Mohon tunggu...
Pratiwi Hamdhana
Pratiwi Hamdhana Mohon Tunggu... Freelancer -

a fulltime dreamer who loves to travel around the world, capturing life is one of my hobbies and now I'm a learner as Pengajar Muda X Indonesia Mengajar in Fakfak, West Papua

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[Cerita Pengajar Muda] Sepenggal Kisah Dari Arguni

4 November 2015   19:27 Diperbarui: 4 November 2015   19:40 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak-anak akan datang kapan saja di rumah, masuk ke kamar tanpa permisi, dan saya mulai menerima tanpa lagi merasa terganggu (well, kadang-kadang jika benar-benar butuh me time, saya sedikit terganggu sih, hehehe), saya mulai mengakrabkan diri dengan masyarakat, berkunjung sore hari, ikut berbincang-bincang dengan mama-mama dan bapak-bapak di lapangan kampung bahkan pernah menumpang tidur dan mandi di beberapa rumah masyarakat, sebuah prestasi bagi saya, karena di camp pelatihan saja saya hanya 1-2x menumpang tidur-tiduran/duduk di atas tempat tidur teman lainnya, itupun karena tempat tidur saya juga ditiduri oleh teman lainnya.

Saya mulai belajar bahwa apa yang saya anggap mungkin melanggar batas privacy seseorang atau sekelompok orang justru mungkin bagi mereka adalah sebuah kebahagiaan karena saya sudah membuka diri dan berani bergabung dan meminta bantuan mereka.

Saya mulai belajar bahwa menerima kebaikan dan bantuan orang lain tak melulu berarti bahwa saya tidak mandiri atau tidak bisa melakukan semuanya sendiri atau bahkan lebih buruk lagi bahwa saya lemah, melainkan mungkin sebuah kesenangan bagi mereka karena bisa membantu tanpa mengharapkan apapun.

Pernah suatu hari ketika air tak ada di rumah, dan Bapak serta Mama menginap di kota untuk keperluan usaha mereka, anak-anak datang bermain dan menemani di kamar. Ketika saya bercerita kalau saya belum mandi karena tidak ada air, salah satu dari murid saya, Titin, langsung menyambar dan berkata “Ibu, beta angkat air sudah eh, biar ibu mandi”, lainnya menyahut “iyo, Ibu, katong angkat air dari bawah sudah eh, ayo sudah”. Tapi, saya menolak meski berkali-kali mereka memaksa untuk melakukan.

Selain karena saya belum terbiasa menerima kebaikan orang lain, saya juga tidak cukup tega untuk membiarkan anak-anak ini mengangkat 3-4 jerigen dari bawah naik ke atas rumah. Membayangkannya saja saya sudah kelelahan, dan meski saya tahu anak-anak saya sepertinya lebih tangguh dari saya, but I cant just let them do that. But surely, I learnt from them, how generous they are offering help without take me for granted.

Mungkin pembelajaran-pembelajaran itulah yang merupakan jawaban kenapa saya ditempatkan di mana saya berada sekarang, jawaban dari semesta atas pertanyaan yang tak pernah atau mungkin tak sempat saya tanyakan.

Masih ada sekitar delapan bulan, delapan bulan yang masih panjang namun sejatinya singkat. Delapan bulan untuk belajar menerima dan memberikan kebaikan. Delapan bulan untuk menerima banyak jawaban atas pertanyaan yang mungkin tak pernah atau pernah terlintas.

 

*photo credit by @RikoSW 

Jika kamu ingin mengenali dirimu lebih baik dan merasakan pengalaman setahun yang tak kalah serunya dengan yang saya rasakan, yuk, bergabung menjadi Pengajar Muda Angkatan XII, silakan daftar di https://indonesiamengajar.org/apply/basic-info/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun