Mohon tunggu...
PRATEDINA KOESTIANA
PRATEDINA KOESTIANA Mohon Tunggu... Guru - suka belajar banyak hal

suka traveling untuk menambah wawasan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kesadaran Nasional Indonesia di Kalangan Siswa Bumiputera MULO Surabaya (1920-1942)

28 November 2020   09:20 Diperbarui: 28 November 2020   09:24 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*Pratedina Koestiana

Munculnya kesadaran nasional di kalangan siswa bumiputera MULO di Surabaya tidak terlepas dari kemunculan golongan terpelajar di kalangan masyarakat Indonesia sebagai produk pendidikan model Barat. Pendirian Meer Uitgebreid Lagers Onderwijs (MULO) Praban yang berlangsung dari tahun 1920 -- 1942. Tentunya tidak terlepas dari kondisi Pendidikan di Surabaya, latar belakang pendirian MULO dan munculnya kesadaran nasional di kalangan siswa bumiputera.

Pada awal abad XX, penduduk Surabaya sangat heterogen dari berbagai golongan Eropa, Bumiputera, Timur Asing, Cina dan Arab. Hal ini mengakibatkan Surabaya sebagai kota yang sangat strategis dari berbagai sektor salah satunya sebagai pusat Pendidikan dikarenakan banyaknya penduduk yang hijrah ke Surabaya. Disamping itu, untuk mengisi lowongan pekerjaan yang ada di Pemerintahan Hindia -- Belanda.

MULO dipandang sebagai cara untuk mencegah banyaknya drop out di HBS bagi murid yang intelektualnya kurang mampu. Hal ini dimaksudkan  untuk membendung invasi anak -- anak pribumi ke ELS. MULO didirikan sebagai lambing Pendidikan non -- rasial.

Para siswa bumiputera MULO selama menjalani aktivitas belajar di MULO Praban. Ternyata mereka juga menunjukkan aktivitas berorganisasi dengan ikut menjadi anggota organisasi pemuda seperti Kepanduan, K.I.M, Jong Java yang kemudian berfusi menjadi Indonesia Muda. Hal ini diakibatkan kondisi pergerakan nasional yang terjadi di luar lembaga sekolah. Di lain pihak, pemerintah Belanda mengambil tindakan untuk mencegah timbulnya organisasi kepemudaan lebih luas lewat P.I.D atau intelejennya.

Siswa bumiputera memiliki berbagai aktivitas kepemudaan/organisasi secara tidak langsung membuka wacana bahwa bangsanya sedang terjajah. Secara tidak sadar, pemerintah Hindia -Belanda telah memberikan ruang gerak para siswa untuk beraktivitas organisasi meskipun awalnya tidak berorientasi pada bidang politik. Dari situlah kemudian timbul kesadaran nasional di kalangan siswa bumiputera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun