Mohon tunggu...
Prastiyo Umardani
Prastiyo Umardani Mohon Tunggu... Guru - Pengajar Pancasila di SMAN 14 Kabupaten Tangerang, Pegiat lingkaR stUdi maSyarakat dan Hukum (RUSH)

Berani berfikir, berani bertindak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Redefinisi Pancasila" Pancasila dari Masa ke Masa

20 Januari 2022   10:49 Diperbarui: 20 Januari 2022   12:06 1002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saat  pertama  kali terjun kedalam dunia professional yang masih terbilang awam setikar tahun 2018 kesan yang masih sangat melekat hingga hari ini yaitu bahwa pengajaran Pancasila terutama disekolah dipelajari secara tidak memadai, pengajaran Pancasila masih terlalu fokus kepada sesuatu yang berbau history (sejarah) dalam hal ini bisa kita lihat dari literatur-literatur yang ada akan selalu memiliki narasi yang sama dan berulang, dari periode ke periode, hingga tahun berganti tahun itu seolah-olah sama padahal ada substansi yang lebih mendasar yaitu Pancasila sebagai staat fundamental norm (norma fundamental negara) selanjutnya sebagai weltanschauung atau sebagai satu sisi pandangan hidup dan yang terakhir sebagai philosophisce grondslag (filosofi) dasar negara. Tiga hal ini dikemukakan oleh para founding fathers atau para pendiri negara terhadap Pancasila, mereka memiliki harapan bahwa Pancasila seperti apa yang mereka kemukakan (philosophisce grondslag, weltanschauung dan staat fundamental norm) akan tetapi ketika periode pemerintahan orde lama atau periode era Ir. Soekarno berakhir mempraktikan Pancasila pada satu sistem yang sinkretik, memadukan berbagai macam aliran, mempraktikan berbagai macam aliran politik pada era itu, selesai era Ir. Soekarno lahirlah era orde baru Soeharto yang pengajaran Pancasilanya bersifat doktrinan, Pancasila diambil dari sudut pandang negara, dalam hal ini seketika Pancasila berubah menjadi sebuah instrument politik untuk mempincar masyarakatnya seolah-olah negara mengatakan kepada rakyatnya bahwa ini adalah benda bernama ideologi Pancasila jika kalian tidak bisa melewati ini maka kalian harus kami (pemerintah) waspadai, Pancasila dalam hal ini berubah bentuk pengajarannya menjadi sebuah dokrinasi hegemoni yang berubah menjadi instrument politik. Selesai era orde baru masuk pada era reformasi polanya masih cenderung sama doktrinannya tertinggalkan akan tetapi sifat fragmentarisnya masih sama, pemerintah kemudian mengeluarkan sebuah peraturan yang dilegalkan hukum tentang cara mengajarkan Pancasila, itu yang menjadi kekhawatiran penulis sehingga Pancasila yang seharusnya ada di tataran philosophisce grondslag yang berarti cara berfikir hingga mendasar mengapa Pancasila seperti itu, mengapa Pancasila memiliki dua frasa tentang adil pada sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab dan keadilan pada sila kelima keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia apa bedanya dua frasa itu mengapa ada dua frasa keadilan. Kemudian pada sila ketiga persatuan Indonesia dan bentuk negara kita adalah NKRI Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengapa bukan negara persatuan? Apakah sama antara persatuan dan kesatuan atau justru terdapat perbedaan. Kemuadian terkait hubungan antara negara dengan rakyatnya pada sila ke empat dan kelima ada yang menyebut tentang rakyatnya, ini harus ada kejelasan format di hadapan rakyatnya, sememtara ini kita belum memiliki itu semua karena dalam pengajaran Pancasila pada satuan pendidikan kita ini masih menggunakan narasi yang bersifat historik dan bersifat nilai, philosophisce grondslag itu jika di analogikan tentang keseluruhan pohon maka nilai itu ada ditataran aksiologi atau ranting dan daun sedangkan philosophisce grondslag itu berbicara tentang nutrisi, akar, batang, cabang sampai daunnya akan tetapi di bangku sekolah hanya pada tataran nilai tidak sampai pada philosophisce grondslag sehingga ketika banyak ideologi-ideologi modern dunia yang baru dan muncul kita justru cenderung gagap dalam menanggapinya lalu kemudian marah dan menganggap ada amonisme disana ada neo komunisme baru disana, jika kita melihat dalam buku Redefinisi Pancasila yang hendak ditawarkan dalam buku tersebut adalah mengangkat Pancasila sebagai sebuah paradigma berfikir yang kritis yang melihat terma-terma dalam Pancasila secara objektif sebagai ilmu pengetahuan.

Amonisme merupakan paham global yang saat ini masih patut diperhitungkan sebagai salah satu kekuatan ideologi rasaksa yang ada di dunia selain liberalisme dan kapitalisme, bagaimanapun juga karena amonisme ada dalam diskursus dan ada dalam dialog kelas dunia yang bertebaran di semua negara tentu saja akan selalu muncul ancaman bahwa orang-orang tertarik pada pemikiran ideologi lain, persoalannya adalah apakah negara ini memiliki sistem pertahanan ideologi dan apakah negara ini telah memberikan edukasi dan pengertian yang memadai kepada rakyatnya tentang apa dan bagaimana ideologi itu, pada tataran ini negara membiarkan rakyatnya untuk mengembara bahwa ideologi itu dimaknai secara umum dan bebas sehingga ada ketakutan-ketakutan dan luka pada masa lalu dan perbincangan mengenai ideologi dianggap sebagai sesuatu yang tabu dan berbahaya karena di era orde baru Pancasila bersifat doktrinan yang menggunakan militeristik, era reformasi fragmen mereka yang menafsirkan tata negara, sementara ideologi secara esensi berarti sains atas ide-ide. Jika ada seseorang yang berfikir tentang sains atas ide-ide liberalisme ini yang seharusnya itu bagian dari ilmu pengetahuan yang bisa di pelajari maka dalam tataran sebagai ilmu pengetahuan dan sebagai bagian dari literatur yang ada di dunia maka tidak salah ketika seseorang tersebut mempelajarinya, akan tetapi ketika seseorang tersebut mempraktikkannya pada wilayah inilah yang tidak diperbolehkan karena praktik artinya sudah masuk pada wilayah aksi karena ini ada ruangnya yaitu negara maka aturannya jelas bahwa hanya Pancasila lah yang diperbolehkan ada di wilayah ini maka kita boleh mempelajari tentang liberalisme, kapitalisme dan ideologi-ideologi yang ada di dunia akan tetapi pada wilayah aksi dan cara bertindak menggunakan Pancasila sehingga ideologi-ideologi yang lain tersebut digunakan sebagai bahan untuk kita melihat dan memperkaya sudut pandang. Yang seharusnya dilakukan oleh generasi milenial adalah membentengi Pancasila dengan ide-ide, sebagai contoh ideologi tentang komunal yang menjelaskan bagaimana pertanian itu di kelola tidak secara perorangan melainkan dengan cara kelompok-kelompok, negara rusia yang menerapkan ini yang segala sesuatunya dimiliki secara komunal dan dikerjakan secara komunal ini yang menjadi konstruksi epistemologi atau konstruksi dasar dari orang yang berfikir tentang komunisme atau komunal itu. Jika kegiatan itu berada di dalam pikiran kepala seseorang maka negara seharusnya memberikan alternatif konsep melalui Pancasila yang jauh lebih indah dan menarik yaitu melalui konsep gotong royong, harmoni, ketuhanan, kerakyatan, adil dan beradab hingga keadilan sosial. Jangan sampai para agen-agen negara atau penyelenggara negara ini dikalahkan oleh manajer sepak bola, mari kita lihat ketika persebaya ingin bertanding ditempat yang jauh mereka mampu menyewa sebuah pesawat demi tim kebanggaannya, apa yang menggerakan itu padahal persebaya bukanlah ideologi tapi mampu menggerakan orang per orang secara individu untuk mengumpulkan biaya, seharusnya negara memiliki kapasitas untuk melakukan itu agar warga masyarakatnya itu mau berdaya upaya lebih mencintai Pancasila dari pada mereka berfikir tentang ideologi-ideologi yang ada di luar itu. Pancasila jangan hanya dijadikan sebagai reaksi dari gerakan yang muncul secara sporadis pada saat Pancasila dijadikan sebagai komoditas politik yang hanya muncul pada saat moment tertentu terutama pada saat menjelang pemilu atau pilpres, wacana-wacana komunisme atau wacana tentang kontra ideologi Pancasila tersebut akan muncul di moment itu seolah-olah kecintaan terhadap Pancasila itu hanya ada dalam tataran komoditas politik ia (Pancasila) menjadi dagangan politik untuk bisa meraih simpati pada moment itu, jika memang benar mereka mencintai Pancasila maka semestinya para agen-agen negara ini memberikan ruang yang lebih luas untuk berdiskusi agar para warga negara itu lebih cenderung mengidolakan Pancasila dari pada memasang gambar palu arit, agen-agen negara ini seharusnya mampu mengajak para generasi milenial untuk berbicara tentang kecintaannya terhadap Pancasila dan konsep-konsep yang modern dan paham-paham yang milenial bukan lagi secara historik sehingga Pancasila kaya akan narasi dan tidak terbuai ketika melihat ideologi lain seperti kapitalisme yang menawarkan kesejahteraan yang dapat menciptakan welth of nation atau kekayaan bagi negara, mereka bisa melihat bagaimana negara-negara kapitalisme memiliki income yang lebih tinggi mengapa kita tidak, apakah ideologi mereka lebih benar sedangkan kita kurang benar, akhirnya warga-warga negara karena memandang seperti itu maka ia mulai melirik ideologi yang lain karena negara tidak menyediakan ruang itu, ruang untuk berfikir bahwa welth of nation itu tidak jauh lebih indah dari dari kosep yang ditawarkan oleh Pancasila untuk memberikan pencerdasan kepada warga negaranya untuk melakukan itu, negara seharusnya memiliki suatu badan think thank yang mengajak warga negaranya untuk berfikir bukan badan yang menjadi tukang stample atau juru tafsir bagi pemerintah seperti Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang justru bersifat administratif, sehingga Pancasila di nilai sebagai sesuatu yang membosankan dan akan bergeser kepada ideologi yang kaya akan narasi dan ilmu pengetahuan. Sebagai penutup, marilah kita sebagai generasi milenial saling melihat Pancasila sebagai bagian dari perspektif ilmu pengetahuan sehingga mampu menghidupkan diskusi serta diskursus mengenai pengetahuan Pancasila dari mulai akar berfikirnya sampai kepada aplikasi di dunia nyata yaitu negara dengan rakyatnya, mari kita pelajari dan membedah Pancasila agar kita bisa lebih mencintai Pancasila melebihi ketertarikan kita kepada ideologi-ideologi lain di berbagai belahan dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun