Manusia membutuhkan adanya legalitas hubungan, yakni pernikahan. Terjadinya pernikahan akan membantu dalam pengelolaan keluarga dan pernikahan agar terhindar dari permasalahan hukum. Pernikahan juga disebut sebagai cara dalam memuaskan hasrat biologis atau nafsu, yang dimana jika tidak diberi batasan maka akan berakibat negatif. Oleh karena itu dalam Islam, diajarkan bahwasannya cara yang sah yang disediakan Tuhan untuk melampiaskan hasrat biologis tersebut adalah dengan menikah. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, pernikahan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Pernikahan juga harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menikah menjadi suatu langkah penting yang diperlukan dalam berkehidupan, dimana terdapat beberapa alasan di dalamnya seperti:
- Membentuk ketahanan keluarga yang legal dan dapat diakui oleh hukum
Hubungan keluarga yang didasarkan pada hukum dan diakui secara resmi oleh pihak berwenang, seperti pemerintah atau lembaga hukum lainnya akan sangat penting karena memiliki implikasi yang besar dalam memberikan perlindungan, keamanan, dan kepastian bagi anggota keluarga.
Menjamin hak-hak anak yang dihasilkan dari pernikahan
Perlindungan dan pengakuan hukum terhadap hak-hak yang dimiliki anak sebagai hasil dari hubungan pernikahan orang tua mereka merupakan hal penting, dikarenakan anak-anak merupakan anggota keluarga yang paling rentan. Oleh karena itu, mereka berhak atas perlindungan dan pengakuan yang tegas. Dalam legalitas hubungan inilah terdapat dasar yang kuat untuk melindungi serta memastikan bahwasannya hak-hak tersebut dapat diakses.
 Tanggung jawab sosial dan moral pernikahan
Menikah merupakan tanggung jawab sosial dan moral yang diakui secara luas dalam masyarakat. Dengan mengakui dan menghormati komitmen ini di mata hukum dan masyarakat secara umum, maka dapat memperkuat hubungan sosial dan mendukung keharmonisan dalam masyarakat.
Pernikahan sudah jelas memberikan dasar hukum yang kuat untuk mengatur dan melindungi hubungan antara pasangan dalam memberikan hak dan kewajiban yang diakui oleh hukum. Adanya hal tersebut, akan memberikan keamanan dan kepastian dalam hubungan. Munculnya rencana Kementerian Agama untuk mengubah Kantor Urusan Agama (KUA) menjadi tempat pernikahan bagi seluruh penganut agama yang ada di Indonesia menjadi perbincangan hangat saat ini.Â
Dikarenakan sebelum adanya rencana tersebut, penganut agama Islam di Indonesia saja yang dapat melakukan pencatatan pernikahan di KUA. Sebelum muncul rencana tersebut, pencatatan pernikahan di KUA hanya dapat dilakukan oleh warga negara Indonesia yang beragama Islam. Hal itu dikarenakan salah satu fungsi KUA, yakni melaksanakan pencatatan nikah bagi penganut agama Islam.Â
Pasca kemunculan usul yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama (Kemenag) itu dianggap sebagai upaya untuk meningkatkan inklusivitas dan toleransi agama dalam masyarakat Indonesia yang beragam. Dengan perluasan tugas  KUA untuk melakukan pencatatan pernikahan bagi semua penganut agama, maka akan menciptakan ruang yang lebih inklusif dan efektif bagi warga negara penganut agama non-Islam. Selain itu, terdapat beberapa alasan lain Kemenag mengubah KUA menjadi tempat pencatatan pernikahan bagi semua penganut agama, antara lain:
Terintegrasinya data-data pernikahan dan perceraian dengan baik
Pencatatan administrasi pernikahan dengan mengutamakan inklusivitas, yakni penganut agama apapun dapat melakukannya di KUA. Hal ini memungkinkan pemerintah untuk memiliki data yang komprehensif, sehingga akan memudahkan analisa dan pemantauan. Selain itu, pemerintah dapat mempermudah penyediaan layanan atau program dukungan keluarga yang terarah dengan terintegrasinya data-data tersebut.
Menjadikan KUA sebagai pusat layanan keagamaan
Sebagai pusat layanan keagamaan yang terbuka untuk semua agama, KUA akan memainkan peran penting dalam mendorong kerukunan dan toleransi agama di Indonesia. Ini akan menciptakan sebuah ruang yang inklusif untuk membangun keharmonisan dalam beragama di masyarakat.
Untuk memastikan proses tersebut lancar tanpa mengorbankan keabsahan hukum, maka Kemenag harus mempertimbangkan adanya praktik tata kelola yang baik dengan diterapkannya pengelolaan dan regulasi hubungan pernikahan oleh pihak berwenang atau lembaga yang terlibat akan berpengaruh pada legalitas hubungan ini, karena hal tersebut dapat menentukan cara yang tepat dan adil dalam menangani permasalahan.Â
Peran KUA sebagai tempat pengurusan sangat penting untuk menyederhanakan proses perizinan agar lebih mudah bagi pasangan yang akan menikah untuk menghindari hambatan administratif yang menghalangi mereka dalam memperoleh izin pernikahan. Dengan mempercepat proses perizinan, KUA dapat membantu pasangan yang akan menikah secara sah sesuai dengan keyakinan agama mereka. Selain itu, salah satu perhatian utama KUA adalah beban pencatatan sipil. Jika sistem pencatatan tersebut mudah untuk diakses oleh semua pihak, maka akan sangat membantu dalam memberikan kepastian hukum bagi pasangan yang akan menikah.
Dengan KUA menerima pernikahan semua agama, beban perizinan dan pencatatan sipil pasangan yang menikah akan berkurang. Hal tersebut dikarenakan pasangan yang menikah dapat menghindari biaya tambahan yang tidak perlu, sehingga membuat pernikahan menjadi lebih terjangkau bagi mereka yang berasal dari latar belakang ekonomi yang beragam. Adanya langkah ini, kemungkinan KUA akan menghadapi beban administratif tambahan. Namun, jika direncanakan dengan baik dan disertai perubahan kebijakan yang sesuai seperti penggunaan sistem administrasi yang efektif dan ketersediaan sumber daya yang memadai. Maka, masalah ini akan mudah untuk diatasi. Selain itu, manfaat jangka panjang dalam bentuk inklusivitas, kemudahan akses, dan promosi kerukunan beragama dapat menjadi alasan yang kuat untuk meneruskan langkah ini.
https://www.detik.com/sumut/berita/d-7210430/kua-bakal-jadi-tempat-menikah-semua-agama
Nunung Rodliyah (2013). Pencatatan Pernikahan dan Akta Nikah sebagai Legalitas Pernikahan menurut Kompilasi Hukum Islam. Jurnal PRANATA HUKUM, 8(1).Â
Hadi Riyanto, M. NIKAH SIRI: APA SIH HUKUMNYA?, Kabupaten Bandung.
Pietersz Jefry, J. Â (2017). Prinsip Good Governance Dalam Penyalahgunaan Wewenang. Jurnal SASI, 23(2).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H