Negara Indonesia dapat diibaratkan sebuah kapal yang akan berlayar menuju ke suatu tempat tujuan.
Di dalam perjalanan pelayarannya, kapal ini akan dinahkodai oleh 3 orang nahkoda, yaitu nahkoda A untuk shif pagi, nahkoda B untuk shift siang, dan nahkoda C untuk shift malam.
Untuk dapat tiba di tempat tujuannya dengan baik, maka seharusnya kapal ini harus berlayar lurus ke arah kiri hingga sampai di tempat tujuannya. Namun pada kenyataannya :
- Ketika shift pagi, nahkoda A mengemudikan kapal ke arah kiri sesuai dengan keinginannya sendiri.
- Ketika shift siang, nahkoda B mengemudikan kapal ke arah kanan sesuai dengan keinginannya sendiri.
- Ketika shift malam, nahkoda C mengemudikan kapal ke arah selatan sesuai dengan keinginannya sendiri.
Oleh karena masing-masing nahkoda mengemudikan kapal dengan saling berbeda arah sesuai dengan keinginannya sendiri, maka pada akhirnya kapal ini tidak pernah sampai ke tempat tujuannya, melainkan tersesat di tengah lautan.
Sebagaimana kisah kapal ini, demikian juga kisah perjalanan Negara Indonesia tanpa adanya GBHN. Tanpa adanya GBHN, masing-masing pemimpin akan berjalan sesuai dengan keinginannya sendiri.Â
Setiap kali berganti pemimpin, maka visi-misi dan program kerja akan ikut berganti pula. Kalau begini terus keadaannya, maka untuk selamanya Negara Indonesia tidak akan pernah baik dan maju.
Perbaikan Negara Indonesia tidak bisa dilakukan berdasarkan siapa pemimpinnya, melainkan harus dengan menghadirkan GBHN di Negara Indonesia. Jadi nantinya jika GBHN telah hadir di Negara Indonesia, para pemimpin sudah tidak bisa lagi menjalankan pemerintahan menurut keinginannya sendiri, melainkan harus menurut visi-misi dan program kerja yang telah ditetapkan di GBHN.
GBHN akan berfungsi sebagai pemersatu visi-misi dan program kerja daripada semua pemimpin yang ada, baik di masa kini maupun di masa mendatang. GBHN bukanlah dirancang oleh pihak yang menjalankan pemerintahan, melainkan dirancang oleh segenap bangsa Indonesia, yaitu MPR, kalangan akademisi, dan para ahli di bidangnya.Â