Mohon tunggu...
M. Prasetio Wardoyo
M. Prasetio Wardoyo Mohon Tunggu... -

[Masih] calon dokter yang selalu ingin melakukan hal yang terbaik bagi diri dan orang lain

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Wajib Kerja Dokter Spesialis, antara "Kerja Paksa" dan Usaha Pemerataan Layanan Kesehatan

25 Maret 2017   22:10 Diperbarui: 25 Maret 2017   22:51 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski demikian, peraturan ini tidak sepi dari pro kontra. Beberapa dokter spesialis keberatan dengan beberapa poin kebijakan Wajib Kerja Dokter Spesialis ini, seperti poin STR yang diberikan kepada Kementerian Kesehatan. Hal ini tidak memungkinkan dokter spesialis, yang menurut UU Praktik Kedokteran boleh berpraktik di tiga tempat, hanya dapat menjalankan praktik di satu tempat saja. Selain itu, James Allan Rarung, ketua umum Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu, menyampaikan bahwa Wajib Kerja Dokter Spesialis tak ubahnya memaksa dokter untuk bekerja hanya di tempat yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan. Hematnya, hal ini melanggar Konvensi ILO No. 105 mengenai Penghapusan Kerja Paksa yang diratifikasi dengan UU No. 19 Tahun 1999.

Perkumpulan Dokter Indonesia Bersatu juga menyampaikan surat terbuka yang menyuarakan beberapa pertanyaan seputar Wajib Kerja Dokter Spesialis ini, yakni :

“1. Adakah dasar hukum yang membuat Perpres ini bisa memiliki daya sehingga boleh "tidak sesuai" dengan UU Praktek Kedokteran yang menyatakan bahwa setiap dokter dan dokter gigi dapat bekerja pada 3 (tiga) tempat?

2. Begitupun mengenai Surat Tanda Register (STR), bukankah ini adalah kewenangan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), kenapa Menteri (Kesehatan) bisa "seolah-olah" dapat langsung mengambil alih dan "menuntut" STR dan salinannya tersebut harus diserahkan kepada dirinya (Menteri). Dimanakah dasar hukumnya sehingga bisa demikian?

3. Mengenai Pasal 21, jika sampai hari ini ada yang tidak mematuhinya, karena mereka lebih mematuhi UU Praktek Kedokteran yang lebih tinggi kedudukannya daripada Perpres maupun Permenkes? Apakah mereka akan "ditekan", "diancam" atau "dipersulit"? (Harapan kami semoga tidak demikian)

4. Kenapa Pasal 29, malah bertentangan dengan Pasal 8 ayat 2? Bukankah Pasal 8 ini adalah merupakan satu kesatuan untuk kedua ayat yang terkandung di dalamnya? Kenapa bisa ada pertentangan Pasal dan Ayat dalam satu peraturan?”

[Surat Terbuka PDIB terhadap Perpres 4/2017, dikutip dari sini.

Penutup

Peningkatan pelayanan  kesehatan melalui pemerataan dokter spesialis adalah upaya yang penting bagi peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Wajib Kerja Dokter Spesialis pada dasarnya memiliki niat yang baik bagi peningkatan pelayanan kesehatan di Indonesia. Akan tetapi, adalah hal yang penting untuk melihat dan mengkaji ulang pelaksanaan Wajib Kerja Dokter Spesialis apabila ditemukan adanya peraturan perundang-undangan lain yang bertabrakan dengan Wajib Kerja Dokter Spesialis. Selebihnya, pemerintah harus menjamin bahwa dalam pelaksanaan Wajib Kerja Dokter Spesialis, hak-hak dokter spesialis pesertanya harus dijamin sehingga kesejahteraan mereka tidak terkorbankan selama Wajib Kerja Dokter Spesialis ini dilaksanakan.

Sumber: 12345, 67 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun