Mohon tunggu...
Yudha Pratomo
Yudha Pratomo Mohon Tunggu... Jurnalis - Siapa aku

is typing...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Smartphone, Enkripsi dan Peluang Kejahatan

19 April 2016   15:51 Diperbarui: 20 April 2016   10:01 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi enkripsi. Sumber: computerworld.com"][/caption]Belum lama ini dua entitas terbesar Amerika Serikat, FBI dan Apple berseteru. Hal ini dilatarbelakangi oleh kejadian serangan terorisme di San Bernardino, California pada 2 Desember 2015 lalu.

Sebuah serangan brutal menewaskan 14 warga sipil dan 22 orang lainnya luka berat. Kala itu teroris melakukan aksi penembakan masal diikuti dengan ledakan bom.

Polisi berhasil menembak mati pelaku dan barang bukti. Menariknya, salah satu barang bukti yang disita adalah satu buah perangkat smartphone merek iPhone model 5c. Ponsel pintar ini diperkirakan digunakan oleh pelaku untuk berkomunikasi dengan jaringan teroris secara luas.

Masalahnya adalah, ponsel tersebut diproteksi dengan kombinasi angka sebagai password dan enkripsi. Sehingga, pihak berwajib tidak bisa mengakses data dan informasi yang ada di dalamnya.

Sebagai informasi, enkripsi sendiri adalah proses pengamanan sebuah informasi secara khusus dengan mengubah informasi tersebut menjadi kode sandi. Hanya orang yang memiliki kunci (key) saja yang bisa menerjemahkan informasi tersebut.

Untuk mempermudah langkah investigasi, Hakim Federal kemudian secara resmi mengimbau Apple agar membantu upaya pemerintah dalam pemberantasan terorisme. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan melonggarkan atau bahkan membuka enkripsi data pada iPhone 5c milik teroris yang disita.

Tapi sayang, Apple menolak untuk bekerja sama. Dengan alasan ponsel yang diproteksi hanya bisa dibuka oleh pemiliknya, Apple menolak secara halus permintaan FBI.

FBI tidak tinggal diam. Mereka bahkan menyewa ahli-ahli sistem keamanan untuk membobol enkripsi ponsel ini. Memang, pada sistem keamanan Apple (iPhone) ketika pengguna salah memasukkan password dalam jumlah kesempatan tertentu, maka semua data yang ada di dalamnya bisa terhapus. Hal inilah yang membuat FBI sangat berhati-hati dalam membuka enkripsi ponsel pintar ini.

Sebenarnya penolakan yang dilakukan Apple ini bukan tanpa alasan. Apple tentu harus mempertahankan sistem keamanan yang mereka miliki untuk melindungi privasi dan data pengguna. Tidak melihat siapapun pengguna itu, entah ia teroris atau hanya warga biasa.Tentu saja hal ini adalah sebuah komitmen dalam sebuah perusahaan.

Isu Privasi

Pada 2014 lalu isu privasi sangat kencang dibicarakan di berbagai media. Pasalnya kala itu whistle blower, Edward Snowden mengungkapkan aksi penyadapan yang dilakukan pemerintah Amerika dan NSA terhadap pengguna smartphone di sana.

Bahkan belum lama ini ada kabar mengejutkan, Blackberry bekerja sama dengan pemerintah Kanada diketahui menyadap segala aktivitas pengguna yang dilakukan pada aplikasi Blackberry Messenger (BBM). Pihak Blackberry pun tidak menyangkalnya meskipun tidak juga secara gamblang mengonfirmasi kebenaran kabar ini.

Lalu apa hubungannya isu privasi dan enkripsi?
Lantas sebenarnya apakah enkripsi penting?

Isu privasi dan teknologi enkripsi memiliki sebuah keterkaitan erat. Untuk melindungi privasi pengguna, maka penyedia layanan teknologi menggunakan enkripsi data sebagai tameng.

Apakah penting? Memang penting, untuk sebagian orang. Umumnya, orang yang bekerja di pemerintah atau perusahaan tidak ingin informasinya bisa dicuri pihak lain.

Saat ini ada banyak sekali kejahatan-kejahatan siber yang bahkan bisa dilakukan oleh orang yang tidak begitu ahli. Kebanyakan kejahatan siber seperti ini sasarannya adalah pencurian data privasi seperti aktivitas panggilan telepon, email, bahkan media sosial. Dan untuk mengamankan ini maka dilakukanlah proses enkripsi data.

Enkripsi dan Peluang Kejahatan

[caption caption="Ilustrasi smartphone. Sumber: Irishexaminer.com"]

[/caption]Baru-baru ini Whatsapp sebagai aplikasi obrolan teks paling banyak digunakan di dunia memberi fitur keamanan baru. Kini semua pesan yang dikirim melalui Whatsapp dienkripsi sehingga tidak sembarang orang bisa menyadap percakapan. Bukan hanya percakapan teks, tapi juga percakapan suara yang dilakukan lewat aplikasi ini.

Fitur enkripsi pada aplikasi obrolan daring (chatting) sebenarnya bukan hal baru. Telegram adalah aplikasi pertama yang menerapkan sistem keamanan komunikasi seperti ini.

Namun tentu saja ini menjadi dua sisi mata pisau yang tajam. Di satu sisi, keamanan komunikasi memang dibutuhkan untuk beberapa pihak. Di sisi lain, peluang ini bisa dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan untuk membuat jaringan komunikasi yang tidak terdeteksi.

Seperti pada kasus terorisme yang dilakukan ISIS pada 2015 lalu. Jaringan ini dikabarkan menggunakan aplikasi Telegram untuk komunikasi sesama teroris lantaran adanya fitur enkripsi ini.

Tentu saja ini malah memberikan satu hal yang negatif. Sebuah teknologi keamanan malah membuat tidak aman karena disalah gunakan untuk tindakan kriminal. Sama seperti Telegram, Whatsapp yang sekarang menggunakan enkripsi juga bisa saja digunakan oleh pelaku kriminal dan terorisme.

Seperti yang saya tuliskan sebelumnya, enkripsi ini menjadi dua mata pisau. Bayangkan saja ketika para pelaku kriminal bisa bercakap-cakap dengan leluasa merencanakan satu tindakan kejahatan baru. Pasti akan sangat berbahaya bukan?

Bahkan tahun lalu pasca penyerangan teroris terhadap majalah Charlie Hebdo, Perdana Menteri Inggris David Cameron akan melarang teknologi enkripsi end-to-end pada jaringan internet. Dalam sebuah tanggapannya David Cameroon mengatakan bahwa tidak akan ada tempat bersembunyi bagi para teroris, termasuk di dunia maya.

Tentu saja bagi para pegiat teknologi, pernyataan David Cameroon ini mengundang kontra. Karena proses enkripsi data sejatinya adalah tulang punggung keamanan informasi di dunia. Tanpa adanya teknologi ini, tidak akan pernah ada internet banking, e-commerce, atau transaksi online lainnya.

Lalu bagaiamana dengan Indonesia? Mungkin Indonesia belum menyadari lebih jauh tentang pola dua sisi mata pisau tentang enkripsi data ini. Sudah seharusnya pemerintah juga memperhatikan perkembangan teknologi seperti ini. Apalagi teknologi ini bisa dimanfaatkan untuk tindak kejahat dalam skala besar.

Korupsi misalnya. Bisa saja para koruptor dengan bebas membicarakan soal penyelewangan dana atau hal lain lewat Whatsapp dan Telegram. Tentu saja dengan pesan yang dienkripsi, pihak berwajib akan lebih sulit melacak pelaku kejahatan seperti ini.

Para pakar mengatakan bahwa orang-orang baik (the good guy) dan orang-orang jahat (the bad guy) menggunakan teknologi enkripsi untuk mengamankan komunikasinya. Dan karena teknologi ini sudah menjadi tulang punggung keamanan siber dunia, maka tidak akan mungkin untuk ditiadakan.

Lalu apa solusinya? Sebenarnya ada solusi sederhana untuk masalah ini. Pemerintah bisa saja melobby si empunya aplikasi untuk membuat backdoor yang bisa digunakan untuk eksploitasi jika diperlukan sewaktu-waktu. Tapi sayang penggunaan backdoor ini sangat riskan dan bisa saja dimanfaatkan pihak tidak bertanggung jawab.

Atau bisa saja pemerintah membuat kesepakatan tertentu kepada pemilik aplikasi agar mau membantu dan bersinergi jika suatu saat dibutuhkan kerja sama untuk mengungkap satu tindak kejahatan.

Teknologi enkripsi sesungguhnya bukanlah sebuah musuh, tapi lebih jauh, teknologi ini adalah aspek penting dalam sebuah masyarakat yang bebas. Hanya saja bagaimana penggunaannya itu semua bergantung pada siapa yang memanfaatkannya.

---
“-How long do you want these messages to remain secret?[...]
+I want them to remain secret for as long as men are capable of evil.”
― Neal Stephenson, Cryptonomicon

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun