Mohon tunggu...
M. Prasetio Wardoyo
M. Prasetio Wardoyo Mohon Tunggu... -

[Masih] calon dokter yang selalu ingin melakukan hal yang terbaik bagi diri dan orang lain

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Wajib Kerja Dokter Spesialis, antara "Kerja Paksa" dan Usaha Pemerataan Layanan Kesehatan

25 Maret 2017   22:10 Diperbarui: 25 Maret 2017   22:51 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dunia kesehatan Indonesia masih memiliki banyak masalah yang harus diselesaikan. Di tengah masalah kesehatan yang mendera penduduk Indonesia terus berkembang dan tidak tercapainya beberapa poin MDG’s di bidang kesehatan, kita masih dihadapkan tantangan lain, seperti berkembangnya Non-Communicable Diseases dan berbagai problem yang ditargetkan untuk tuntas pada SDG’s. Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sudah merumuskan Pembangunan Kesehatan 2015-2019 yang bertujuan menyelesaikan berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi dunia kesehatan Indonesia di masa depan. Satu dari tiga pilar pembangunan tersebut adalah pemerataan layanan kesehatan.

Mari kita berkaca bagaimana pelayanan kesehatan Indonesia saat ini. Pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini jauh dari kata rata. Data yang dimiliki Kementerian Kesehatan menunjukkan jomplangnya jumlah tenaga kesehatan tiap provinsi di Indonesia. Salah satu ketidakseimbangan yang kita dapat temui adalah berkaitan dengan jumlah dokter spesialis, yang berada di tingkat pelayanan kesehatan sekunder dalam sistem rujukan bertingkat.

Meskipun masih ada selisih pendapat mengenai apakah jumlah dokter spesialis di Indonesia cukup atau tidak, satu hal yang pasti adalah jumlahnya tidak merata. Berdasarkan persentase rumah sakit kelas C yang memiliki empat dokter spesialis dasar dan tiga dokter spesialis penunjang, hanya ada sembilan provinsi yang terdata BPPSDMK Kemenkes RI yang mencapai persentase di atas lima puluh persen. Bahkan, terdapat enam provinsi yang tidak memiliki rumah sakit kelas C dengan empat dokter spesialis dasar dan tiga dokter spesialis penunjang.

Mengingat pentingnya peran dokter spesialis, sementara di sisi lain jumlah dokter spesialis belum merata di seluruh Indonesia, diperlukan suatu program yang memungkinkan pemerataan jumlah dokter spesialis di seluruh Indonesia. Apa jawaban pemerintah akan hal ini?

Jawaban Pemerintah : Perpres Wajib Kerja Dokter Spesialis

Pada 12 Januari 2017, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis. Dilatarbelakangi peningkatan pelayanan kesehatan spesialistik bagi masyarakat dan pemerataan jumlah dokter spesialis di Indonesia, pemerintah merasa perlu mengadakan Wajib Kerja Dokter Spesialis, sebagai bentuk pengabdian bagi negara dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Menurut Kepala Bidang Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Usman Sumantri, "Program ini untuk melayani masyarakat Indonesia agar mendapatkan pelayanan yang merata di Indonesia dan negara juga pemerintah wajib mengatur penempatan tenaga kesehatan apalagi tenaga spesialis."

Peraturan ini mengatur setiap dokter spesialis, baik lulusan perguruan tinggi dalam negeri maupun perguruan tinggi luar negeri, wajib mengikuti Wajib Kerja Dokter Spesialis. Wajib Kerja Dokter Spesialis akan diprioritaskan bagi dokter spesialis obstetri ginekologi, ilmu kesehatan anak, ilmu penyakit dalam, ilmu bedah, serta anestesi dan perawatan intensif. Peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis nantinya akan ditempatkan di tiga tempat; rumah sakit terpencil, perbatasan, dan kepulauan, rumah sakit rujukan regional, dan rumah sakit rujukan provinsi.

Berdasarkan pembiayaan pendidikan dan asal perguruan tingginya, terdapat tiga kelompok peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis. Peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis mandiri, yang membiayai pendidikannya secara mandiri, melaksanakan Wajib Kerja Dokter Spesialis selama setahun dengan penempatan dilakukan oleh menteri kesehatan. Peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis yang dibiayai oleh beasiswa atau bantuan biaya pendidikan melaksanakan Wajib Kerja Dokter Spesialis sesuai peraturan perundang-undangan dan ditempatkan berdasarkan asal pembiayaannya; ditempatkan oleh menteri jika dibiayai oleh pemerintah pusat, ditempatkan di rumah sakit milik unit kerja jika pembiayaan diusulkan oleh unit kerja atau pemerintahan daerah tertentu, dan ditempatkan di rumah sakit milik pemerintah daerah jika dibiayai oleh pemerintah daerah. Peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis luar negeri akan dievaluasi kompetensinya terlebih dahulu sebelum ditempatkan oleh menteri kesehatan.

Dalam prosesnya, pada awal masa pendidikan, setiap mahasiswa harus membuat surat pernyataan bersedia mengikuti Wajib Kerja Dokter Spesialis.  Institusi penyelenggara pendidikan dokter spesialis akan menyiapkan mahasiswa yang akan menjadi peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis, bekerja sama dengan kolegium dan organisasi profesi berkaitan dengan lulusan, serta menyampaikan laporan mengenai lulusan dokter spesialis kepada menteri kesehatan dan menteri yang berperan di bidang pendidikan tinggi. Nantinya, menteri kesehatan akan menempatkan lulusan tersebut berdasarkan alokasi, setelah verifikasi kebutuhan daerah akan dokter spesialis dilakukan. Sebelum lulusan dokter spesialis melaksanakan Wajib Kerja Dokter Spesialis, mereka harus menyerahkan surat tanda registrasi dan surat tanda registrasi dokter spesialis mereka Kementerian Kesehatan.

Dokter spesialis yang mengikuti Wajib Kerja Dokter Spesialis berhak atas beberapa hal, seperti surat izin praktik, tunjangan, dan fasilitas tempat tinggal. Tunjangan yang diberikan kepada peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis, menurut Usman Sumantri, berkisar antara Rp 23-30 juta. Bahkan, menurut Poedjo Hartono, ketua Persatuan Obstetri Ginekologi Indonesia, tunjangan total yang didapat peserta Wajib Kerja Dokter Spesialis dapat mencapai Rp 80 juta.

Wajib Kerja Dokter Spesialis: Sebuah Kerja Paksa?

Meski demikian, peraturan ini tidak sepi dari pro kontra. Beberapa dokter spesialis keberatan dengan beberapa poin kebijakan Wajib Kerja Dokter Spesialis ini, seperti poin STR yang diberikan kepada Kementerian Kesehatan. Hal ini tidak memungkinkan dokter spesialis, yang menurut UU Praktik Kedokteran boleh berpraktik di tiga tempat, hanya dapat menjalankan praktik di satu tempat saja. Selain itu, James Allan Rarung, ketua umum Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu, menyampaikan bahwa Wajib Kerja Dokter Spesialis tak ubahnya memaksa dokter untuk bekerja hanya di tempat yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan. Hematnya, hal ini melanggar Konvensi ILO No. 105 mengenai Penghapusan Kerja Paksa yang diratifikasi dengan UU No. 19 Tahun 1999.

Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu juga menyampaikan surat terbuka yang menyuarakan beberapa pertanyaan seputar Wajib Kerja Dokter Spesialis ini, yakni :

“1. Adakah dasar hukum yang membuat Perpres ini bisa memiliki daya sehingga boleh "tidak sesuai" dengan UU Praktek Kedokteran yang menyatakan bahwa setiap dokter dan dokter gigi dapat bekerja pada 3 (tiga) tempat?

2. Begitupun mengenai Surat Tanda Register (STR), bukankah ini adalah kewenangan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), kenapa Menteri (Kesehatan) bisa "seolah-olah" dapat langsung mengambil alih dan "menuntut" STR dan salinannya tersebut harus diserahkan kepada dirinya (Menteri). Dimanakah dasar hukumnya sehingga bisa demikian?

3. Mengenai Pasal 21, jika sampai hari ini ada yang tidak mematuhinya, karena mereka lebih mematuhi UU Praktek Kedokteran yang lebih tinggi kedudukannya daripada Perpres maupun Permenkes? Apakah mereka akan "ditekan", "diancam" atau "dipersulit"? (Harapan kami semoga tidak demikian)

4. Kenapa Pasal 29, malah bertentangan dengan Pasal 8 ayat 2? Bukankah Pasal 8 ini adalah merupakan satu kesatuan untuk kedua ayat yang terkandung di dalamnya? Kenapa bisa ada pertentangan Pasal dan Ayat dalam satu peraturan?”

[Surat Terbuka PDIB terhadap Perpres 4/2017, dikutip dari sini.

Penutup

Peningkatan pelayanan  kesehatan melalui pemerataan dokter spesialis adalah upaya yang penting bagi peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Wajib Kerja Dokter Spesialis pada dasarnya memiliki niat yang baik bagi peningkatan pelayanan kesehatan di Indonesia. Akan tetapi, adalah hal yang penting untuk melihat dan mengkaji ulang pelaksanaan Wajib Kerja Dokter Spesialis apabila ditemukan adanya peraturan perundang-undangan lain yang bertabrakan dengan Wajib Kerja Dokter Spesialis. Selebihnya, pemerintah harus menjamin bahwa dalam pelaksanaan Wajib Kerja Dokter Spesialis, hak-hak dokter spesialis pesertanya harus dijamin sehingga kesejahteraan mereka tidak terkorbankan selama Wajib Kerja Dokter Spesialis ini dilaksanakan.

Sumber: 12345, 67 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun