Mohon tunggu...
Yudha Pratomo
Yudha Pratomo Mohon Tunggu... Jurnalis - Siapa aku

is typing...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jokowi, Kaesang dan Kisah Sherlock Holmes

27 Januari 2017   18:00 Diperbarui: 28 Januari 2017   13:05 2409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arthur Conan Doyle ketika itu membuat karakter Sherlock Holmes sebagai cerita sisipan di sebuah majalah, The Strand Magazine. Bisa dibilang sejenis cerpen atau cerbung bentuknya. Cerita tersebut muncul, dibundel menjadi satu dengan surat kabar yang diterbitkan. Tapi kemudian karakter itu digemari banyak orang sehingga mau tidak mau, Conan Doyle harus terus melanjutkan hidupnya untuk membuat karakter ini terus hidup.

Sherlock Holmes adalah detektif yang melegenda. Kehebatan Conan Doyle meramu setiap misteri dan formula pemecahannya membuat ia dianugerahi gelar "Sir" yang biasa disandang oleh bangsawan atau sejenisnya di daratan Britania. Kehebatan Sherlock bahkan meluluhkan orang nomor satu di Inggris.

Sherlock bukan karakter tunggal. Sebagaimana seorang pahlawan, ada sosok yang mendukung dan memengaruhinya sebagai orang kedua dalam kisah melegenda.

Singkat cerita dalam setiap kasus yang ditanganinya, Sherlock Holmes didampingi sahabat terdekatnya, Watson, dr. John Hamish Watson nama lengkapnya. Dalam kisah Sherlock modern yang dimodifikasi oleh Steven Moffat dan Mark Gattis, Watson diceritakan sebagai seorang pensiunan dokter militer. Dalam kisah ini, Watson ibarat menjadi bayangan Sherlock, menjadi buntut langkah demi langkah saat memecahkan sebuah kasus.

Karakternya sebagai pembantu pemeran utama memang sangat tidak bisa dipisahkan. Sebenarnya peran utamanya bukanlah ikut berpikir keras, mencari jarum dalam tumpukan jerami untuk menyelesaikan kasus kasus pelik bersama Sherlock. Dalam kisah ini, "fungsi" utama John Watson adalah sebagai pencatat, perekam setiap gerak gerik Sherlock dan mencatatnya dalam catatan. Catatan ini kemudian dipublikasikan Watson di sebuah surat kabar yang membuat sosok Sherlock begitu terkenal sebagai detektif konsultan.

Ya, Watson mencatat setiap kasus yang ia coba pecahkan bersama Sherlock, sang karakter utama. Ia mencatat setiap detil kondisi, gerakan, suhu, bahkan setiap inci langkah Sherlock menuju titik terang dalam masalah yang dihadapi.

Yang menarik adalah, setiap catatan perjalanannya bersama Sherlock ini kemudian ia publikasikan, ia ramu dengan berbagai bumbu humanis yang semakin membuat orang tertarik pada sosok Sherlock. Dengan kata lain, ia ibarat seorang PR dari Sherlock Holmes.

Lalu apa hubungannya dengan Jokowi dan Kaesang? Jika mencerna tulisan saya yang amburadul di atas, mungkin Anda sudah melihat benang merahnya. Jika boleh membandingkan, Jokowi ibarat tokoh utama dan kaesang adalah tokoh pembantunya.

Jokowi ibarat Sherlock dan Kaesang adalah John Watson dalam konteks yang lebih modern. Seorang Kaesang, sewajarnya anak muda zaman sekarang yang menggandrungi konten digital seringkali mengunggah video-video unik dan (lumayan) lucu di Channel (kanal) Yucupnya.

Hubungan ayah-anak ini dimanfaatkan Kaesang untuk mengisi kanalnya dengan kegiatan atau sisi lain Pak Presiden. Yang saya ingat ada beberapa video yang dibuat bersama Jokowi yaitu saat adu panco, saat latihan panahan dan yang terbaru saat Jokowi cukur rambut.

Sederhana ya? Iya memang sederhana. Hanya bikin video yang notabenenya tanpa storyline, tanpa menghapal skrip (meskipun selalu ada wejangan dari Pak Presiden) dan bahkan hanya dengan proses editing yang sederhana, Kaesang bisa mengangkat citra Jokowi, dengan bumbu yang lebih humanis dan menonjolkan sisi kesederhanaan. Ya tidak jauh beda lah dengan John Watsonnya Sherlock. 

Buat saya sebagai orang biasa -terlepas saya mendukung Jokowi atau tidak, saya cukup berterimakasih pada anak muda satu ini. Ya karena saya bisa melihat sisi lain seorang presiden, unik bukan? Kapan lagi coba bisa liat presiden cukur rambut, panco atau melakukan hal-hal kecil lainnya. 

Bagi saya, saya tidak perlu mengingat-ingat lagi teori Public Relation yang rumit semasa kuliah, melihat Kaesang dengan kegiatan Vlognya membuat saya berpikir ternyata PR tidak serumit teori yang jika dijabarkan bisa sampai lebih dari 50 halaman. Zaman ternyata sudah berubah ya, konteks-konteks pun berubah dengan dinamis. 

Video yang diunggah Kaesang ke kanalnya buat saya ibarat catatan John Watson tentang Sherlock Holmes. Catatan ringan dengan bumbu humanis yang membuat Sherlock lebih digemari -mungkin begitu juga Jokowi.

Udah ah, ga usah serius-serius amat.

Dor!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun