Pertanyaanya sekarang: apa apa jenis keragaman yang sulit untuk disatukan, dan berpotensi memcah belah persatuan? Seperti yang ditulis oleh empu Mpu Tantular dulu dalam kitab Sutasoma yaitu agama.
Agama yang mengancam keberagaman adalah agama yang bukan dalam imajinasi Mpu Tantular: agama yang “sampai” pada “titik-temu”: antara hindu dan budha, tetapi agama yang menintaskan yang lain, yang berbeda. Agama yang menuduhkan kesesatan bagi yang lain, dan kleim keselamatan bagi dirinya. Agama yang tidak menerima keberagamaan dan perbedaan, agama yang menyimpan kekuasaan untuk penyeragamaan.
Mengaskan keberagamaan agama inilah yang terberat, persoalannya tidak hanya menyatakan bahwa keberagamaan merupakan suata kebenaran ( inilah hanya tataran “pluralitas”), namun lebih dari itu kebenaran itu sendiri pun beraneka ragam ( inilah “pluralisme”). Kita tidak terbatas menyatakan bahwa agama-agama yang da beraneka ragam, namun kebenaran dan jalan keselamatan pun sngat majemuk.
Agama yang ingin menyeragamkan saat ini menjelma dalam rancangan undang-undang pornografi, perda-perda yang berbasis pada Syariah, ambisi kekuasaan yang tidak hanya ingin menyeragamkan adat-istiadat, norma, keyakinan, dan pandangan yang akan meleyapkan keberanekaan keberagamaan, dan membawa korban pertama, yaitu perempuan.
Setiap aturan yang berasal dari syahwat kuasa agama jenis tadi, memaksakan keseragaman untuk perempuan atas nama agama, syariah, norma dan susila. RUU porno yang kini disahkan menjadi Undang-undang pornografi sasarannya adalah perempuan yang juga khazanah-khazanah kearifan local. Perda di Tangerang, Perda-perda busana Muslimah di sumatera Barat dan di beberapa daerah di Jawa Barat, Raperda kota Injil di Manokwari, perempuan dan keberagaman yang lain. Dan seluruh perda yang berkedok anti pelacuran, anti kemaksiatan pada akhirnya merupakan anti perempuan.
Keberagaman juga lahir dari orientasi atau plihan seksual dalam LGBTIQ ( Lesbian, Gay, Biseksual, transgender/Transeksual,intersks dan Querr ). Keberagaman ini menuntut penerimaan dari lingkungan sosialnya. Kelompok ini juga mengalami diskriminasi dan pelecehan. Padahal orientasi seksual juga termasuk dalam keragaman secara umum yang bisa ditemukan dalam khasanah seksualitas bangsa kita, dengan istilah khusus yang ada di wilayah tersebut, sebagaimana keragaman agama, kepercayaan, adat-istiadat, seni, sastra,bahasa, norma dan budaya.
Demikian pula solidaritas keagamaan yang muncul dalam decade terakhir, adalah solidaritas yang sempit dan egois. Solidaritas yang sempit dan egois. Solidaritas dari dan untuk komunitasnya sendiri. Solidaritas keagamaan seperti ini umumnya tidak murni lagi karena sudah belumur dengan politik dan kekuasaan. Solidaritas keagamaan yang diperbudak politik aliran. Dipakai untuk merauo suara dan dukunga politik.
Setiap agama pada dasarnya ingin mengabdikan pada kemanusiaan, menebar cinta kasih dan menegakan keadilan tanpa diskriminasi. Dalam perjalanan sejarah kita menyaksikan solidaritas keagamaan yang benar-benar beramal pada kebaikan dan kehidupan manusia sebagai bentuk tanggungjawab imani. Pada dasarnya asal solidaritas dari ikatan primodial tidak menjadi persoalan,asalkan bertujuan umum, terbuka dan tidak diskriminatif. Seperti yang kita saksikan solidaritas keagamaan yang bekerja untuk kemanusiaan, bukan hanya untuk pengikut suatu agamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H