Mohon tunggu...
Yudha Pratomo
Yudha Pratomo Mohon Tunggu... Jurnalis - Siapa aku

is typing...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

(Masih) Ada Kebaikan dari Pengemudi Taksi Konvensional

23 Maret 2016   12:42 Diperbarui: 23 Maret 2016   12:51 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemudian cerita lain yang saya alami sendiri. Beberapa tahun silam ayah saya menderita sakit. Ketika itu sakitnya kambuh dan saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya panggil taksi untuk membawa ayah saya ke rumah sakit. Di rumah sakit, sopir taksi itu banyak menolong saya. Ia yang mengantar ayah saya sampai ke ruang pemeriksaan, menolong saya mengurus administrasi, bahkan menemani saya hingga ibu saya yang masih di luar kota saat itu tiba di rumah sakit. Saya ingat betul ketika saya memberikan uang tambahan karena telah banyak membantu, beliau hanya berkata, "tidak usah, saya ikhlas. Semoga ayah adek cepat sembuh." Bahkan hingga sekarang, saya masih menjalin silaturahmi dengan beliau meski sudah tidak lagi menjadi pengemudi taksi.

Mekanisme pertahanan diri

Lalu apa tindakan pengemudi taksi di demo kemarin salah? Ya tentu saja salah. Tindakan arogan dan kriminal seperti itu tidak bisa dibenarkan. Polisi harus cepat turun tangan menanggapi aksi kemarin. Pemerintah juga harus cepat tanggap. Jika perlu, cabut izin operasi bagi perusahaan taksi yang tidak menghukum pengemudinya yang bertindak anarkistis.

Di sini saya bukan membela para pengemudi arogan. Tapi menurut saya, tindakan mereka yang berunjuk rasa kemarin adalah satu bentuk mekanisme pertahanan diri yang secara alamiah muncul. Ya, seperti hewan buas yang merasa terancam, mereka melakukan segala cara untuk menyelamatkan diri dan menyelamatkan keluarga mereka tentunya. Meski cara itu sangat sangat salah.

Meski demikian kita tidak bisa langsung mengeneralisasi begitu saja melihat tingkah polah pengemudi taksi konvensional kemarin. Masih banyak pengemudi yang santun, yang ikhlas dalam bekerja, yang berjihad untuk keluarga tanpa ada rasa beban, tanpa takut pasarnya akan dimakan.

Kita tidak bisa melihat hanya dari satu sisi dengan satu mata tertutup. Kita juga tidak bisa mengedepankan ego dalam menilai satu permasalahan. Kita juga tidak bisa mengikuti emosi saat meresapi satu polemik. Jangan sampai karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Karena (masih) ada kebaikan dari pengemudi taksi konvensional.

 

---

Tulisan ini sekadar berbagi informasi & pemikiran. Tidak untuk menjadi bahan perdebatan. :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun