Mohon tunggu...
Pratiwi Hamdhana
Pratiwi Hamdhana Mohon Tunggu... Freelancer -

a fulltime dreamer who loves to travel around the world, capturing life is one of my hobbies and now I'm a learner as Pengajar Muda X Indonesia Mengajar in Fakfak, West Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Are You Ready: To Tie The Knot ?

4 November 2015   16:35 Diperbarui: 4 November 2015   16:43 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memasuki masa-masa menjelang quarter life crisis, banyak dari kaum perempuan seangkatan saya mulai gusar, terlebih lagi melihat postingan di sosial media serta undangan pernikahan yang seperti tiada hentinya. When will be their turn to tie the knot?

Bohong kalau saya bilang saya bukanlah salah satu dari kaum perempuan gusar itu. Yes, I’m one of them. Terlebih lagi didukung dengan fakta bahwa perempuan ternyata punya masa expire untuk cangkang telur yang mesti diisi oleh mahluk-mahluk kecil berbentuk kecebong dari kaum laki-laki yang ternyata tidak punya tenggat waktu, like they can always produce those things till the end of their life. Totally unfair, I know it, ladies. Saya pun khawatir, gusar, dan bingung.

Sebagai wanita mandiri dan bercita-cita besar (atau setidaknya begitulah saya melihat diri saya sekarang), mencari pendamping hidup bukanlah perkara mudah, semudah memilih alcapone di antara banyaknya jenis doughnut yang dipamerkan di etalase JCo.

Kami, or at least me, perempuan-perempuan tangguh masa kini memilih untuk menjalani masa sekarang sembari menyusun rencana masa depan. Melanjutkan sekolah, berkarir atau berwirausaha, mandiri secara finansial. Sayangnya, tidak banyak lelaki gentle di luar sana yang siap dengan perempuan-perempuan perkasa seperti ini. Lantas karena alasan due date atau expire, beberapa dari perempuan perkasa yang saya kenal kemudian memilih untuk berputar dan menjalankan hidup lebih sederhana dari mimpi-mimpi besar yang dulu pernah diucapkannya. Mimpi-mimpi besar itu kemudian dikubur, tenggelam bersama waktu, atau tergantikan dengan keinginan untuk sekedar menjadi ibu atau istri rumah tangga yang menunggu gaji atau uang bulanan dari suami.

Salah? Tentu saja tidak. Tak ada yang salah dengan pilihan hidup seseorang, siapapun mereka. Hanya saja kurang bijak jika kemudian pilihan hidup yang mereka ambil lantas menjadi kambing hitam atas apa yang sekarang mereka jalani.

“Ah, coba saya dulu nikahnya ga cepet-cepet, kan bisa ikut kalian traveling dulu”

“Bosen nih di rumah terus, ga ada kerjaan, kalian enak masih bisa nongkrong-nongkrong bebas, party-party, nah gue? Di rumah nungguin suami pulang”

“Enak ya masih single, bebas belanja apa aja, gue tiap dapat jatah bulanan suami udah keburu abis buat kebutuhan rumah ama anak-anak”

oh come on, women, that’s the risks

Kalian kira kami yang masih single ini juga tidak iri melihat kalian?

“ah, enak ya kayaknya punya keluarga kecil bahagia selagi muda”

“ih seru deh, anaknya bisa didandanin gitu di instagram”

“ah, ntar kalau nikah, mau weddingnya sesederhana dia aja”

Percayalah, rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau.

 

Dulu, saya pernah berada di fase polos yang beranggapan jika saya menikah segera, maka seluruh permasalahan yang saat itu tengah saya hadapi dapat teratasi dan saya bukan lagi tanggung jawab penuh orangtua, I’ll be free. I knew it, stupid right?

Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya mimpi, saya kemudian berpikir lagi, toh kalaupun kelak saya tidak menemukan jodoh di dunia atau tidak menikah, ya sudah, tak apa. Toh, dunia tetap berputar jika seorang Pratiwi Hamdhana AM tetap single seumur hidupnya.

What I’m trying to say here that getting married is not either a solution or the end of the world. It just one phase in your life, you can choose to take it immediately or slowly or vice versa. But whatever you choose, there are always risks that follow after and you have to live with those.

Even if you choose to take it slow, even your eggs are expired, don’t worry because married is not a race, you don’t always have to be faster than others, and it’s not about who produce more kids or no kids at all. You’re not a machine, ladies.

Ada banyak dari kita yang sering mengambil keputusan yang kurang bijak hanya karena kita melihat orang lain mengambil keputusan yang sama. Ada banyak dari kita yang sering tergesa-gesa memutuskan hanya karena tidak ingin merasa ketinggalan. Ada banyak dari kita yang kemudian akhirnya menyesali keputusan-keputusan yang diambilnya hanya karena tidak berpikir lebih bijak.

Please, wanita-wanita hebat di luar sana, janganlah jadi satu dari banyak orang itu! Being a mainstream person is not cool, right?

Take your time, whenever you’re ready, ladies…

 

 

PS : Wise man said if you’re hoping to get a best man/woman, then he/she also deserves a best of you. So, instead of busy thinking or wondering or even worse depressing about who’s gonna be your life partner, it’s better to improve yourself, to be a better you.

00:21 AM – September 30th, 2015

Fakfak, West Papua.

*All photos are taken by me, more visit instagram @pratiwiham

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun