Jakarta – Malam tadi menjadi malam yang cukup panjang untuk saya dan kawan-kawan. Waktu menunjukkan pukul 22.15. Berencana untuk nonton bareng Piala FA, kami malah dikejutkan dengan kabar adanya ledakan bom bunuh diri di terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur.
Berawal dari kawan saya yang merupakan seorang reporter untuk salah satu tv swasta yang mengecek ponselnya karena notifikasi grup whatsappnya cukup ramai. Firasatnya benar, ternyata ada peristiwa pengeboman dan kantornya meminta untuk melakukan breaking news ditambah dengan laporan langsung. Mau tidak mau, ia harus segera meluncur ke lokasi kejadian.
Ia pun mengajak saya untuk ikut ke lapangan. Bermodal kartu pengenal Pers lawas, saya pun ikut berangkat ke TKP. Ketika kami tiba, suasana di sana sudah sangat ramai. Garis polisi telah dibentangkan menutupi jalan raya tepat di bawah flyover Kampung Melayu. Kondisi jalanan sangat padat dan polisi dengan dibantu masyarakat sekitar mulai membuat blokade jalan dalam jarak kurang lebih 100 meter.
Penjagaan terlihat begitu ketat. Awalnya, saya dan rekan tidak dapat masuk ke TKP, tapi dengan memperlihatkan kartu pers ditambah dengan sedikit paksaan, polisi pun melunak dan mempersilakan meski dibatasi dalam jarak tertentu.
Kawan saya dengan cepat melakukan breaking news, mobil SNG (mobil untuk live report) telah standby di lokasi lengkap dengan kamera yang dibawa oleh si video jurnalis. Kawan saya pun mulai breaking news, menulis naskah dan mengambil gambar. Sedangkan saya; kelayapan, iseng, dan sedikit ngobrol dengan warga sekitar.
“Pertama sih di sekitar toilet, kemudian ga tau satu lagi di sebelah mana. Katanya sih dekat halte busway,” ujar pria 30 tahun yang tidak mau disebutkan namanya ini.
Beberapa saat kemudian polisi mulai bergegas mensterilkan wilayah. Ternyata olah TKP akan segera dilakukan. Terpaksa saya yang sudah berada di luar area garis polisi pun tidak bisa masuk lagi hingga olah TKP selesai. Sedangkan kawan saya berada di sisi yang berbeda dengan tempat saya berdiri, kami hanya bisa berkomunikasi lewat Line karena sulit untuk mendekat.
Yasuda lah. Tidak mengapa saya tidak bisa mendekat lagi ke TKP. Karena di sana saya malah bertemu teman-teman lama dan malah bercengkrama.
Kondisi malam tadi tidak begitu menegangkan seperti saat bom Sarinah. Semua terlihat normal, hanya memang raungan sirine ambulans membuat suasana sedikit panic dan berisik.
Mungkin aksi ini ada kaitannya dengan pengeboman di Manchester dan di konser Ariana Grande beberapa waktu lalu. Tapi saya tidak tahu pasti karena saya bukan orang yang berwenang untuk menyimpulkannya. Oya, satu hal lagi, bagi Anda yang mendapat gambar-gambar yang katanya pelaku & korban pengeboman yang tersebar lewat Whatsapp atau yang lain, jangan percaya. Itu dipastikan hoaks karena Wakapolri sudah memastikannya.
Bagi saya ini adalah kali kedua dihadapkan dengan situasi yang dekat dengan pengeboman. Pertama kalinya saat aksi terror terjadi di Sarinah. Waktu itu pelaku berhasil ditembak mati dan tagar #KamiTidakTakut menggema di jagat maya. Tapi sekarang, berbeda kondisinya. 3 orang polisi gugur dan belasan lainnya luka-luka. Kondisi ini seolah membungkam kita untuk menyatakan ketidaktakutan seperti di awal tahun 2016 lalu saat terror di Sarinah terjadi.
Apa kita sekarang takut? Rasanya tidak.
Aksi terorisme seperti ini harus dilawan dengan keberanian kumulatif dari tiap individu di Indonesia.
Bagaimana bisa didapatkan? Tentu saja dengan semangat persatuan, tanpa ada isu SARA atau hal lain yang memecah belah.
Semoga Indonesia tetap aman.
----
Mau aplot foto yang banyak, ternyata burem. :( Mau aplot video, kuota inet terbatas. Ntar aja ah di kantor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H