Puasa ramadhan serta lebaran selalu meninggalkan moment menarik untuk dikenang ataupun dijadikan pelajaran. Maka dari itu, ijinkan saya bercerita dengan hati yang sedang gembira ini.
15 April 2023, terbesit dalam benak orangtua harus meninggalkan rumah demi pulang ke kampung halaman pada Ramadhan kali ini. Karena sejak pandemi, kamipun selalu mengurungkan niat untuk mudik. Sebabnya adalah persyaratan yang tak mudah serta tak dibolehkan oleh pemerintah. Masalah jarak tidak pernah menjadi alasan, bahkan kami semua sanggup jika harus bermalam di area peristirahatan demi melawan para pemudik yang rasa kangennya sudah diujung tanduk, karena kami juga sama.
Sampai akhirnya keputusan dikeluarkan oleh nahkoda kapal keluarga ini, serta dibantu oleh ibu, kakak, dan aku sebagai awak kapal. Isi keputusan itu adalah, kami tidak pulang lagi untuk sekian kalinya dikarenakan kapal yang lain tidak ada yang kembali kedermaga. Tidak ada penyesalan, karena keputusan kapten adalah yang terbaik.
20 April 2023, seluruh umat yang diwajibkan berpuasa dipaksa memompa jantung. Sebab muasabab nya adalah menunggu kepastian kapan ditentukkannya hari raya, semua pasti ingin merasakan kemenangan yang didepan mata. Terkecuali saya, kala itu saya harus mempersiapkan diri jika esok hari kami sekeluarga hanya menyantap makanan yang bukan spesial lebaran. Walau semua sudah tersedia, tetapi rasanya kami bukan kaum Viking yang rela menyantap itu mentah-mentah tanpa diolah.
Malampun jatuh, sedangkan hati ini sedikit ada gejolak. Apa harus tarawih terakhir atau kemarin sudah yang akhir. Saat itu, semua sudah lengkap beratribut ibadah, tetapi mata masih bergerilya mencari kepastian kapan si hilal akan pergi. Sampai tiba saatnya, ternyata kami masih diberi waktu untuk mengerjakan sunnah terakhir. Lega rasanya kuping ini mendengar bahwa hilal akan pergi lusa, Â serta lega juga ternya kami tidak harus menyantap bahan makanan khusus lebaran secara mentah.
22 April 2023, semua umat muslim telah merayakan suatu hal, yaitu kembalinya pribadi yang suci, walau ada juga yang kemarin. Semua bersua meraya kemenangan melawan kemaksiatan, keserakahan, serta apapun keburukan yang terjadi dibentala. Kamipun juga turut andil dalam pesta meriah ini, dengan berbusana yang baru kami sekeluarga melangkahkan kaki menuju rumahnya sang kuasa. Saya pikir tuhan juga tak memperdulikan apakah itu baru atau tidak, asal niat baik yang tulus itu sudah cukup, tapi jika masih ada kemampuan untuk membeli, kenapa tidak?
Setelah menunaikan 2 rakaat, lantas saya mendengarkan tamparan yang cukup keras dari pemimpin sholat tadi. Rasanya ingin cepat kembali untuk menuturkan semua kesalahan saya kepada anggota keluarga, dengan harap, mereka semua memaafkan kebodohan saya ini selama satu periode.
Nampaknya tahun ini kami masih pulang kerumah yang sama. Tak seperti manusia kuat lainnya yang harus bergegas untuk mengunjungi mereka yang telah berpulang. Setelah semua berkumpul, hal yang pertama saya lakukan adalah menanggalkan atribut yang menempel dibadan saya, hingga menyisakan kain sarung dan kaos oblong bekas ayahku. Rasa lapar sudah tidak bisa dikondisikan, setelah beristirahat ternyata saya tak langsung eksekusi lontong opor dimeja, tetapi harus melakukan sesi foto yang biasa dilakukan tiap tahunnya.
Setelah jeprat-jepret saya pikir ini moment yang pas untuk berduel dengan lontong opor, namun saya salah lagi. Tetangga sudah berkeliaran disekitar rumah yang menandakkan akan dimulainya acara saling bermaafan. Bahkan kami sekeluarga pun belum.Â
Tuntas mengitari kurang lebih belasan rumah, akhirnya duel panas tercipta antara saya dan lontong opor. Namun ternyata saya kalah telak dengan lontong opor karena pukulan keras didaerah perut yang mengharuskan saya mengistirahatkan mata saya diatas kasur empuk. Dan lebaran hanya usai sampai situ, karena setelahnya saya masih harus bermaafan dengan sanak saudara lainnya dan saya jamin ini tak akan seru untuk diceritakan.
Lebaran kali ini meninggalkan banyak kesan untuk saya. Yang pertama, kami sekeluarga tak sempat bermaafan bahkan sampai artikel ini ditulis. Namun, terlepas apa yang saya lakukan dikemarin hari sudah pasti mereka memaafkan. Keluarga ini menganggap bahwa moment lebaran kali ini kita manfaatkan untuk bermaafan dengan orang lain, karena kita pasti sering melakukan kesalahan secara tidak sadar dan ini yang menjadikannya berbahaya jika tidak ada itikad baik.Â
Yang kedua, saya jadi tau arti "maafkan ya jika ada salah yang tidak disengaja" sebab kita tak pernah tau seberapa banyak lisan ini sudah menyayat hati orang lain. Tidak semua orang kompeten dalam menerima kalimat buruk, bisa saja apa yang kita ucapkan secara spontan bisa menetap abadi dihati seseorang, apa yang tidak sengaja disampaikan ternyata bisa menimbulkan rasa sakit hati luar biasa. Maka dari itu maaf memaafkan secara tak sengaja ini perlu dilakukan untuk menghindari hal buruk terjadi dikemudian hari. Banyak kasus pembunuhan atau kasus brutal lainnya yang diawali rasa sakit hati.
Karena manusia selalu ingin dimaafkan atas kesalahannya, tanpa sadar ia telah menyakiti banyak hati dan tak mau minta maaf karena ketidaksadarannya serta berlindung dengan kata guyon, gurau, atau bercandaan. Sudah sombong, egois pula. Miris.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H