Mohon tunggu...
Pratiwi Wulan Sari
Pratiwi Wulan Sari Mohon Tunggu... lainnya -

seorang TKW yang saat ini tengah berdiam di bawah naungan langit Hong Kong. Sedang belajar bagaimana cara menulis dengan baik dan benar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Namaku Aurora (Sebuah Cerpen)

29 September 2013   14:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:14 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku masih ingat saat dia membisikiku, “biarkan aku menjadi salah satu suatu harimu nanti Lim sayang….jadilah merpati, kepakkan sayapmu sejauh titian pelangi, aku akan tetap menunggumu disini.”

Semuanya serba kosong, kupandangi wajahku dipantulan kaca, ini memang bukan Halim yang mereka kenal. Tapi aku akan tetap berarti bagi Murni, bagaimana bisa kujelaskan pada mereka?! Merpati ini pulang menjemput pasangannya, merpati ini butuh Murni sebagai labuhan hatinya.

“Memandangmu seolah kuhadapi keayuan Supraba, tapi keayuan itu sama sekali tak berasal darimu sayang. Mungkinkah ruh bidadari terselip diantara ketegaranmu sebagai yang tak tersentuh?!” Sam, lelaki kesekian yang memaksa menjadi lelakiku, dia anak dari seorang Dalang ternama di kotanya dan bernasib sama seperti yang lain, pada akhirnya menyerah karena tak pernah mampu menyentuh keperempuanan dalam tubuhku.

Para lelaki itu, mana mungkin mereka bisa memahami, aku tak akan tega membuat perempuan lautku jalang gara-gara perlakuanku yang sembarangan terhadap tubuh yang seringkali memancarkan kekenesannya ini.

Aku menjadi pesolek paling anggun, aku merawat tubuhku seperti merawat seorang calon pengantin. Karena tubuh ini bagian darinya, tubuh ini masih milik Murni. Kini saat kudapati ia tak lagi berada di sarangnya aku benar-benar merasa kehilangan yang begitu dalam.

Sore itu kudatangi kuburan emak dan bapak, menangis sejadi-jadinya diatas batu nisan mereka. Betapa sekarang aku benar-benar merasa sendiri, sebagai seseorang paling tak berarti. Kudekap tubuhku erat-erat, seolah ia Murni yang berada disisiku. Kuraba tengkukku sendiri, mencoba mengirimkan piluku kepadanya, berharap keajaiban terjadi esok hari.

Satu, dua, tiga hari, hingga satu bulan lamanya aku masih setia menantinya. Berharap ia benar-benar akan datang kepadaku. Rumahku menjadi semacam sarang hantu, kubiarkan latarnya tak terawat, rumput liar merumpun subur di halaman. Sementara aku sendiri hampir tidak pernah menampakkan diri kecuali saat matahari mulai redup pasrah direngkuh senja, saat itu kuhadapi laut, menunggu kekasihku, mungkin laut akan rela mengembalikannya kepadaku. Tapi lagi-lagi yang kudapatkan hanya siluet matahari. Ah murni, di sanakah kau bersembunyi? Sengaja membuatku hampir gila begini.

Pagi itu entah mengapa sejak bangun tidur ada sedikit perasaaan senang menjangkitiku.

Benar saja, saat kudapati secarik kertas yang terlipat kecil dan kusut, didalamnya terdapat sebuah tulisan, tulisan tangan Murni! Aku nyaris terpekik kegirangan, mungkin ini bisa menjadi petunjuk bagi kami. Entahlah, kertas itu teronggok begitu saja terselip diantara jepitan lemari tuaku, tidak tahu sudah berapa lama dia diam disitu.

Segera kubuka lipatan kertas yang sudah hampir tak berbentuk itu, setidaknya mungkin surat itu bisa menjadi petunjuk atas keberadaan Murni. Kupandangi lekat-lekat tiap-tiap huruf yang tertera disitu, tak satu hurufpun kubiarkan luput dari penglihatanku. Seperti sedang membaca sebuah peta perompak, kuteliti satu persatu tulisan itu.

Lim sayangku, saat kau baca tulisan ini, mungkin aku sudah tak lagi ada di sini. Maaf telah mengingkari janji yang telah kuucapkan padamu dulu. Aku pergi Lim, dengan seorang lelaki pilihan bapakku. Tekanan-tekanan yang datang setelah kau pergi serta segala cibiran itu. Kepergianmu ternyata turut pula membawa semua kekuatan yang kumiliki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun