Mohon tunggu...
Emanuel Pratomo
Emanuel Pratomo Mohon Tunggu... Freelancer - .....

........

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

PMI & ITB Luncurkan Data Riset Kerentanan Iklim DAS Ciliwung

24 April 2016   22:51 Diperbarui: 24 April 2016   23:02 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption=" "][/caption]

Wilayah DKI Jakarta dan wilayah penyangga sekitarnya seperti Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor, mempunyai tingkat kerentanan bencana Iklim yang cukup tinggi. Kecenderungan ini merupakan dampak perubahan iklim yang meningkat setiap saat. Eksploitasi sumber daya alam serta rendahnya tingkat kepedulian masyarakat terhadap alam, menjadi penyebab bencana banjir, tanah longsor, penurunan muka tanah, dan berkurangnya ketersediaan air tanah. Tingkat kerentanan ini akan semakin tinggi dengan peningkatan kompleksitas permasalahan perkotaan seperti infrastruktur dasar, zonasi tata ruang serta kepadatan penduduk.

Palang Merah Indonesia (PMI) yang mempunyai fungsi mendukung pemerintah dalam tugas khusus seperti layanan darah, kesehatan, dan tanggap darurat bencana, sesuai mandat terus berfokus pada upaya membangun kesiapsiagaan serta ketangguhan bencana masyarakat. Program Pengurangan Resiko Terpadu Berbasis Masyarakat (PERTAMA) di wilayah perkotaan merupakan program yang berfokus meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan masyarakat di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung khususnya di dua wilayah Kabupaten Bogor dan Kotamadya Jakarta Utara, merupakan bagian penelitian Kebencanaan, kerentanan iklim dan kapasitas adaptif yang diinisiasi oleh PMI dengan dukungan Palang Merah Amerika (Amcross/ American Red Cross) yang bekerjasama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai potensi kejadian bencana iklim di masa yang akan datang , disertai usulan adaptasi (structural maupun non struktural ) untuk menjadi salah satu rekomendasi bagi para pemangku kepentingan. Segala kemungkinan resiko dampak bencana iklim dalam jangka pendek sampai jangka panjang (hingga tahun 2035), wilayah bantaran Sungai Ciliwung (daerah Kabupaten Bogor dan sekitar, Depok, Jakarta Utara dan sekitar) akan memiliki opsi mitigasi kebencanaan dan adaptasi terbaik untuk mengurangi resiko dampak tersebut.

Bertepatan dengan Hari Bumi pada 22 April 2016 ini, bertempat di Wisma PMI Jakarta Selatan dilakukan peluncuran hasil riset tersebut berupa Infografis dan Videografis. Peluncuran dilakukan oleh Prof Ginandjar Kartasasmita (Pelaksana Harian Ketua Umum PMI), Tom Alcedo (Kepala Perwakilan AmRedcross di Indonesia), Irmansyah (Wakil Walikota Jakarta Selatan). 

Ginandjar Kartasasmita berharap melalui sinergi antara PMI dan ITB, akan memperkuat upaya advokasi kebijakan bencana iklim sebagai salah satu mandat PMI untuk mengurangi korban bencana yang didukung oleh basis data dan analisis secara akurat. Hasil riset ini dapat ditindaklanjuti pemerintah daerah yang dilalui Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung khususnya Pemprov DKI Jakarta dan Pemprov Jawa Barat.

Data Infografis dan Videografis ini merupakan hasil riset ITB dalam kurun waktu 2013-2014 menggunakan metodologi pemodelan untuk proyeksi bencana iklim. Proyeksi ini akan memprediksi curah hujan di masa yang akan datang dengan mempertimbangkan pola curah hujan di masa lalu, termasuk juga pola anomali. Riset menghasilkan beberapa dokumen penelitian berikut rekomendasi sebagai bahan advokasi bagi para pemangku kepentingan di wilayah target seperti:

✔ Perlunya perencanaan tata ruang Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung secara komprehensif

✔ Penyediaan infrastruktur perkotaan yang mengakomodasi wilayah hulu dan hilir seperti pembangunan tanggul di aliran sungai dan pantai; normalisasi sungai dengan membuat pelebaran badan sungai dan pengerukan lumpur; membuat waduk dan perbaikan saluran air; memperluas daerah resapan air.

✔ Memperkuat upaya kesiapsiagaan melalui pembuatan rencana kontigensi banjir, melatih kesiapsiagaan aparatur dan masyarakat; serta memperkuat sister peringatan dini banjir.

Dukungan dalam rangka menciptakan menciptakan masyarakat tangguh bencana ini tak terlepas dari partisipasi ITB, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, PMI Provinsi DKI Jakarta, PMI Provinsi Jawa Barat, PMI Kota Jakarta Utara, PMI Kabupaten Bogor, IFRC, ICRC, Perhimpunan Palang Merah Internasional, UN/NGO/Akademisi pemerhati isu perkotaan, lingkungan, dan pengurangan resiko bencana serta dukungan donor Palang Merah Amerika.

Tom Alcedo mengatakan bahwa sangatlah penting bagi para pemangku kepentingan di wilayah DKI Jakarta dan wilayah penyangganya untuk mengedepankan koordinasi dan komunikasi, dalam upaya mengurangi dampak bencana iklim yang terjadi di wilayah DAS Ciliwung. Hal ini diharapkan akan bukan hanya bermanfaat bagi masyarakat Jabodetabek, tetapi bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Irmansyah menjelaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta sangat terbantu dengan data infografis dan videografis, sebagai rujukan informasi untuk penataan yang lebih baik sedini mungkin kawasan DAS Ciliwung. Ternyata produksi sampah Jakarta mencapai 6620 ton per hari, dimanà 30% merupakan sampah plastik. Pengurangan penggunaan plastik terus digalakkan dengan intensif. Komitmen Kotamadya Jakarta Selatan yang mendukung keuangan penataan daerah resapan air hilir DAS Ciliwung di wilayah Kabupaten Bogor. Sinergi ini tentu akan menopang daya dukung kenyamanan kota Jakarta serta daya dukung lingkungan yang lebih baik bagi kota penyangga di sekitar Jakarta.

[caption caption=" "]

[/caption]

Setelah peluncuran hasil riset pemetaan kerentanan iklim DAS Ciliwung, kemudian dilanjutkan dengan diskusi publik mengenai hasil riset tersebut. Diskusi dengan moderator Dino Argianto (Koordinator Program AmRedCross) menghadirkan narasumber DR. Armi Susandi (Ketua Tim Peneliti Kebencanaan Iklim ITB), Yayat Supriatna (Ahli Planologi Universitas Trisakti), Arifin M Hadi (Kepala Divisi Penanggulangan Bencana PMI Pusat).

Armi Susandi menjelaskan riset ITB ini menggunakan model iklim cerdas (smart climate model) dengan tingkat akurasi prediksi mencapai 90% untuk prediksi curah hujan, dimana telah terverifikasi di berbagai negara. Proyeksi curah hujan memasukan parameter perubahan tata guna lahan, populasi, penduduk, jenis tanah dan parameter lainnya menghasilkan proyeksi ketersediaan air tanah di wilayah Jakarta Utara dan sekitarnya. 

Sementara simulasi kenaikan muka laut di Jakarta Utara menggunakan Digital Elevation Model (DEM) IFSAR resolusi 5 meter, dimana sudah mempertimbangkan penurunan permukaan tanah yang terjadi. Basis data riset ini berada di 19 titik stasiun pengamatan curah hujan dan 7 titik stasiun pengamatan temperature yang tersebar di Bogor, Depok dan Jakarta.

Riset ini difokuskan pada kajian kondisi iklim dan kenaikan muka laut, dengan mempertimbangkan perubahan tata guna lahan serta perubahannya di masa yang akan datang pada wilayah yang dilewati aliran Sungai Ciliwung, yaitu Kabupaten Bogor, Kota Depok, Jakarta Utara dan sekitarnya. Aspek dampak iklim yang dikaji adalah potensi curah hujan ekstrim, ketersediaan air dan kenaikan muka laut di masa mendatang. 

Aspek kapasitas adaptif yang dikaji untuk merespon bencana tersebut adalah infrastruktur, ekonomi, teknologi, sosial, kemampuan/pengetahuan, serta opsi adaptasi yang sesuai karakteristik dampak perubahan iklim di wilayah kajian. Riset ini menghasilkan 4 model proyeksi secara spasial yaitu proyeksi curah hujan, temperature, kebencanaan, kapasitas adaptif, kerentanan dari 2015-2035, serta pilihan tindakan mitigasi kebencanaan opsi adaptasi jangka panjang yang sesuai bagi pemerintah, swasta, masyarakat, serta adaptasi bersifat cross boundary di aliran Sungai Ciliwung.

Hasil riset menunjukkan peningkatan indeks kerentanan dan perluasan area terdampak di ketiga wilayah kajian dari tahun ke tahun. Indeks kerentanan iklim Jakarta Utara (rata-rata sebesar 0,8), Depok (rata-rata 0,7), Kabupaten Bogor sekitarnya (rata-rata 0,55) pada tahun 2035. Wilayah Kota dan Kabupaten Bogor bagian selatan memiliki kerentanan tertinggi.

 Untuk wilayah Depok ada di bagian selatan dan timur. Untuk wilayah Jakarta umumnya mengikuti pola index bencana, tertinggi di wilayah tengah dan utara serta sebagian kecil Jakarta Timur. Untuk bagian barat, selatan dan sebagian timur berindeks rendah. Berdasarkan kondisi geografis , potensi bencana iklim di Bogor adalah potensi tanah longsor dan banjir, sementara potensi banjir akan melanda Depok dan Jakarta.

Selain rekomendasi hasil riset, terdapat adaptasi bersifat cross boundary yang perlu dilakukan. Adaptasi wilayah Bogor diantaranya:

✔Pembatasan alih fungsi lahan di wilayah hulu Sungai Ciliwung.

✔Pembangunan waduk

✔Penguatan sumur resapan bagi masyarakat

 

Adaptasi wilayah Depok antara lain:

✔Pembuatan turap di beberapa segment sungai Ciliwung

✔Pembangunan beberapa waduk untuk menampung air

✔Penguatan sumur resapan untuk masyarakat

 

Adaptasi wilayah Jakarta:

✔Percepatan pembangunan Banjir Kanal

✔Pengerukan waduk dan kolam retensi

✔Normalisasi sungai/Kali

✔Pembangunan turap di beberapa segment sungai Ciliwung

✔Pembangunan "Rusun Adaptasi" dengan Sungai Ciliwung

✔Pembuatan polder (jebakan air)

✔Pembuatan Sumur resapanresapan

✔Penghijauàn di sekitar pantai Utara Jakarta

✔Mempercepat air menuju laut

✔Pembangunan tanggul/sea wall

 

Yayat Supriatna mengatakan kota di wilayah penyangga Jakarta agar didorong untuk memperbaiki tata ruang agar tidak saling mengalami bencana. Wilayah Jabodetabek sebagai kota megapolitan terbesar nomor dua dunia setelah Tokyo, memiliki tingkat potensi kebencanaan yang sangat tinggi. Kapasitas anggaran tiap Pemerintah Daerah memang berbeda, sehingga diperlukan kerjasama dalam pengelolaan tata kelola lingkungan antar Pemerintah Daerah.  Audit tata ruang setiap kota untuk konteks indikator pengendalian. Diperlukan kebijakan Pemprov DKI Jakarta untuk mewajibkan membuat program menabung air melalui sumur resapan (biopori). Hal ini mengingat ketika musim penghujan mengalami banjir dan air mengalir terbuang ke laut, musim kemarau mengalami kebakaran.

Menurut Arifin Hadi hasil riset tersebut akan diupayakan oleh PMI dengan kegiatan diskusi publik , upaya advokasi ke pemangku kepentingan sesuai target misalnya PDAM, Bappeda, Dinas PU. PMI membangun kemitraan advokasi dan bersinergi dengan pemangku kepentingan, merupakan upaya pengurangan resiko kerentanan iklim. Konsistensi PMI juga dilakukan dengan aksi nyata dalam memperingati Hari Bumi 22 April 2016, melalui kegiatan Ruwat Bumi dan Susur Sungai Ciliwung . Diharapkan ini akan menggugah kesadaran dan kepedulian pemangku kepentingan serta masyarakat luas untuk lebih peduli pada alam dan lingkungan.

Upaya nyata masyarakat untuk mengurangi dampak kerentanan iklim dapat dilakukan dengan tidak membuang sampah di sungai , melakukan pemilahan dan pengelolaan sampah secara mandiri, menanam pohon dan memperbanyak lubang biopori untuk perluasan daerah resapan air, melakukan pembersihan sungai dan saluran air secara rutin; tidak mendirikan bangunan di pinggir aliran sungai, melatih kesiapsiagaan diri dan masyarakat secara mandiri.

 

#PalangMerahIndonesia #KitaButuhPMI #SavePMI

Keterangan: semua foto merupakan dokumentasi pribadi ©prattemm dan dijepret menggunakan kamera smartphone Dual LED Flash 5MP & 2MP seharga delapan ratus ribu rupiah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun