Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
Tetap dipuja-puja bangsa
Disana tempat lahir beta
Dibuai dibesarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Tempat akhir menutup mata
Â
Lirik lagu Indonesia Pusaka ini sungguh menggugah kembali betapa bangsa yang besar ini dianugerahi kekayaan alam dan budaya yang sangat luar biasa besar dan agungnya. Keragaman Indonesia (Indonesia Diversity), dua kata inilah yang tepat menggambarkan negara kita merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 13466 pulau dengan garis pantai sepanjang 95181 km. Bentang cincin api sepanjang 5428 km dari Sabang sampai Merauke, dengan terdapat kurang lebih 1128 suku bangsa dan 746 bahasa daerah. Banyak kalangan di masyarakat yang tidak memiliki kepedulian, terbukti dari banyaknya wisatawan Indonesia yang begitu bangga akan perjalanannya ke berbagai destinasi di luar negeri. Malah tak sedikit orang asing yang lebih peduli akan uniknya keberagaman budaya Indonesia.
Hal inilah yang menjadi kepedulian Toyota Astra Finance dalam menggali semangat berbagi keindahan alam dan keanekaragaman budaya Indonesia. Bertempat di IcePalace Lotte Shopping Avenue Jakarta pada 25 Oktober 2015 lalu, diluncurkanlah program Indonesia Diversity (ID). Kita dapat menikmati talkshow, hiburan musik, pembacaan puisi, pameran fotografi dan videografi.Â
Ditengah kepadatan lalulintas Jakarta dengan hiruk pikuk JakartaMarathon, tak mengurangi antusias pengunjung mulai masyarakat umum, seniman, budayawan, backpacker, traveller blogger, pecinta alam, penulis buku hingga fotografer profesional.Â
Dalam event peluncuran Indonesia Diversity ini hadir jajaran direksi PT Toyota Astra Financial Services seperti Presiden Direktur David Iskandar, Wakil Presiden Direktur Naoki Tokuhisa serta Direktur Operasional sekaligus Pembina Komunitas Indonesia Diversity Bambang Bodhianto.
Naoki Tokuhisa dalam keterangan pers, menyatakan Indonesia Diversity merupakan bagian selebrasi 10 tahun Toyota Astra Financial Services beroperasi di Indonesia, dan ini merupakan wujud kepedulian melalui program CSR dalam eksplorasi berbagai keindahan dan keanekaragaman budaya Indonesia.
Abidin Riyadi Abie (Project Leader Indonesia Diversity) mengatakan Indonesia Diversity Community ini menggabungkan elemen penjelajah wisata (traveller/adventure), fotografer/videografer, blogger, tentunya dengan dukungan teknologi media sosial seperti Apps, Path, Google+, Twitter, Instagram, Facebook, YouTube. Tiga hal yang menjadi perhatian adalah mengangkat keindahan, keunikan dan kearifan lokal destinasi tersebut.Â
Ada program seru untuk para anggota aktif IDiverse yang telah bergabung yaitu akan terpilihnya 5 orang IDiverse yang akan melakukan Jelajah Flores dan Alor bersama Fotografer/Traveller Profesional dan Tim ID, dimana semua akomodasi ditanggung Toyota Astra Financial Services. Ayo segera gabung untuk merasakan perjalanan istimewa ini.Â
Talkshow dengan dipandu oleh MC dan moderator cantik Putri Ayudya, menghadirkan Yovita Ayu Liwanuru sebagai narasumber pertama untuk berbagi cerita. Yovita merupakan Miss Scuba Indonesia 2012 dan runners-up Miss Scuba Dunia 2012. Destinasi yang sering dikunjungi Yovita di Indonesia Timur adalah NTT. Keindahan alam dengan lingkungan yang masih terjaga, membuat Pulau Flores sangat dapat dinikmati dengan snorkling maupun diving. Untuk menikmati Labuhan Bajo harus menyewa kapal dan harus tinggal di kapal selama tiga hari. Biaya sewa kapal tergantung fasilitas kapal mulai dari satu juta per malam hingga dua puluh juta per malam. Eco-tourism Labuhan Bajo ternyata menimbulkan permasalahan lingkungan, dengan meningkatnya sampah plastik yang dibuang oleh wisatawan. Seseorang yang dijuluki Mr. Plasticman merupakan warga lokal yang memiliki kepedulian akan permasalahan lingkungan ini. Orang ini akan sibuk memungut sampah untuk didaur ulang. Di sebuah desa/perkampungan di Ende ada industri kecil rumahan produksi kain dengan bahan benang yang memakai pewarna alami dari tumbuhan dengan harga berkisar dua hingga tiga juta rupiah. Untuk menghormati para tamunya, warga di Flores selalu memberikan suguhan kopi yang wajib diminum para tamu.Â
Elok Dyah Messwati merupakan inisiator Travelling Community dengan jumlah anggota saat ini mencapai 80 ribu orang. Ketika masih SMP pada tahun 1983 di Surabaya telah melakukan perjalanan sendiri ke Bandung, Pangandaran, Jogja. Perjalanan selama dua minggu menghabiskan biaya 55 ribu rupiah. Biaya dikumpulkan dari apresiasi orangtua ketika nilai rapor kelas bagus, nilai 8 dapat 5 ribu dan nilai 9 dapat 10 ribu. Akhirnya sejak SMA mulai berpikir bagaimana jalan-jalan menjadi duit.Â
Akhirnya kegiatan jalan-jalan Elok mampu mengantarkannya menjadi seorang jurnalis di Harian Kompas. Pada tahun 2010 Elok telah menjelajah 20 negara. Pengalaman perjalanan yang berkesan sampai meneteskan airmata ketika take-off dari Pyongyang Korea Utara menuju Beijing Tiongkok. Untuk perjalanan dalam negeri ketika naik helikopter dari Yahukimo menuju Wamena di Papua. Keindahan alam luar biasa, tetapi penduduk setempat harus berjalan kaki  selama dua hari melewati perbukitan untuk menuju kota kecamatan. Lalu juga masih tingginya angka busung lapar di Papua. Untuk kegiatan jurnalis yang menuntut harus fokus, maka Elok mengambil cuti kerja ketika ingin melakukan perjalanan wisata.Â
Dalam penjelajahannya ke seluruh dunia, Elok selalu mendapatkan penginapan gratis dan tinggal membaur di rumah orang lokal. Fasilitas CouchSurfing di 240 negara dengan anggota 5 juta orang. Tak heran apabila rumahnya juga menjadi lalu lalang para bule maupun orang asing yang menginap. Low Cost Carrier dapat menjadi alternatif utama, meski harus take-off pukul empat pagi dinihari dan landing pukul dua pagi dinihari.Â
Beberapa pengalaman dari hobi jalan-jalan menjadi sumber pemasukan tambahan, menjadi inspirasi berbagi untuk menulis dalam sebuah buku. Salah satunya Backpacking Hemat ke Australia. Untuk diketahui royalty dari penerbit berkisar maksimal 10% dari harga buku di Indonesia. Pengecualian untuk Andrea Hirata mencapai 12,5%.
Proses penulisan buku meliputi menulis naskah, melay-out naskah, membuat sampul buku, mengurus ISBN di Perpustakaan Nasional, mencetak buku.Â
Langkah awal adalah menentukan lokasi/ destinasi, apakah itu keindahan alam, suasana desa/ kota, laut/ gunung. Dari sudut kebudayaan antara lain keunikan adat istiadat, bahasa, makanan khas, kebiasaan hidup, kearifan lokal. Lalu melihat kondisi sosial masyarakat apakah tertutup/ terbuka, ramah atau acuh tak acuh pada turis. Dapat juga memperhatikan sejarah maupun acara tahunan di kota/ negara tersebut. Setelah itu buatlah outline berupa tiga sampai empat poin penting yang akan dibahas dan harus terkait satu sama lain dan saling mendukung. Setelah artikel selesai ditulis maka perlu diedit jika ada kesalahan tulis atau salah maksud. Sempurnakanlah kembali tulisan misalkan minta pada sahabat untul membaca ulang dan memberi penilaian apakah sudah layak dan masih perlu koreksi kembali.Â
Kalau naskah diserahkan pada penerbit mainstream, maka akan dilakukan penyuntingan/diedit oleh editor. Kita dapat menangani sendiri tanggungjawab penulisan dengan memcetak sendiri maupun lewat Indie Books/Label. Ini tentu saja untuk menjaga kebebasan berekspresi. Promo dapat dilakukan melalui koran/ majalah/ komunitas.Â
Untuk naskah artikel yang dikirim ke media massa (koran/majalah), sebaiknya tulisan tidak dikirim sekaligus ke beberapa media massa. Ini untuk menghindari black-list media massa. Jika ada kabar dari redaksi belum dapat dilakukan pemuatan, maka dapat dikirim kembali ke media massa lainnya.Â
Masalah plagiat pernah dialaminya, ketika sebuah buku meng-copy beberapa alinea artikelnya. Ketika ditelusuri ternyata bagian lainnya meng-copy berbagai artikel media online lainnya. Ini dikenal sebagai tulisan ghost writer, Â karena tidal jelas siapa penulisnya.Â
Â
Arbain Rambey yang merupakan jurnalis foto senior Harian Kompas, kemudian berbagi tips dan trik dalam aktivitas fotografi.Â
Foto yang baik sebenarnya sudah jadi sebelum diambil gambarnya. Maksudnya buatlah perencanaan dahulu bisa dalam bentuk sketsa terlebih dahulu. Rencanakan dahulu kondisi arsitektur, lanskap wilayah dengan objek foto. Ini diperlukan agar dapat segera melalukan adaptasi perubahan situasi yang mungkin dapat berubah. Tanpa perencanaan yang baik, kemungkinan tidak akan fokus berburu foto di lokasi, malah akan kebingungan sendiri ketika mendapatkan momen yang diinginkan tak terwujud.Â
Foto yang memiliki nilai jual tinggi biasanya adalah foto pemandangan alam. Korporasi besar akan membutuhkannya untuk foto eksklusif pada kalender tahunan mereka. Bagi korporasi harga sebuah kamera tidaklah mahal, maka dari itu mereka berani membayarnya dengan harga tinggi. Kadangkala orang bingung memberi harga ketika ada yang menawar foto kita. Untuk tidak menurunkan harga martabat diri, janganlah dibawah satu juta rupiah.Â
Ketika piknik janganlah malas bangun pagi. Manfaatkanlah waktu untuk berfoto, janganlah sibuk memotret diri sendiri. Yang laku dan bernilai ekonomis adalah foto pemandangan alam. Hendaknya jangan ada yang memakai baju warna putih, karena dapat 'merusak' foto alam itu.Â
Jika foto dihargai dengan nilai tinggi, hendaklah berbagi dengan objek sang foto. Misalkan kita mengambil gambar anak kecil yang kita tahu hidup dalam keadaan memprihatinkan. Pernah ada pemenang lomba foto yang rela terbang ke kota sang objek foto yang tinggal di kota lain. Pemberian uang hadiah dilakukan di pasar tempat objek foto berjualan. Namun terjadi kehebohan, sehingga ketika ada fotografer lain datang selalu dimintai duit.Â
Pada beberapa lokasi kadang terkendala masalah non teknis, khususnya untuk foto pra-nikah (pre-wedding). Di Inggris jika kita foto anak lima tahun kebawah maka dapat dituntut pasal kriminal. Asal kita masuk ke kawasan Louvre Prancis dengan tiket masuk, maka kita bebas beraktivitas mengambil foto. Bahkan di OrchardRoad Singapura tidak diperlukan perizinan. Namun di Indonesia terlalu banyak perizinan resmi maupun tidak resmi. Saat ini jika ingin izin lokasi foto di Bedugul harus keluar duit 4,5 juta rupiah. Beberapa taman di Jakarta juga tak luput dari penarikan biaya.Â
Sejak 2003 Arbain selalu memakai fasilitas auto. Foto yang dihasilkan menggunakan file *jpeg. Penggunaan file *raw kalau sangat mementingkan warna dan akan digunakan untuk media sebesar billboard. File *raw tidak akan dikenal oleh printer.Â
Jika tidak sedang menjadi juri lomba foto, Arbain akan tetap berusaha ikur lomba. Tentu saja bukan untuk mengejar hadiahnya, Â tetapi untuk menunjukan masih punya semangat untuk memotret dan juga pembuktian kualitas pada khalayak publik. Tidak masalah ketika harus juara ketiga, Â sementara juara satu disabet oleh pelajar SMA.Â
Â
Acara ditutup dengan pembacaan puisi foto oleh Henri C Widjaja dengan tema Perjalanan yang Dimampatkan.
Melakukan sebuah perjalananÂ
Seperti menjalani hidup yang dimampatkan
Setiap hari berganti kejadian
Baru saja satu berlalu
Yang tidak pernah kita tahu sudah menunggu
Â
Kita harus minta ijin dahulu ketika ingin mengambil foto warga Baduy Dalam ketika masih di area wilayahnya. Jika sudah berada diluar areanya, tentu saja seharusnya kita bebas mengambil foto mereka. Meski berada di luar wilayah mereka, tetap perlu ijin. Ketika telah diberi ijin, bak paparazzi seluruh pembawa kamera sibuk jepret sana sini. Orang Baduy Dalam berkata nanti kalo dikasih minta terus, persis seperti orang kota.Â
Dekil tubuhnya reot rumahnya
Tidak banyak orang suka
Bening matanya renyah tawanya
Tidak banyak orang punya
Â
Dengan ketinggian 3726 meter dpl, Gunung Rinjani Segara Anak mesti didaki melalui 7 bukit penyesalan. Pesonanya terasa ketika berjalan di dalam kabut. Seharusnya hanya butuh waktu 8 jam untuk mendakinya, namun membutuhkan waktu 12 jam. Riuh kicauan burung hutan di plawangan jauh lebih dahsyat dari soundsystem tercanggih saat ini, padahal jalur yang dilalui berpasir dan bisa membuat terpeleset. Sering tanpa disadari pengetahuan menghalangi kesempatan, otomatis pikiran negatif pegang kendali.Â
Jika ada arah yang tak ku mengerti
Kesanalah aku mesti pergi
Jika ada tempat yang tak mampu ku terka
Kesanalah aku harus berkelana
Â
Di salah satu pintu Rumah Adat Dayak di Kab. Kutai Barat Kalimantan Timur, terlihat seorang nenek sibuk menganyam rotan kerajinan tas kampung itu. Sang momen telah mempersiapkan untuk kemudahan mengambil foto. Sang nenek tak bertanya ataupun mempertanyakan untuk berapa lama bekerja dalam sepanjang hidupnya. Sang nenek bekerja bersama Sang waktu.Â
Menganyam rotan menjalin hari
Menganyam hidup menjalin hati
Â
Di salah satu pantai Jayapura, matahari terbit dan tetap memancarkan keindahannya. Matahari tidak ambil pusing apakah ada yang melihat ataupun yang memujinya. Tentu yang tersentuh akan bertanya 'Demi Apa?'Â
Tidak demi puji, tidak demi suka
Tidak demi puji, tidak demi cela
Tidak demi dendam
Tidak demi pahala
Tidak demi surga
Tidak demi neraka
Meski hanya sekali, meski cuma sekali
Ijinkan memberi, hanya demi
Memberi melulu, demi berbagi.Â
Â
Masih di salah satu pantai di Papua. Semakin siang terlihat semakin surut lautnya. Perahu mesti ditarik ketika harus pulang. Di kejauhan terlihat rumah yang menandakan ada metafora dan simbol tujuan. Di dalamnya ada otot, keringat, jerih payah. Jadi teringat dengan Sang Pencipta yang entah duduk dimana.Â
Bantulah Tuhan untuk membantumu
Karena Dia bukan pesulapÂ
Yang sekejap merubah tongkat menjadi kain lap
Bimbinglah Tuhan untuk membantumu
Karena Dia butuh makelar
Yang wujudnya lewat apa saja
Yang terwujud lewat ikhtiar
Berilah Tuhan kesempatan membantumu
Karena Dia menunggu di ujung niat juang
Karena Dia menunggu di ujung akhir tetes keringat
Pada akhirnya menyisakan pertanyaan
Mengapa tak membawanya dalam hidup keseharian
Bahwa yang pentingÂ
Bukan apa yang akan terjadi
Atau yang telah terjadi
Yang penting
Mengalami apa yang terjadi disini, pada saat ini
Menyadari bukan sekedar melewati
#IdDiversity #ToyotaAstraFinance #Indonesia-Diversity.id
Keterangan: semua foto merupakan dokumentasi pribadi penulis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H