Mohon tunggu...
Emanuel Pratomo
Emanuel Pratomo Mohon Tunggu... Freelancer - .....

........

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Urbanisasi Berkelanjutan Untuk Masa Depan Lebih Baik

8 Desember 2015   19:51 Diperbarui: 17 Februari 2016   02:48 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

10 milyar rupiah telah digelontorkan dari APBD untuk membangun taman-taman baru. Dana CSR dan P2KA Kementerian PUPR pun diarahkan kesana. Istilah Wagiman (walikota gila taman) disematkan pada diri sang wallikota. Pembangunan taman sebagai wadah kegiatan positif anak muda dan kehidupan sehat bagi warga kota pada umumnya. Diperlukan ruang terbuka publik yang memadai ditengah tingginya tingkat tawuran/ kenakalan pemuda, HIV/AIDS, serta perceraian pasutri warga kota.

Derasnya arus penglaju (commuter) antara Jakarta- Bogor yang membuat 30 persen warga kota Bogor menghabiskan waktunya di jalan. Nah ini menimbulkan "cinta lokasi" dan biasanya warga Bogor yang tidak memiliki waktu berkualitas dan berkuantitas, banyak tersebar di wilayah Cilebut hingga Bojonggede. Taman bukan sekedar mempercantik kota, tapi berbasiskan keluarga bahagia dimana warga akan merasa menjadi tuan rumah dengan dapat bekerja dan bercengkerama di kotanya sendiri.

Program 3 in 1 diterapkan dengan penggunaan dana CSR untuk membantu sertifikasi rumah para keluarga pra-sejahtera yang akan diurus oleh BPN. Sertifikat rumah ini kemudian dapat dijadikan jaminan bantuan kredit usaha, juga diberikan bimbingan untuk kelangsungan usahanya.

Program Bogoh ka Bogor (Cinta Bogor) melalui kegiatan sederhana bersama komunitas seperti Koalisi Pejalan Kaki, Komunitas Hijau, Komunitas Kota Pusaka. Apa yang kita nikmati saat ini adalah jerih payah para pendahulu, apa yang kita lakukan sekarang adalah untuk generasi mendatang.

Arie Sudjito mengatakan proses marginalisasi desa telah menciptakan ketidakadilan dan kesenjangan sosial ekonomi. Memburuknya ekologi dan kemerosotan kualitas SDM di desa, akhirnya membuat mobilitas penduduk dari desa ke kota untuk keluar dari beban sosio-ekonomi, termasuk menjadi TKI keluar negeri dengan segala risikonya. Daya tarik kota tidak dibarengi pemerataan pertumbuhan ekonomi, yang akhirnya melahirkan hunian kumuh padat penduduk serta kesemrwutan tata ruang kota. Kemacetan lalu lintas, polusi udara, pencemaran air/tanah serta meningkatnya kriminalitas serta konflik ruang, menjadikan kota tidak nyaman dihuni. Kota akan gagal membangun keadaban, namun akan terlhat semakin "biadab".

UU No.6/2014 memberikan peluang transformasi desa yang berdaya sangat terbuka. Kemandirian desa akan tumbuh jika mereka diyakinkan akan kapasitas dirinya, perwujudan ini akan tampak dengan pembangunan pemerintahan desa yang responsif dan memperkuat partisipasi & emansipasi warga dalam pembangunan. 

Jika desa berdaya maka kota akan bisa bertumbuh dalam relasi equal dan berkeadilan dalam pembangunan berkelanjutan, dimana pembangunan kota yang menumpukan pada kekuatan lokal desa. Problem desa kota yang saling berkait dalam arus urbanisasi, maka kota akan mampu menangkap peluang menata diri dan membangun peradaban pada saat terjadinya kebangkitan desa.  

Tampak para narasumber, moderator berfoto bersama pejabat Kementerian PUPR seusai diskusi umum berakhir

 

 

#KementerianPUPR #PerpustakaanPUPR

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun