Suyono Hadinoto mengemukakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan penduduk harus sesuai dengan daya tampung dan daya dukung wilayah perkotaan tersebut. Contohnya tingkat kepadatan wilayah, akses air bersih, tersedianya listrik yang cukup, tersedianya pasar dekat dengan permukiman, tersedianya area hijau/ taman kota sangat berpengaruh untuk aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat. Kota Medan jika tidak mampu melakukan pengendalian pertambahan jumlah penduduk, maka harus bersiap melakukan penyulingan air laut menjadi air tawar. Air kotor di kota Bandung telah mencapai level 4, padahal untuk pengolahan air untuk level 2 saja memakan biaya yang mahal. Wilayah Pantai Utara Banten telah terindikasi sebagai jalur penyebaran beredarnya narkoba. Apabila daya tampung dan daya dukung suatu wilayah tidak memadai, tantangan ke depan adalah pertumbuhan jumlah yang besar tapi dengan kualitas hidup yang rendah.
Ketika Suyono melakukan kunjungan lapangan dalam sosialiasi program kependudukan di wilayah NTT, timbul pertentangan dengan adat istiadat dan dogma ajaran agama yang dianut mayoritas masyarakat. Pemuka agama bersikukuh dengan program KB alamiah, dimana tingkat pendidikan/pengetahuan masyarakat belum memadai. Obsesi punya banyak anak karena tingkat kematian yang tinggi di kalangan masyarakat miskin masih banyak terjadi. Sementara di kalangan yang relatif berkecukupan, memiliki banyak anak karena merasa dapat membiayai nafkah kebutuhan hidupnya. Rendahnya kualitas SDM pada Tenaga Kerja Indonesia (TKI) mengakibatkan mayoritas bekerja pada sektor informal. Apabila TKIÂ telah berkeluarga dan memiliki anak, maka sementara waktu sang anak akan kehilangan perhatian, kasih sayang dan figur ayah dan atau ibu kandungnya. Ketika melakukan kunjungan lapangan ke Indramayu, Suyono melihat beberapa anak TKW yang kurus, berambut merah dan jarang mengaji. Prosentase 80% anak broken home merupakan penyumbang terbesar menurunnya human security di kota kota besar.
Untuk mendapatkan berkah keuntungan yang maksimal dari bonus demografi, maka harus didukung dengan angkatan kerja berkualitas (pendidikan dan kesehatan yang baik) dan tersedianya lapangan pekerjaan. Apabila penduduk usia produktif berkualitas rendah atau bahkan tidak memiliki pekerjaan, maka itu yang dinamakan sebagai petaka/ bencana demografi. Suyono menegaskan pembangunan keluarga berkualitas haruslah dalam lingkungan sehat. Unit terkecil dalam masyarakat terdiri dari suami-istri, suami-istri dan anak, ayah / ibu dan anaknya yang memiliki ikatan hukum adat agama dan negara. Jika ayah dan ibu berfungsi dala keluarga, maka akan dapat menetralisir pengaruh lingkungan luar yang begitu luar biasa besarnya. Guru terbaik seorang anak adalah orangtuanya sendiri. Penduduk suatu wilayah tidak dilihat dari kuantitasnya, meskipu kecil tapi memiliki karakter dan kualitas yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H