Pixel 3A dijual dengan harga setengah dari Pixel 3 reguler. Hasilnya, Google mengklaim bahwa penjualan Pixel versi "murah" memuaskan. Pada saat pertama kali diluncurkan, Google bahkan memberikan potongan harga dan bonus melimpah untuk mendongkrak penjualan.
Perubahan strategi ini berlanjut sampai Pixel 4A yang dirilis Agustus lalu. Namun, alih-alih strategi bisnis, Google terlihat gamang dalam menghadapi bisnis ponsel pintar.
Beberapa hari lalu, Pixel 5 diperkenalkan kepada publik. Ekpektasi adanya perubahan besar pada ponsel ini terkubur. Pixel 5 yang tanpa embel-embel huruf "A" di belakangnya, justru membawa spesifikasi kelas menengah.
Padahal tradisi Google, Pixel tanpa huruf "A" selalu membawa spesifikasi kelas atas, flagship sebutannya.
Pasar menengah memang menarik. Ada begitu besar permintaan di sana. Namun, beda dengan segmen atas yang hanya dikuasai segelintir pemain, pasar menengah justri lebih hiruk-pikuk, apalagi vendor asal China semakin menguasai di sana.
Absennya chipset kelas atas pada Pixel 5 mengundang mengundang sejumlah pertanyaan. Apakah Google sudah sadar betapa sulitnya bersaing di industri smartphone? Atau jangan-jangan Google sudah menyerah dengan ponsel kelas atas dan ingin "menjajah" segmen lebih bawah?
Pertanyaan tersebut tentu hanya Google yang bisa menjawab.
Namun, di sana, terlihat ada kegamangan yang memuncak. Ambisi Google untuk bersaing di industri ponsel flagship mulai diragukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H