Mohon tunggu...
Eko Prasetyo
Eko Prasetyo Mohon Tunggu... profesional -

Hingga Januari 2015, penggemar wedang kopi ini baru menulis 30 buku. Kini ia melanjutkan sekolah di Pascasarjana Unitomo Surabaya. Alasan utamanya kuliah S-2 adalah menghindari omelan istri.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Terinspirasi Cerpen A Letter to God, dibantu Marwah Daud

29 Maret 2014   13:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:19 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Siang itu saya diajak berbincang sebentar oleh Dr Ismail Nachu, pengusaha yang kini menjabat ketua ICMI Jatim. Ia mengutarakan niatnya untuk menerbitkan buku praktis tentang dunia bisnis. Tentu saja isinya mengulas pengalamannya jatuh bangun membangun usaha hingga sukses seperti sekarang.

Saya bilang buku itu memang harus ada. Segera. Bukan tanpa alasan saya menegaskan hal tersebut. Beberapa tahun lalu saya pernah mengedit feature di halaman Metropolis Jawa Pos dan sosok yang diangkat adalah Ismail. Setelah membacanya, komentar saya waktu itu: ”Jangkrik, orang ini inspiratif banget!”

Tahun ini Ismail berencana mendirikan sekolah bisnis dan ingin melahirkan entrepreneur-entrepreneur muda. Ismail bercita-cita mencetak ribuan saudagar baru di Jawa Timur khususnya. Ini pun diplot sebagai salah satu programnya sebagai ketua ICMI Jatim.

Di luar itu, saya melihat Ismail punya banyak cerita heroik dalam hidupnya. Misalnya, tekadnya yang kuat untuk bisa berkuliah S-1 meskipun tak punya uang. Pria asal Pasuruan ini mengaku terinspirasi cerpen A Letter to God karya Gregorio Lopez Y Fuentes. Penulis asal Meksiko ini berprofesi sebagai wartawan yang hobi menulis puisi. Pada 1935 ia diganjar The National Prize of Mexico berkat novel inspiratif El Indio.

Dalam cerpen A Letter to God, dikisahkan seorang bocah laki-laki yang menulis surat kepada Tuhan. Ia meminta bantuan karena keluarganya terancam kelaparan. Singkatnya, surat itu akhirnya sampai ke pimpinan kantor pos. Ia lantas berinisiatif membantu secara finansial dan dilakukan diam-diam melalui anak buahnya.

Nah, Ismail terispirasi meniru upaya tokoh utama dalam cerpen tersebut. Ia menulis surat ke beberapa kepala daerah dan pejabat. Saat itu ia membutuhkan uang sebesar Rp 150 ribu untuk biaya kuliah.

Di antara sekian banyak surat yang dikirimkan, ternyata ada dua yang berbalas. Satu dari seorang gubernur di luar Jawa dan satu lagi adalah Marwah Daud. Sang gubernur memberikan uang Rp 150 ribu, sedangkan Marwah Rp 75 ribu.

Kisah nyata ini terjadi pada sekitar 1986 saat Ismail Nachu akhirnya bisa mengenyam bangku kuliah di IAIN Sunan Ampel. Sisa uang Rp 75 ribu itu, menurut dia, dipakai untuk membuat WC di rumah orang tuanya.

Kini Ismail merasa perlu membagikan pengalamannya kepada generasi muda. Ia menyadari bahwa Indonesia memerlukan banyak pengusaha baru untuk ikut membangun dan memajukan pemerataan ekonomi di Indonesia.

Karena itu, tanpa banyak cakap, saya langsung menyanggupi membantu penulisan buku yang digagas Ismail Nachu tersebut. Tentu saja bukan hanya karena Ismail adalah tokoh publik, tetapi komitmennya yang tinggi terhadap budaya literasi yang terlihat dari luasnya bacaan sastra penggemar film tersebut.

Sidoarjo, 29 Maret 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun