Mohon tunggu...
Yudha Pratomo
Yudha Pratomo Mohon Tunggu... Jurnalis - Siapa aku

is typing...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Blackberry yang Tidak Tahu Diri

8 Desember 2017   09:53 Diperbarui: 8 Desember 2017   10:43 8268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat peluncuran Blackberry KeyOne Februari lalu. PCWorld.com

Jakarta -- Beberapa hari lalu saya membaca artikel dari salah satu Kompasianer. Isinya membahas tentang peluncuran Blackberry KeyOne. Sangat menarik membaca artikelnya, dari ulasannya saya bisa menyimpulkan bahwa ia beranggapan bahwa Blackberry KeyOne tidak akan bertahan lama di pasar teknologi. Pasalnya papan ketik (keyboard)fisik yang ada pada KeyOne tidak akan laku karena sejauh ini pengguna lebih menginginkan ponsel dengan layar penuh dan keyboard virtual.

Saya setuju dengan Kompasianer ini, perihal Blackberry KeyOne yang mungkin tidak akan laku di pasaran. Tapi soal keberadaan keyboard fisik yang dianggap tidak akan mendongkrak penjualan, saya tidak sependapat.

Membahas Blackberry tidak akan pernah ada habisnya. Walau jika di masa depan nanti Blackberry tidak memproduksi lagi ponsel pintar, saya pikir pembicaraan tentang brand yang pernah mendominasi market smartphone ini tidak akan pernah tergerus. Apapun itu pasti layak dan bisa untuk dibahas. Soal jalan hidup perusahaan, soal menjadi raja ponsel pintar, soal antiklimaks yang berujung pad penurunan dan kematian, bahkan mungkin jika nanti ia ber-reinkarnasi---seperti Nokia---Blackberry akan tetap sedap untuk dibicarakan. Setidaknya sebagai tolok ukur perusahaan sejenis jika mereka tak ingin mati lantaran minim inovasi dan terlambat mengadaptasi perubahan.

Bercerita soal Blackberry mungkin tidak perlu lagi menggunakan angka-angka yang kompleks dan hanya segelintir saja yang paham. Tak perlu sejauh itu. Cukup lihat saja secara riil, dari kenyataan di lapangan. Cobalah berjalan-jalan di mal atau di ITC atau di tempat sejenis dan hitung ada berapa toko yang masih menjual ponsel merek ini. Bandingkan dengan jumlah toko yang menjual ponsel Android atau iOS. Atau jika ingin lebih mudah, coba lihat di sekeliling Anda ada berapa orang yang masih menggunakan ponsel Blackberry. Terlihat bukan? Tanpa angka-angka yang rumit pun kita sudah bisa menyimpulkan bahwa Blackberry sudah hampir mati.

Tapi ia tidak semudah itu mati. Blackberry masih berusaha melawan maut dengan mencoba mengikuti arus keinginan konsumen, yakni mengubah penggunaan sistem operasi dari BB OS menjadi Android. Saham divisi telepon seluler pun dijual oleh RIM, kemudian pemilik baru merestui untuk beralih ke sistem operasi Android. Blackberry kembali ke pasar smartphone dengan segala perjudian. Priv menjadi model pertama yang menghujam pasar disusul beberapa model lainnya sampai yang terbaru, KeyOne.

Tapi ada yang sangat mengganjal di pikiran saya melihat model-model terbaru yang diluncurkan Blackberry ini. Mungkin Anda juga berpikiran sama yakni masalah harga. Saat pertama kali saya melihat harga model Priv saya berpikir mungkin saja hanya model ini yang dipertahankan untuk menyasar segmen atas. Tapi perkiraan saya salah. KeyOne juga didaulat untuk masuk dalam persaingan ponsel kelas ini.

Mengingat ingat lagi bagaimana Blackberry jatuh bangun diserang Android dan iOS, saya masih tak habis pikir mengapa ia masih kekeuh untuk masuk di segmen kelas atas dengan harga yang saya pikir terlalu tinggi. Dalih yang saya temukan setelah beberapa kali browsing adalah bahwa Blackberry tetap ingin menjadi ponsel yang menyasar kalangan pebisnis. Padahal kalau kita lihat di sekeliling, para pebisnis itu tak lagi menggunakan Blackberry. Kebanyakan dari mereka menggunakan iPhone atau Samsung Galaxy yang dianggap representatif terhadap gengsi.

Blackberry KeyOne. GadgetFreak.
Blackberry KeyOne. GadgetFreak.
Kendati demikian, pihak PT BB Merah Putih sebagai distributor resmi di Indonesia merasa optimistis ponselnya ini akan tetap menarik minta konsumen, meski harga yang ditawarkan sangat tinggi. Pasalnya, Blackberry KeyOne dianggap memiliki sejumlah keunggulan yang tidak dimiliki ponsel pintar lain.

"Untuk KeyOne ini kami sangat yakin (diterima pasar) karena ada banyak keunggulannya. Smartphone ini punya banyak perbedaan yang membuatnya lebih unggul (dibandingkan produk lain)," ujar Sukaca Purwokardjono COO PT BB Merah Putih dikutip dari Liputan6.com.

Boleh optimistis, tapi seharusnya juga realistis. Pada berita yang saya baca, Sukaca membeberkan beberapa keunggulan tersebut seperti adanya tombol shortcut,kemudian adanya pemindai sidik jari pada keyboard fisik, juga keberadaan keyboard fisik tersebut. Padahal kalau dilihat-lihat sih kita semua bisa menemukan dengan mudah apa yang dibilang "keunggulan" Blackberry KeyOne ini di ponsel-ponsel lain yang harganya bahkan jauh lebih murah. Yang benar-benar jadi keunggulan mungkin hanya keberadaan keyboard fisik yang jadi ciri khas Blackberry.

Ini yang harus diapresiasi. Kalau dari artikel Kompasianer yang sebelumnya saya baca mengatakan bahwa keberadaan keyboard qwerty fisik ini adalah nilai minus, buat saya malah sebaliknya. Ini memang benar-benar keunggulan Blackberry yang tetap memertahankan ciri khas. Ini mungkin satu-satunya factor yang bisa membuat Blackberry KeyOne tetap laku meski dengan harga yang tidak masuk akal.

Sekali lagi saya tegaskan, keyboard fisik yang hadir pada KeyOne bukanlah sebuah hal minus, tapi itu menjadi sebuah atribut penting di mana produk tersebut bisa menyasar segmen yang lebih spesifik. Percayalah, di luar sana masih banyak orang yang berharap ada ponsel Android yang menghadirkan keyboard fisik. Alasannya apa? Tentu saja kenyamanan dalam pengalaman mengetik.

Tidak semua orang suka dengan keyboard virtual yang selama ini masih menjadi primadona. Tidak semua orang suka itu. Alasan mereka tetap memilih ponsel keyboard virtual --meski  tidak suka---saya yakin adalah karena keterpaksaan. Terpaksa mengikuti pasar yang monoton dengan model yang begitu-begitu saja. Saya yakin itu.

Karena itulah saya menilai bahwa KeyOne sebenarnya memiliki potensi keterjualan yang jauh lebih besar di pasar. Spesifikasi yang diusung memang cukup mumpuni tapi harga yang ditawarkan terlalu berlebihan. Dengan harga hampir 9 juta rupiah, saya pribadi lebih baik membeli Galaxy S series atau Note series atau beralih ke iPhone 7. Prestisnya dapet, fungsinya juga dapet.

Faktor harga ini yang patut disayangkan oleh para pecinta ponsel keyboard qwerty fisik di seluruh dunia. Kalau saja Blackberry tahu diri dan sadar bahwa ia akan kesulitan menjangkau segmen pasar atas dengan memaksakan harga yang terlalu tinggi, pasti ia mau sedikit merendahkan harga tanpa terlalu banyak mengurangi kualitas. Kalau saja Blackberry rendah hati mau menjangkau segmen pasar menengah dengan ponsel keyboard fisik, mungkin ceritanya akan berbeda. Mungkin penjualannya bisa melesat lebih dari yang diharapkan. Mungkin saja di kemudian hari Blackberry bisa kembali mendominasi (meski sulit).

Namun dari segala kemungkinan itu kita patut menyayangkan, bahwa Blackberry tidak tahu diri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun