angin, matahari. Bahkan sampah yang menjadi limbah pemukiman, telah dapat dijadikan alternatif energi terbarukan.Â
Pemanfaatan energi terbarukan dapat dimaksimalkan dengan konsep pembangkitan skala kecil tersebar (distributed generation). Dapat dibangun di lingkungan perkotaan menggunakan bahan bakar sampah dan daerah terpencil menggunakan bahan bakar biomassa tanaman. Dapat juga dibangun di dekat jaringan distribusi Perusahaan Listrik Negara (PLN). Jaringan transmisi tegangan tinggi yang dimiliki PLN, tentunya sudah tak dibutuhkan lagi. Ini tentu sangat menguntungkan dengan melihat permasalahan kompleks dan mahalnya jaringan transmisi tegangan tinggi.
Sempat ada polemik mengenai proyek kelistrikan 35.000 MW. Terlepas siapa yang paling benar, kepemilikan bisnis kelistrikan (IPP~ Independent Power Producer) masih didominasi oleh investor/pebisnis raksasa dalam dan luar negeri.Â
Pengelolaan listrik oleh pemerintah melalui BUMN maupun pihak swasta melalui skema IPP, telah menjadikan rakyat hanya seorang konsumen yang sepenuhnya tergantung pada perusahaan listrik. Padahal pelayanan listrik masih jauh dari memuaskan. Sering terjadi pemadaman listrik, bahkan masih banyak jutaan masyarakat yang belum dapat menikmati fasilitas aliran listrik hingga kini.
Maka telah tercetuslah oleh beberapa pelopor untuk membuat sebuah model yang disebut dengan nama Listrik Kerakyatan (LK). Ini merupakan suatu model penyediaan dan pengembangan energi listrik dari bauran pembangkit  sederhana skala kecil menggunakan energi terbarukan yang ramah lingkungan serta dapat dikelola oleh penduduk setempat. Kini masyarakat menengah ke bawah telah memiliki kesempatan untuk menjadi bagian sebagai pelaku IPP.
Manfaat yang telah dirasakan langsung dari pengelolaan sampah organik adalah menghasilkan pupuk cair organik dan gas untuk kebutuhan memasak rumah tangga. Keberhasilan gagasan pria yang menjabat Wakil Ketua Sekolah Tinggi Teknik - PLN (STT-PLN) Jakarta inilah, yang menimbulkan sebuah inisiatif listrik kerakyatan.Â
Telah lebih dari dua belas tahun Sonny Djatnika Sundadjaya yang seorang praktisi metalurgi, melakukan uji coba atas gagasan mengubah sampah menjadi briket Refused Derived Fuel (RFD) dan bahan bangunan dengan memanfaatkan fenomena kimiawi alamiah yang murah dan ramah lingkungan. STT-PLN dalam bimbingan Sonny, telah melakukan uji coba cara pengolahan sampah campuran dengan model yang disebut refinari massa hayati yang tidak memerlukan pemisahan sampah organik yang cukup merepotkan.
Sementara itu ketika Santoso Janu Warsono selama menjabat general manager di PT PLN (Persero) dan juga dosen STT-PLN, telah berhasil melakukan uji coba pembuatan bahan bakar pembangkit dari bonggol jagung dan pellet kayu. Menariknya pellet ini dapat diubah lebih lanjut menjadi gas sintetis untuk menjalankan pembangkit listrik skala kecil. Untuk menghasilkan pellet biomassa yang berkualitas baik, telah ditemukan penggunaan tanaman yang sangat cocok yaitu kayu pohon kaliandra merah.
Keunikan kaliandra merah adalah daunnya sangat cocok untuk pakan kambing, bunganya disukai oleh kumbang yang menghasilkan jenis madu bermutu tinggi, serta dapat tumbuh di daerah kering bahkan dapat menyuburkan lahan kritis.Â