Mohon tunggu...
Yudha Pratomo
Yudha Pratomo Mohon Tunggu... Jurnalis - Siapa aku

is typing...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Meramal Nasib Reinkarnasi Nokia

22 Agustus 2016   21:32 Diperbarui: 23 Agustus 2016   01:31 1177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar tahun 2004 untuk pertama kalinya saya mendapatkan ponsel milik saya sendiri. Ketika itu saya masih kelas 1 menuju kelas 2 SMP. Ponsel itu saya dapatkan karena berhasil mendapat nilai terbaik di sekolah, juara umum. Saking senangnya saya, berhari-hari saya terus memikirkan “Mau beli handphone merek apa ya nanti?”

Berhari-hari saya tidak sabar menunggu kapan saya akan diajak ayah saya untuk memilih sesuka hati ponsel apa yang saya inginkan. Pada saat hari H, kami berdua pergi ke plaza Jambu dua di Bogor. Di tempat ini berkumpul para penjual elektronik mulai dari ponsel hingga komputer. Seperti Mangga Dua di Jakarta kurang lebih.

Waktu itu, saya tidak tahu sama sekali ponsel apa yang akan saya beli. Wajar saja zaman dulu mendapatkan informasi seperti ini tidak mudah. Internet belum memasyarakat dan ponsel masing menjadi barang mewah kala itu. Usut punya usut, berdasarkan rekomendasi beberapa kerabat, merek Nokia lah yang menjadi raja. Nokia menjadi merek ponsel yang paling diagungkan dan di bawahnya mengikuti Sony Ericsson dan Motorola. Merek Korea seperti LG atau Samsung belum terdengar gaungnya sama sekali. Dulu kedua merek ini lebih dikenal sebagai brand kulkas.

Kemudian saya putuskan membeli Nokia. Saya lupa memilih model yang mana, yang jelas ukurannya jauh lebih kecil dari yang lain.

Rasa bangga ketika Nokia bersemayam dalam kantong celana saya. Tidak sabar ingin memamerkan pada kawan sejawat di sekolah esok hari.

--

Tahun 2000an memang menjadi era keemasan raksasa asal Finlandia ini. Nokia menjadi top of mind di masyarakat dalam memilih merek ponsel. Sedangkan Ericsson yang kemudian bergabung dengan Sony mengejar pada peringkat dua brand terpopuler. Pabrikan asal Afrika Selatan, Motorola pun menjadi salah satu kuda hitam di pasar ponsel Indonesia bahkan dunia.

Masihkah Anda ingat bagaimana Nokia mendominasi sejak munculnya 3310 si-ponsel-sabun hingga yang tergolong canggih dengan sistem operasi Symbian? Sangat jelas Nokia memang menjad raja ketika itu. Dominan dan sulit dirusak pangsa pasarnya oleh produsen lain.

Titik puncak kejayaannya adalah saat hampir semua modelnya menggunakan sistem operasi Symbian. Saya ingat bagaimana Nokia 3360, 6600 hingga N-Gage begitu mendominasi. Tidak munafik, saya juga menginginkan N-gage menjadi penghuni saku celana saya.

Sayang, kemunculan Blackberry yang menjadi jamur di tengah hujan menggoyang tahta Nokia hingga akhirnya tumbang dan jatuh. Blackberry meraja, Nokia merana. Ditambah lahirnya sistem operasi Android pertama (Cupcake) membuat Nokia sulit untuk bangkit. Keterlambatan mengadopsi sistem operasi terbuka membuat bukan hanya Nokia yang jatuh, tapi juga Blackberry yang kemudian diambli oleh para produsen pemuja Android.

Hingga pada akhirnya Nokia memutuskan untuk menjual bisnis unit ponsel pintar mereka pada Microsoft, dengan begitu ada sedikit harapan yang muncul. Sayang Microsoft pun gagal total. Mengedepankan Lumia sebagai ujung tombak tidak membuat untung yang besar bahkan cenderung terus merugi. Dan untuk kedua kalinya bisnis unit ponsel Nokia berpindah tangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun